Seleksi CPNS Masih Diwarnai Kecurangan

ICW tergabung dalam Konsorsium LSM Pemantau CPNS (KLPC), koalisi yang ikut serta dalam kepanitiaan Seleksi CPNS Nasional bidang pengawasan. KLPC telah membuka layanan pengaduan sejak awal September 2013, dan telah mengumumkan hasil temuan pemantauan pelaksanaan seleksi CPNS 2013.

KLPC berhasil menghimpun 154 pengaduan selama September hingga 6 Januari 2014. Berdasarkan jalur seleksi, 59 kasus mempersoalkan jalur honorer K2 dan 95 kasus bermasalah terkait jalur umum.

“Laporan mengenai jalur umum lebih banyak boleh jadi disebabkan karena pengumuman jalur umum satu per satu mulai dipublikasikan, sementara jalur honorer K2 belum pengumuman,” ujar peneliti ICW Siti Juliantari dalam Seminar Nasional KLPC di Jakarta, Rabu (8/1).

Dari 154 pengaduan ini, publik melaporkan berbagai tahapan seleksi CPNS. Berikut tabelnya.

Kasus Berdasarkan Tahapan Dilaporkan

No

Tahapan

Jumlah

1

Proses Pendaftaran & seleksi adm.

75

2

Pengumuman Kelulusan

40

3

TKD/TKB

27

4

Lain-lain

5

5

Pengembalian LJK

3

6

Waktu Ujian

2

7

Distribusi Soal

1

8

Pemusnahan Soal

1

Jumlah

154

Sumber: Data Olahan KLPC

Publik paling banyak mengadukan proses pendaftaran dan seleksi administrasi, sebab di sinilah calo dan joki mulai berkeliaran menawarkan jasanya. Modus-modus lain dalam tahapan ini adalah: menutupi informasi waktu pendaftaran, website pendaftaran dibikin tidak dapat diakses dengan dugaan agar pelamarnya sedikit, manipulasi dokumen administrasi, hingga panitia meloloskan peserta yang sebenarnya tidak lulus seleksi administrasi.

Sementara itu, KLPC juga mengkategorikan 5 besar kasus berdasarkan jenis pengaduan.

No

Jenis Pengaduan

Jumlah

1

Pengumuman kelulusan tidak transparan

37

2

Pendaftaran & seleksi adm. tidak transparan

21

3

K2 Tidak memenuhi syarat

18

4

Pemerasan/Penyuapan/Calo

16

5

Panitia tidak transparan

15

Tabel 3: Lima Besar Kasus Berdasarkan Jenis Pengaduan

Sumber: Data Olahan KLPC

Sejak 24 Desember 2013, kementerian/lembaga dan daerah sudah mulai mengumumkan hasil kelulusan tes CPNS. Namun, informasi kelulusan seringkali kurang jelas dan menumbuhkan pertanyaan serta kecurigaan peserta.

Selain itu, ada kasus peserta yang nilainya lebih baik namun tidak lulus, namun peserta yang nilainya pas-pasan mepet standar kelulusan, tapi diluluskan.

“Kurangnya transparansi juga terlihat dari informasi yang disampaikan kepada peserta. Di beberapa daerah, hanya nama saja yang dipajang atau nama dengan nomor peserta, sedangkan nilai tidak disebutkan,” jelas Tari. Situasi seperti ini membuat peserta bertanya-tanya apa sebenarnya cara penilaian dalam proses seleksi CPNS.

Permasalahan menyangkut tenaga honorer K2 juga banyak ditemukan. Seorang tenaga honorer diizinkan mengikuti seleksi CPNS lewat jalur honorer K2, dengan syarat terhitung 31 Desember 2005 sudah bekerja sebagai tenaga honorer selama 1 tahun. Artinya, tenaga honorer yang diangkat setelah tahun 2005 tidak dapat mengikuti jalur K2.

Tahun 2013 adalah tahun terakhir pemerintah membuka jalur CPNS honorer K2. Ini menyebabkan persaingan tinggi antar peserta. Peserta yang ingin menjadi PNS harus bertarung lewat jalur umum yang mensyaratkan pelamar berusia maksimal 35 tahun saat mendaftar.

Situasi ini mengakibatkan banyak pelamar honorer K2 memalsukan SK agar bisa memenuhi syarat jalur K2. “Bahkan, yang seharusnya berkesempatan mengikut tes jalur honorer K2, beberapa tidak terdata,” tutur Tari.

Pengaduan masyarakat juga mempermasalahkan berbagai lembaga pemerintah, terangkum dalam data KLPC di bawah ini.

Sepuluh Besar Instansi yang  Paling Banyak Dilaporkan

No

Instansi

Jumlah

1

BKD Kab./Kota dan BKD Provinsi

50

2

Pemda/Pemkab/Pemkot

25

3

Sekolah/ Perguruan Tinggi

12

4

Mahkamah Agung

7

5

Kementerian Pertanian

4

6

DPR/DPRD

4

7

Kejaksaan

4

8

RSUD/Puskesmas

4

9

Kementerian ESDM

3

10

Kemdikbud

3

Sumber: Data Olahan KLPC

Dari daftar ini, publik paling banyak mengadukan Badan Kepegawaian Daerah (BKD) dan Badan Kepegawaian Negara (BKN). Ini tidak mengherankan, sebab BKD adalah instansi penanggungjawab dalam panitia pengadaan CPNS di daerah. Sehingga, jika kinerja BKD tidak memuaskan, tentu publik akan tak puas.

“Daerah membangkang pada pusat,” tukas Kisran Makati dari Pusat Studi Hak Asasi Manusia (Puspaham) Sulawesi Tenggara, salah satu anggota KLPC. Menurutnya, seleksi CPNS masih menyisakan ruang untuk “lobi-lobi”.

Menurut Kisran, pasca seleksi CPNS beres digelar, “orang-orang BKD ke Jakarta untuk mencari koneksi di BKN.”

“Kasihan bagi K2 yang harusnya lolos tapi tidak lolos. Atau ada yang lolos karena relasi, atau dipungut uang,” keluh Kisran.  

“Pelimpahan hasil soft copy dari BKN ke daerah, membuka ruang oknum BKD untuk menghubungi peserta-peserta yang sudah lolos,” katanya, sembari mengakui BKD masih menjalankan pungutan liar.

Sementara itu, Kepala Bagian Pengembangan Badan Kepegawaian Negara Bayu, bersikeras bahwa BKN telah “lebih baik dibanding dulu”.

Berbagai modus kecurangan seleksi CPNS

KLPC menengarai berbagai modus kecurangan seleksi CPNS berkat pengaduan masyarakat dan pemantauan langsung, di antaranya:

1.      Pejabat melakukan KKN dengan menawarkan/menjanjikan kelulusan terhadap bawahannya yang ikut tes CPNS dengan imbalan sejumlah uang.

2.      Nepotisme antara pejabat dengan peserta seleksi CPNS, misalnya memanfaatkan kedekatan pimpinan atau rekan kerja untuk menitipkan peserta agar diluluskan menjadi PNS.

3.      PNS dan pejabat dinas terkait yang melakukan pemerasan, penyuapan, menawarkan jasa calo dan joki.

4.      Manipulasi Surat Keputusan sebagai syarat pendaftaran seleksi CPNS honorer K2

5.      Kepala daerah memanfaatkan pilkada sebagai momen mendulang pemilih. Dengan menjadi tim sukses dan lingkaran dekat calon kepala daerah termasuk petahan (incumbent), modus ini menggiurkan para PNS honorer. Tidak heran, jelang pilkada, jumlah tenaga honorer akan meningkat.

6.      PNS dan pejabat juga kerap memanfaatkan pengumuman kelulusan yang tidak serentak atau ditunda. Mereka menjanjikan kelulusan, dan para peserta yang ketakutan tidak lulus sangat berpotensi jadi sasaran empuk. Imbasnya, peserta akakn menurut saja saat dimintai uang.

7.      Informasi tidak akurat dan tidak lengkap membuat peserta rentan terhadap berbagai informasi palsu dan sesat, terutama bagi para pelaku penipuan. Banyak pengaduan masyarakat bersumber dari kurangnya informasi, apalagi bagi masyarakat yang jauh dari perkotaan. “Yang seharusnya tidak bayar, karena informasinya tidak lengkap, bisa tertipu pungutan liar oleh instansi terkait,” jelas Tari.

Praktek-praktek ini terjadi dari tahun ke tahun dan sudah menjadi rahasia umum. Namun, sulitnya menemukan saksi dan pelaku menyebabkan pelanggaran-pelanggaran ini tidak pernah terungkap.

Data dan proses rekrutmen CPNS tidak transparan

Badan Kepegawaian Daerah (BKD) sebagai penyelenggara seleksi CPNS di tingkat daerah juga lemah dalam mengolah data, tidak transparan, dan tidak kooperatif dalam melakukan verifikasi atau pemberkasan.

“BKD juga tidak memutakhirkan data tenaga honorer di setiap Satuan Dinas Perangkat Daerah. Seharusnya, BKD rutin memutakhiran data setiap periode, sehingga data BKD valid dan mudah diakses publik,” tukas Tari.

Pelaksanaan tes CPNS juga kurang efektif dan kurang profesional. Ini jelas terlihat terutama saat Tes Kemampuan Dasar (TKD) dan Tes Kemampuan Bidang (TKB), di mana panitia dan pengawas tidak mampu menjalankan tugas, misalnya tidak memahami Standar Operasi Prosedur (SOP), sehingga banyak kesalahan saat membuat berita acara.

Menurut KLPC, payahnya pelaksanaan tes juga disebabkan buruknya koordinasi dan sosialisasi antara Panitia Seleksi Nasional (Panselnas) di pusat dengan panitia daerah.

Rekomendasi KLPC

KLPC mendesak Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) untuk tegas memberi sanksi administrasi maupun pidana bagi panitia rekrutmen CPNS yang melanggar aturan maupun SOP terkait rekrutmen CPNS.

Selain itu, Kemenpan-RB juga dituntut menatar calon panitia dan pengawas seleksi CPNS agar lebih profesional. Pembentukan panitia seleksi juga harus melibatkan unsur masyarakat sipil untuk menambah pengawasan.

Kemenpan-RB juga harus membatalkan dan mengumumkan peserta CPNS yang terbukti melakukan pemalsuan dan kecurangan. Untuk menghindari celah pemerasan, Kemenpan-RB harus melakukan pengumuman kelulusan CPNS secara terpusat dan serentak.

BKN dan BKD, sebagai penanggungjawab seleksi CPNS, harus transparan mengumumkan data lengkap pegawai honorer, data peserta seleksi CPNS yang lulus maupun tidak lulus secara rinci, dan memberi ruang bagi masyarakat melakukan verifikasi dokumen kategori dua yang diduga hasil manipulasi. BKN dan BKD juga harus meningkatkan mutu pelayanan dengan menyediakan data kepegawaian terbaru yang mudah diakses masyarakat.

Tak ketinggalan, DPR dan DPRD juga wajib melakukan fungsi pengawasan dan evaluasi dan menyediakan anggaran untuk menunjang pelaksanaan proses rekrutmen CPNS.

Pemerintah daerah juga wajib menjalankan seluruh keputusan dan peraturan terkait seleksi CPNS dari pemerintah pusat, serta menyelenggarakan pelaksanaan rekrutmen CPNS tanpa korupsi dan bertanggungjawab.

Membenahi seleksi CPNS, realisasi reformasi birokrasi

Perjalanan reformasi birokrasi masih panjang. Pemerintah, sebagai penyelenggara tes CPNS, harus sungguh-sungguh membenahi sistem seleksi CPNS dan tegas menindak segala bentuk pelanggaran jika benar-benar ingin menghasilkan PNS bersih dan berintegritas.

“Membenahi sistem PNS berarti memperbaiki masa depan kita sendiri. Banyak warga negara yang berkualitas tapi tidak bisa berkolusi dan korupsi, sehingga tidak bisa jadi PNS,” kata Supardiono dari Departemen Sumber Daya Manusia Kemenpan-RB.

“Kalau banyak yang KKN, pasti banyak yang tidak kompeten. Selama ini, masyarakat punya keyakinan kalau mau jadi PNS harus punya koneksi dan beri sogokan. Makanya banyak yang mudah terpikat. Ini yang akan kita kembalikan, bahwa untuk menjadi PNS harus kompeten dan harus bisa bersaing,” tambahnya lagi.

Menurut Supardiono, Kemenpan-RB tetap “berupaya memperoleh putra-putri terbaik untuk jadi PNS.”

Unduh hasil temuan KLPC soal Hasil Pemantauan Seleksi CPNS 2013.

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan