Sekretaris Panitia Tinta Pemilu Divonis 4 Tahun

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi memvonis Ahmad Royadi hukuman empat tahun penjara. Majelis hakim yang dipimpin Sutiyono menyatakan mantan Sekretaris Panitia Pengadaan Tinta Pemilu Komisi Pemilihan Umum itu terbukti melakukan penyimpangan dalam penunjukan langsung rekanan pengadaan tinta sidik jari Pemilu 2004. Terdakwa melanggar Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 dalam pengadaan ini, kata Sutiyono membacakan putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi kemarin.

Vonis ini tidak berbeda dengan tuntutan yang diajukan penuntut umum. Selain divonis empat tahun penjara, Ahmad dikenai denda Rp 200 juta dan diharuskan membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 1,3 miliar. Uang pengganti itu, kata hakim, ditanggung bersama Rusadi Kantaprawira, terdakwa dalam perkara terpisah.

Sebagai anggota panitia proyek pengadaan tinta pemilu, Ahmad Royadi didakwa melakukan korupsi karena menunjuk langsung empat perusahaan, yakni PT Mustika Indra Mas, PT Fulcomas Jaya, PT Lina Permai Sakti, dan PT Wahgo Internasional. Seharusnya, pengadaan proyek itu dilakukan melalui tender sesuai dengan keputusan presiden.

Hakim mengatakan Ahmad juga dinilai melakukan penyimpangan berupa penetapan harga tinta yang seharusnya memilih harga terendah. Panitia, kata hakim, malah menetapkan harga lebih tinggi daripada harga yang ditawarkan rekanan. Tindakan Royadi telah memperkaya diri sendiri dan orang lain, ujarnya.

Mendengar putusan itu, Ahmad Royadi mengajukan permohonan banding. Saya kira hakim akan mengurangkan hukuman menjadi dua tahun, ujarnya. Menurut Ahmad, posisinya dalam perkara ini hanya sebagai sekretaris yang melakukan kebijakan Rusadi Kantaprawira, Ketua Panitia Pengadaan Tinta Pemilu 2004.

Suharsyah, pengacara Ahmad, mengatakan tim pengacara akan mempelajari dulu vonis tersebut. Menurut Suharsyah, soal uang pengganti sebesar Rp 1,3 miliar yang masuk putusan menjadi hal yang memberatkan kliennya, meski uang pengganti itu ditanggung renteng (bersama-sama) antara Royadi dan Rusadi.

Suharsyah mengatakan, dalam kasus ini, kliennya tidak bisa dipersalahkan begitu saja. Sebab, dalam proyek pengadaan tender, bukan hanya kliennya yang terlibat. Tindakan ini, kata dia, dilakukan secara bersama oleh semua anggota Komisi Pemilihan Umum. Sembilan orang anggota KPU lainnya tidak kena. Padahal ini kan kerja tim, ujarnya. ENDANG PURWANTI | RIEKA RAHADIANA

Sumber: Koran Tempo, 17 Mei 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan