Seleksi Komisi Kejaksaan Jangan seperti Seleksi KPK dan Komisi Yudisial

Jika ingin mendapatkan orang-orang yang berkualitas dan mampu melakukan pengawasan terhadap Kejaksaan Agung, sebaiknya seleksi anggota Komisi Kejaksaan yang saat ini berlangsung tidak mengikuti model seleksi anggota Komisi Pemberantasan Korupsi atau Komisi Yudisial.

Saya tidak setuju sistem orang melamar baru diteliti siapa yang dipilih. Itu tidak betul. Di Indonesia orang-orang yang baik-baik dan berkualitas itu pasti malu untuk mendaftar sendiri, ujar pakar hukum pidana Prof Dr Andi Hamzah, Rabu (23/3) di Jakarta, menanggapi proses perekrutan anggota Komisi Kejaksaan.

Belajar dari pengalaman pemilihan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan anggota Komisi Yudisial yang hasilnya tidak memuaskan, sudah seharusnya pemilihan anggota Komisi Kejaksaan tidak lagi mengikuti model seperti itu. Apa pun alasannya, kata Andi Hamzah, apabila seleksi anggota Komisi Kejaksaan masih tetap seperti model tersebut, yakni menunggu orang-orang mendaftar sendiri, dikhawatirkan orang-orang yang terpilih nanti tidak sesuai dengan harapan, bahkan bisa jadi yang mendaftar adalah orang-orang yang niatnya mencari kerja.

Pengalaman selama ini orang-orang yang kita butuhkan tidak mau mendaftar karena malu, makanya mereka harus ditunjuk, ujarnya.

Cara lain
Ia lebih cenderung mengusulkan agar seleksi anggota Komisi Kejaksaan dilakukan dengan cara lain. Misalnya, presiden dan wakil presiden mengumpulkan para pakar hukum di Indonesia yang memiliki kredibilitas dan bertanya siapa yang pantas dijadikan calon anggota Komisi Kejaksaan.

Nama-nama yang direkomendasikan para pakar hukum tersebut kemudian diumumkan kepada publik dan diberikan kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk memberikan tanggapan dan masukan.

Setelah memperoleh masukan, barulah dipilih sejumlah nama dan disampaikan lagi kepada masyarakat apakah masih ada masukan. Kalau tidak ada lagi, barulah dikeluarkan keppres, ujarnya.

Namun, untuk masukan dari masyarakat, Andi Hamzah menegaskan hal itu harus disertai bukti yang bisa dipertanggungjawabkan Kalau tidak, masukan tersebut tidak berarti. Ubahlah sistem rekrutmen sekarang. Karena kalau caranya masih seperti KPK dan Komisi Yudisial, Kejaksaan Agung akan dapat orang-orang yang tidak memuaskan, papar Andi Hamzah.

Hingga saat ini pendaftaran untuk menjadi anggota Komisi Kejaksaan masih sepi peminat. Padahal, pengumuman pendaftaran sudah diumumkan sejak tanggal 16 Maret 2005. (SON)

Sumber: Kompas, 26 Maret 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan