Sekretaris Daerah Yogyakarta Dicopot
Sejak muncul kasus CDMA, hubungannya dengan Sultan tidak harmonis.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyetujui pemberhentian Sekretaris Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Bambang Susanto Priyohadi dari jabatannya. Usul pemberhentian ini disampaikan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X kepada Presiden pada April lalu.
Rencana pencopotan Bambang muncul setelah mencuatnya dugaan penyelewengan dana dalam proyek pembangunan jaringan telepon nirkabel berbasis code division multiple access (CDMA) senilai Rp 17 miliar. Pengadaan proyek ini didanai anggaran Pemerintah Daerah Yogyakarta 2006.
Surat keputusan dari Presiden sudah saya terima kemarin, kata Bambang Susanto di Yogyakarta kemarin. Dalam surat keputusan itu, kata Bambang, disebutkan bahwa dia diberhentikan secara hormat. Tapi, selama penggantinya belum dilantik, dia akan tetap menjalankan tugas seperti biasa.
Bambang mengatakan, selama enam tahun menjadi Sekretaris Daerah Istimewa Yogyakarta, dia tidak punya persoalan serius dengan Sultan. Namun, dia mengakui ada perbedaan pandangan dengan Sultan menyikapi kasus CDMA. Sebagai sekretaris, dia melihatnya dari unsur administrasi. Beliau melihatnya dari aspek politik, katanya. Dia menilai perbedaan itu masih wajar dan bukan persoalan mendasar.
Kasus ini membuat DPRD Yogyakarta memanggil keduanya. Dalam pemaparan di depan Dewan pada 23 Desember 2005, keterangan Bambang dan Sultan bertolak belakang. Polisi dan kejaksaan sudah membentuk tim untuk penyelidikan. Tapi, setelah dana Rp 17 miliar dikembalikan ke kas daerah, kasus ini dihentikan.
Sejak itu, hubungan keduanya tidak harmonis. Sultan pun mengusulkan pemberhentian Bambang. Untuk mempercepat proses pergantian, dia mengirim kurir khusus guna menyampaikan surat kepada Menteri Dalam Negeri Muhammad Ma'ruf di Jakarta pada April lalu.
Posisi yang ditinggalkan Bambang akan diserahkan kepada Kepala Dinas Permukiman dan Prasarana Wilayah Yogyakarta Tri Harjun Ismadji. Sedangkan Bambang belum mengetahui posisi barunya. Sampai saat ini Bambang termasuk pejabat eselon satu yang merupakan kepangkatan tertinggi di Pemerintah Provinsi Yogyakarta. SYAIFUL AMIN
Kisruh Jaringan Telepon Nirkabel
Kasus proyek CDMA ini dimulai pada pertengahan 2004, ketika pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta ingin membangun sistem telepon nirkabel. Untuk itu, dibentuklah PT Jogya Telepon Cerdas, perusahaan gabungan pemerintah DIY dan Indosat. Bambang Susanto ditunjuk sebagai komisaris.
Dalam perjalanannya, proyek ini tidak mulus meski tower sudah dibangun dan dana Rp 17 miliar dari APBD telah dikucurkan. Lalu ada kabar bahwa sebagian uang itu digunakan untuk membeli mobil Mercedes seharga Rp 850 juta untuk kegiatan Sultan di Jakarta. Koordinator Jaringan Advokasi CDMA Nanang Ismuhartoyo menemukan sejumlah kejanggalan.
Pencairan dana modal CDMA misalnya, tidak ditetapkan dengan peraturan daerah dan surat keterangan otorisasi yang ditandatangani gubernur. Pengeluaran dana APBD sebesar itu seharusnya bukan tanggung jawab Sekda, katanya. Nanang melihat ada usaha saling lempar tanggung jawab antara gubernur dan sekretaris.
Di depan anggota Dewan, Sultan mengaku kecewa dengan PT Jogya Telepon Cerdas. Dia mengaku diperdaya Bambang karena menandatangani pencairan uang di atas Rp 2 miliar yang bukan wewenangnya. Soal mobil, dia mengakui untuk kegiatannya di Jakarta. Tapi saya tidak tahu pembelian itu dari sebagian dana Rp 17 miliar, ujarnya.
Kejaksaan Tinggi Yogyakarta melihat ada tiga kejanggalan dalam kasus ini. Pertama, tidak adanya peraturan daerah sebagai landasan kerja sama antara pemerintah DIY dan PT JTC. Kedua, tidak adanya bukti kerja sama antara pemerintah DIY dan PT JTC. Ketiga, tidak adanya surat keterangan otorisasi dari kepala daerah, yang menjadi dasar pencairan dana Rp 17 miliar ke PT Jogya Telepon Cerdas. SYAIFUL AMIN
Sumber: Koran Tempo, 8 September 2006