Seleksi Ketua KPK; DPR Diminta Rasional

Walaupun memiliki kewenangan menetapkan masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, Dewan Perwakilan Rakyat diminta rasional dan jangan arogan. Biaya seleksi pimpinan KPK sebesar Rp 2,5 miliar terlalu mahal digunakan untuk memilih satu orang dengan masa jabatan hanya satu tahun.

”Jika DPR ngotot menetapkan masa jabatan pimpinan KPK pengganti hanya satu tahun, artinya untuk biaya seleksi saja sudah menelan Rp 200 juta per bulan,” kata Ketua Dewan Pertimbangan Forum Rektor Indonesia Edy Suandi Hamid, Kamis (21/10).

Biaya tersebut, menurut dia, terlalu mahal. ”Bisa jadi ini akan menjadi biaya seleksi pejabat publik termahal di Indonesia,” ujarnya.

Edy berharap anggota DPR terketuk nuraninya dan tidak terjebak dalam logika formalistik dengan memaksakan masa jabatan hanya setahun sesuai periode mantan Ketua KPK Antasari Azhar. DPR diharapkan bijak dalam menggunakan kewenangan soal masa jabatan pimpinan KPK pengganti.

Transaksional
Koordinator Divisi Hukum dan Pemantauan Peradilan Indonesia Corruption Watch Febri Diansyah menilai, dari awal DPR memang ingin memilih pimpinan KPK hanya untuk satu tahun. ”Karena semakin sering proses seleksi dilakukan, semakin terbuka kemungkinan politik transaksional,” katanya.

Usulan masa jabatan satu tahun dari DPR bisa dinilai mengarah pada kesempatan politik transaksional tersebut. Apalagi kita mencatat proses seleksi secara politik ini bisa digunakan sebagai sarana serangan balik koruptor dengan menitipkan orang tertentu di KPK.

Sebelumnya, Ketua Komisi III DPR Benny K Harman menegaskan, komisinya yang berwenang menentukan masa kerja pimpinan KPK pengganti Antasari. Komisi III DPR akan memakai alasan hukum untuk memutuskan masalah ini. Dia memberikan sinyal untuk membatasi masa jabatan Ketua KPK pengganti Antasari hanya satu tahun.

Anggota Komisi III dari Fraksi PDI-P, Gayus Lumbuun, berpendapat, lebih baik yang saat ini terpilih untuk satu tahun, berakhir bersama dengan keempat unsur pimpinan KPK yang lainnya. ”Untuk pemilihan yang akan datang tidak usah mengikuti seleksi penuh,” katanya. (AIK)
Sumber: Kompas, 22 Oktober 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan