Sejumlah Pengusaha Berikan Sesuatu kepada Para Perwira

Penyelidikan Rekening Perwira, Kapolri Umumkan Pekan Depan

Sehari setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) meminta dugaan rekening tidak wajar atau mencurigakan milik perwira polisi dituntaskan, Mabes Polri mulai terbuka. Ketua Tim Klarifikasi Rekening Perwira Tinggi Polri Komjen Ito Sumardi membenarkan bahwa sejumlah pengusaha memberikan sesuatu kepada para perwira (jenderal) yang diselidiki.

Namun, Ito yang juga kepala Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri itu meminta masyarakat tidak buru-buru curiga soal adanya pelanggaran hukum dalam dugaan tersebut. "Kan prosesnya masih berjalan. Sementara memang ada (transfer dari pengusaha kepada perwira polisi, Red). Tetapi, kalau diberikan secara sukarela, apakah kami harus memaksa dia mengaku bahwa pemberian itu bertujuan tertentu," ujar Ito di gedung PTIK, Jakarta Selatan, kemarin (6/7).

Saat ini tim yang dikoordinasikan oleh Ito tersebut masih merujuk silang sejumlah keterangan. ''Misalnya, ada teman baik, seorang pengusaha yang tidak punya kaitan apa-apa dengan tugas. Jadi, memang harus kami bedakan mana yang pribadi, mana yang kedinasan," tutur mantan Kapolda Riau tersebut.

Ada sejumlah nama perwira tinggi yang disebut-sebut punya rekening tidak wajar. Antara lain, Irjen MS, Irjen BG, Irjen BH, Irjen BS, dan beberapa perwira berpangkat komisaris besar (Kombes) atau setingkat dengan kolonel.

Ito menjelaskan, Kapolri telah memerintahkan kasus tersebut diusut secara tuntas. ''Saat ini belum bisa disampaikan dulu. Masing-masing yang ada dalam alamat itu sekarang ditangani orang per orang penyidik secara khusus. Insya Allah dalam waktu dekat, bulan ini, kami bisa sampaikan keterangan," tutur Kapolda Sumsel pada 2006-2008 tersebut.

Mantan Kapolwiltabes Surabaya itu menjelaskan, tidak mudah menentukan apakah aliran dana yang diterima para jenderal tersebut merupakan tindak pidana atau bukan. Sebab, aliran dana itu terjadi sebelum aturan soal gratifikasi dibuat. "Pemberian itu berlangsung dulu, sudah lama, sebelum ada UU Gratifikasi. Ya, seperti video porno, kan dulu belum ada aturan soal itu," ungkapnya.

Kendati ada peraturan internal, seperti peraturan Kapolri, dia menyatakan bahwa penerapannya masih rumit. "Kami tidak bisa melihat norma secara kaku. Nanti setiap pejabat harus menutup pintu rapat-rapat dan tidak perlu berkenalan dengan orang lain karena takut diartikan apa-apa. Hukum bersifat dinamis. Sepanjang tidak melanggar norma-norma hukum, tidak ada masalah," ujar mantan koordinator staf ahli Kapolri tersebut.

Secara terpisah, sumber Jawa Pos di lingkungan tim klarifikasi menyebutkan bahwa sejumlah perwira tinggi yang dimintai keterangan telah bersikap sangat kooperatif. "Kami malah dibawa langsung ke aset-asetnya. Misalnya, tanah di beberapa lokasi," ucap perwira menengah itu.

Anggota tim, ungkap dia, juga sudah diberi amanat khusus agar tidak memanfaatkan klarifikasi untuk kepentingan personal. "Protap (prosedur tetap, Red) kami jelas, klarifikasi aset secara tercatat. Jadi, tidak mungkin main mata," tegasnya.

Tim juga sudah mengontak beberapa pihak. Misalnya, perbankan. "Kami perlu keterangan pembanding. Jadi, tidak cukup hanya mendengar dari satu pihak," ujar sumber yang menolak namanya dikorankan tersebut.

Pengusutan asal dana yang masuk rekening perwira tinggi polisi itu juga mendapatkan atensi khusus dari Kapolri Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri. Menurut dia, pengusutan tersebut berkaitan dengan ada tidaknya pelanggaran atas tindak pidana umum maupun kejahatan pencucian uang. "Kalau ada pidananya, baru diproses. Itu juga oleh kepolisian,'' ujarnya. Selama prosesi syukuran HUT Ke-64 Bhayangkara di gedung PTIK kemarin, wajah Bambang segar.

Kapolri menjanjikan hasil penyelidikan tim internal Polri segera keluar. Rencananya, hasil tersebut disampaikan kepada publik pekan depan. "Saat ini masih bekerja, minggu depan kami umumkan," ucap orang nomor satu di korps Bhayangkara itu.

Dalam kesempatan itu, Kapolri mengakui masih ada kekurangan dalam pelayanan kepada masyarakatan oleh institusi yang dipimpinnya. ''Mohon maaf (Polri) belum bisa menjadi yang terbaik. Tetapi, terima kasih dan penghargaan atas kerja samanya," ujarnya saat memberikan sambutan.

Presiden SBY yang kemarin hadir dalam peringatan HUT Bhayangkara di gedung PTIK juga meminta Polri terus bekerja serius. "Jika ada anggota polisi yang melanggar hukum dan kode etik, tuntaskan dan selesaikan secara transparan. Jika terbukti bersalah, berikan sanksi. Tetapi, jika tidak terbukti bersalah, lindungi dan perbaiki namanya," tegas SBY.

Presiden mengakui tidak ada lembaga yang sempurna, termasuk Polri. Karena itu, SBY meminta polisi mengoreksi diri terlebih dahulu. "Saya sering dapat pengaduan dari masyarakat, termasuk masalah polisi. Misalnya, melalui SMS (pesan singkat lewat handphone, Red). Mereka seolah-olah meminta presiden mengambil alih proses hukum. Tetapi, aturannya tegas. Sebagai presiden, saya tidak boleh mengambil alih dan mengintervensi proses hukum,'' jelas SBY.

Dalam sambutannya, SBY juga meminta Polri tidak bersikap emosional dalam menanggapi banyak kritik yang dialamatkan kepada Korps Bhayangkara itu. SBY bahkan meminta Polri bersikap terbuka terhadap setiap kritik dengan melakukan koreksi diri ke dalam (internal) dan menjadikan kritik sebagai pemicu untuk membangun ke arah yang lebih baik.

''Menanggapi kritik, Polri agar tetap tenang, berpikir rasional, dan tidak emosional. Kritik itu saya nilai sebagian benar, dan ada yang tidak benar. Jangan gentar terhadap kritik dan kecaman karena saya sebagai presiden juga sering mendapat kecaman,'' ungkap SBY.

Tokoh kelahiran Pacitan itu menambahkan, Polri dapat meniru cara reformasi di tubuh TNI yang telah dilakukan sebelumnya. Caranya adalah dengan melakukan koreksi diri dan memberikan penjelasan kepada masyarakat terhadap ketidakjelasan yang ada dalam kritik tersebut. ''Langkahnya adalah lakukan koreksi dan evaluasi. Jika kritik tidak benar, berikan penjelasan dan sampaikan selengkapnya sama seperti TNI 10 tahun lalu. Semua harus lapang dada kalau dikritik. Lebih baik melihat kekurangan diri sendiri. Itu keharusan dari reformasi yang tengah berjalan,'' jelas SBY. (rdl/jpnn/c11/dwi)
Sumber: Jawa Pos, 7 Juli 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan