Seleksi Hakim Agung; Menjaring "Wakil" Tuhan

Seisi ruang teleconference Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar tertawa ketika Prof M Djafar Saidi menceritakan pengalamannya saat mengikuti seleksi hakim agung pada tahun 2007. Dosen FH Unhas itu mengaku sempat beradu argumentasi dengan anggota tim panel bentukan Komisi Yudisial tentang pembentukan peraturan pemerintah.

Djafar meyakini, PP dibuat Presiden. Sementara anggota tim panel itu bersikukuh, itu dibuat Presiden dan DPR. ”Saya dibilang salah. Saya bilang balik, Bapak lebih salah,” kata Djafar, yang disambut tawa berderai 50-an orang di ruangan itu.

Kamis (17/3) siang itu, para hakim tinggi, akademisi, dan elemen masyarakat sipil diundang mendengarkan paparan Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi KY Suparman Marzuki terkait sosialisasi dan penjaringan calon hakim agung. Acara serupa secara bersamaan dilaksanakan di Palembang (Sumatera Selatan), Banjarmasin (Kalimantan Selatan), Semarang (Jawa Tengah), dan Yogyakarta. Acara ini juga telah dilaksanakan di Medan (Sumatera Utara).

KY memang sedang ”berkelana”, menjalankan hajat besar mencari calon hakim agung yang berakhlak mulia, jujur, berani, dan kompeten.

Pada Rabu (23/2), KY menerima surat permintaan resmi Mahkamah Agung mengenai pengisian 10 hakim agung. Saat ini, MA hanya memiliki 50 hakim agung, termasuk di antaranya 9 hakim yang akan pensiun tahun depan dan seorang hakim agung yang menjadi anggota KY. Merujuk Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung, total hakim agung seharusnya mencapai 60 orang pada pertengahan 2011.

Merespons permintaan tersebut, selanjutnya KY membuka pendaftaran seleksi calon hakim agung sepanjang 2-23 Maret. Dari jalur hakim karier, MA telah mengajukan 47 hakim pengadilan tinggi untuk diseleksi KY. Dengan ketentuan KY mengajukan calon sebanyak tiga kali lipat yang akan dipilih, Komisi III DPR nantinya yang bakal menguji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) 30 calon hakim agung. Targetnya, proses seleksi oleh KY selesai akhir Juli dan hasilnya diajukan ke DPR pada awal Agustus 2011.

Menurut Suparman, soal integritas moral menjadi hal yang tak bisa ditawar-tawar dalam seleksi. Soal intelektual diyakini bukan persoalan. Namun, KY pun dilanda kecemasan tidak akan mendapat calon sebanyak kuota itu. ”Kita tidak mau bertaruh jika dasar morilnya kurang baik,” sebut Suparman, saat talk show di TVRI Makassar, Rabu (16/3) malam.

Menurut Dekan Fakultas Hukum Unhas Prof Aswanto, KY menjadi benteng untuk mendapatkan hakim agung yang amanah, menjadi wakil Tuhan yang adil. KY harus menjaring calon terbaik sehingga tidak ada masalah siapa pun nanti yang bakal lolos dalam uji kelayakan dan kepatutan di DPR.

Aswanto mengingatkan, profesi hakim ibaratnya sebelah kaki di surga dan sebelahnya di neraka.

Tidak ada artinya mendapatkan calon dengan kapasitas intelektual ciamik jika catatan integritas moralnya buruk. Pepatah Bugis, lele bulu' tellele abiasang, gunung bisa dipindah tapi kebiasaan susah diubah.

Ewako! (Sidik Pramono)
Sumber: Kompas, 18 Maret 2011

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan