Seleksi Komisi Kepolisian Nasional; Orang Partai Dilarang

Kepolisian Negara RI akan melakukan seleksi keanggotaan Komisi Kepolisian Nasional secara terbuka mulai 15 Maret hingga 12 Mei 2005 melalui tim penyeleksi yang terdiri atas unsur Polri dan non-Polri. Anggota partai politik yang masih menjadi anggota parpol dilarang menjadi anggota komisi. Tim penyeleksi nantinya harus diberi wewenang penuh agar dapat mengajukan 12 calon anggota yang memiliki moralitas, pengetahuan, kualitas, dan integritas tinggi.

Saat ini Polri tengah menggodok tim penyeleksi yang akan memilih 12 nama calon anggota Komisi Kepolisian Nasional untuk diajukan ke Presiden. Proses seleksi dilakukan terbuka, kata Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Aryanto Boedihardjo, Kamis (3/3).

Ia mengatakan, tim penyeleksi berasal dari unsur Polri dan non-Polri yang terdiri atas pakar-pakar dari berbagai disiplin ilmu yang berkaitan dengan kepolisian.

Dalam proses pendaftaran, kata Aryanto, Polri tidak akan membatasi jumlah pendaftar. Siapa saja masyarakat boleh mendaftarkan diri menjadi anggota Komisi Kepolisian Nasional asalkan memenuhi kriteria seperti yang terdapat dalam Peraturan Presiden RI Nomor 17 Tahun 2005 tentang Komisi Kepolisian Nasional.

Dalam Pasal 8 Peraturan Presiden dinyatakan, kecuali anggota dari unsur pemerintah, anggota komisi harus warga negara Indonesia, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, sehat jasmani dan rohani, minimal berumur 45 tahun, dan tidak menjadi anggota salah satu partai politik. Calon anggota yang berasal dari unsur pakar kepolisian harus ahli di bidangnya, sedangkan dari unsur tokoh masyarakat harus secara nyata terbukti menaruh perhatian terhadap kepolisian.

Rencana proses pemilihan anggota Komisi Kepolisian Nasional dimulai sejak publikasi (15 Maret-13 April 2005).

Keanggotaan Komisi Kepolisian Nasional terdiri atas tiga orang dari unsur pemerintah, tiga pakar kepolisian, dan tiga tokoh masyarakat. Jabatan ketua merangkap anggota dipegang oleh Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, sedangkan wakil ketua merangkap anggota dijabat Menteri Dalam Negeri. Enam anggota lain dicalonkan tim penyeleksi, lalu dipilih oleh presiden.

Jabatan sekretaris komisi, melalui proses pemilihan anggota, meliputi Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Dioptimalkan
Kriminolog dari Universitas Indonesia, Adrianus Merliala, mengatakan, bila ingin Komisi Kepolisian Nasional tak hanya menjadi tukang stempel, Polri hendaknya menyerahkan sepenuhnya proses penyeleksian calon anggota secara optimal pada tim penyeleksi.

Tim penyeleksi ini nantinya harus bisa mengelaborasi ketentuan operasional terkait dengan kriteria pemilihan dan persyaratannya. Misalnya saja untuk calon anggota dari tokoh masyarakat. Tokoh masyarakat seperti apa yang dapat mendukung perbaikan citra Polri? Unsur non-Polri yang dipilih itu harus representasi dari masyarakat.

Menanggapi posisi ketua dan wakil ketua yang sudah ditetapkan sebelumnya, Adrianus mengatakan, pada awalnya Komisi Kepolisian Nasional tidak dibentuk sebagai komite independen yang berjarak dengan pemerintah. Komisi itu diharapkan mampu menjalankan tugas pengawasan, artikulasi kepentingan negara, dan penjembatanan.

Adrianus mengungkapkan, kinerja Komisi Kepolisian Nasional merupakan test case bagi wakil masyarakat yang duduk di dalamnya. Mereka akan teruji dari segi moralitas, kualifikasi, integritas, dan pengetahuan. (MAS)

Sumber: Kompas, 4 Maret 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan