Seleksi Ulang Mendesak Dilakukan

Ketua Komisi Yudisial Busyro Muqoddas menegaskan, seleksi ulang hakim agung mendesak dilakukan.

Ketua Komisi Yudisial Busyro Muqoddas menegaskan, seleksi ulang hakim agung mendesak dilakukan. Sebab, Indonesia sudah dalam keadaan darurat korupsi. Kami anggap ini langkah emergency, ujarnya seusai diskusi seleksi ulang hakim agung kemarin di Jakarta.

Lembaga peradilan, kata Busyro, sudah mengalami pembusukan, terutama di tingkat Mahkamah Agung. Menurut dia, semua hakim yang memiliki hati nurani pasti mengakui adanya mafia peradilan. Komisi Yudisial, dia menyatakan, telah memikirkan beberapa formula untuk memperbaiki kondisi lembaga peradilan, di antaranya meningkatkan gaji hakim dan mempromosikan hakim yang memiliki kredibilitas dan integritas. Mafia peradilan harus diberantas dan dimulai dari kepalanya dulu, yakni Mahkamah Agung, ujarnya.

Hakim Agung Djoko Sarwoko mempertanyakan penilaian Komisi Yudisial tentang kondisi Mahkamah Agung. Jangan menjustifikasi keadaan bahwa Mahkamah Agung sudah demikian gawat. Itu perlu dipertanyakan, ujar Ketua I Ikatan Hakim Indonesia itu.

Lagi pula, Djoko menegaskan, Komisi Yudisial tidak berwenang menyeleksi ulang hakim agung seperti tertuang dalam Undang-Undang Nomor 22/2004 tentang Komisi Yudisial. Dalam undang-undang itu, kata Djoko, Komisi Yudisial hanya bisa mencalonkan hakim agung yang kemudian dipilih Dewan Perwakilan Rakyat.

Djoko khawatir, seleksi ulang itu menjadi preseden buruk bagi masyarakat. Ia memberi contoh jika seorang hakim dinyatakan tidak lolos seleksi, sementara hakim itu sedang memeriksa perkara. Menurut Djoko, masyarakat akan menilai putusan hakim yang tidak lolos seleksi itu tidak berkualitas. Akibatnya, masyarakat mempermasalahkan lagi putusan yang dibuat.

Namun, Busyro menyanggah. Ia memastikan Komisi Yudisial tidak akan memonopoli proses seleksi. Seleksi ulang akan dilakukan bersama pihak luar, yakni pengamat dan ahli hukum, praktisi, serta mantan hakim yang kredibel.

Ia tidak sependapat seleksi akan menimbulkan permasalahan di masyarakat. Sebab, kata Busyro, perkara diajukan ke Mahkamah Agung, bukan ke majelis hakim. Jika hakimnya dinilai gagal, Mahkamah Agung bisa segera menggantikan dengan majelis lain, ujarnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi III, Mulfahri Harahap, berharap Komisi Yudisial bisa melakukan langkah lain dalam membenahi peradilan. Menurut dia, Mahkamah Agung masih memerlukan 11 hakim agung. Kenapa tidak memilih saja 11 orang yang kredibel, ujarnya. THOSO PRIHARNOWO

Sumber: Koran tempo, 13 Januari 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan