Seleksi Ketua KPK; Pola Pemberantasan Korupsi Tidak Jelas

Sejak awal, pola yang digunakan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam memberantas tindak pidana korupsi tidak jelas. Akibatnya, korupsi tidak hilang, justru tersebar ke mana-mana.

Kritik itu disampaikan Bambang Widodo Umar, pengajar Kajian Ilmu Kepolisian Universitas Indonesia, dalam jumpa pers yang digelar di Indonesia Corruption Watch, Jakarta, Minggu (13/6). ”Penyebabnya mungkin institusinya yang lemah atau orang-orang di dalamnya yang lemah,” ujar Bambang.

Saat ini tengah berlangsung pendaftaran calon ketua KPK. Bambang justru berpendapat, untuk penguatan, semua pimpinan sebaiknya diganti. ”Mereka sudah diganggu secara perorangan atau lembaga. Ganti saja semua,” katanya.

Senin ini masa pendaftaran calon pimpinan KPK telah berakhir. Sejumlah pihak menyarankan agar masa pendaftaran diperpanjang sehingga orang yang berintegritas memiliki gambaran masa jabatan calon pimpinan KPK untuk memberi kepastian.

Beberapa nama disebut-sebut dan didorong untuk mendaftarkan diri, di antaranya Ketua Komisi Yudisial Busyro Muqoddas dan anggota Dewan Pertimbangan Presiden, Jimly Asshiddiqie.

Berdasarkan catatan Kompas, sampai dengan Jumat pekan lalu, sebanyak 318 orang mendaftarkan diri sebagai calon pimpinan KPK. Namun, baru 166 orang yang melengkapi berkas dan syarat sebagaimana diatur undang-undang.

Unsur yang mendominasi adalah advokat, disusul pegawai negeri sipil atau pensiunan pegawai negeri sipil dan swasta. ada juga unsur akademisi, mantan polisi, jaksa, hakim, serta pensiunan hakim.

Seperti diberitakan (Kompas, 12/6), beberapa orang yang mendaftar pada Jumat lalu di antaranya Mochtar Pakpahan (advokat, Ketua Partai Buruh), Johnson Pandjaitan (penasihat Indonesia Police Watch), Barman Zahir (mantan Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung), dan Amir Hasan Ketaren (Ketua Komisi Kejaksaan periode 2006-2010).

Menanggapi advokat sebagai unsur dominan pendaftar calon pimpinan KPK, Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW Febri Diansyah berpendapat, panitia seleksi harus melihat dengan cermat.

”Catatan buruk sesedikit apa pun jangan ditoleransi,” kata Febri. (idr)
Sumber: Kompas, 14 Juni 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan