SBY Tak Singgung Korupsi Soeharto; Saat Bertemu Presiden Bank Dunia
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak menanyakan kasus Soeharto saat menerima kunjungan kehormatan Presiden Bank Dunia Robert B. Zoellick di Markas Besar PBB pada Selasa siang (hampir tengah malam WIB).
Presiden (SBY) tidak menanyakannya, kata Dubes RI untuk AS Sudjadnan Parnohadiningrat tentang mengapa kasus Soeharto tidak dibahas. Sudjadnan bersama Menko Kesra Aburizal Bakrie, Menseskab Sudi Silalahi, serta anggota penasihat presiden Emil Salim ikut mendampingi presiden saat bertemu Zoellick.
Pembahasan kedua pejabat, kata Sudjadnan, terfokus pada upaya penguatan kemampuan untuk menindak korupsi. Januari mendatang akan diadakan konvensi antikorupsi di Jakarta.
Dalam konvensi yang direncanakan diikuti pihak-pihak yang terlibat dalam pemberantasan korupsi itu, akan dibahas data-data Bank Dunia soal korupsi. Tak hanya data dari Indonesia, tapi juga negara-negara lain.
Sudjadnan menilai Bank Dunia bertujuan baik dalam melansir data-data Stolen Assets Recovery (StAR). Yakni, agar kemampuan Indonesia dalam mengembalikan aset-aset yang dicuri para pemimpin korup itu meningkat.
Seperti diberitakan, dalam daftar yang dirilis Bank Dunia pada 17 September lalu itu, mantan Presiden Soeharto menempati urutan teratas dalam jumlah aset yang diduga dicurinya. Selebihnya, para diktator lain berada di bawahnya, termasuk Marcos.
Dalam pertemuan dengan SBY itu, Bank Dunia mengharapkan Indonesia mendapatkan manfaat dari United Nations Convention of Anti Corruption (UNCAC) 2003. Yakni, kemampuan pengejaran, pembekuan, dan pengembalian aset. PBB akan mengirimkan tim ke Jakarta untuk kepentingan tersebut.
Terpisah, Menlu Nur Hassan Wirajuda menjawab alasan SBY tidak menanyakan kasus Soeharto secara spesifik. Dia menyebut, selama ini kita terlalu menekankan bahwa inisiatif Bank Dunia melansir STaR itu, sepertinya, Bank Dunia akan mengejar kasus korupsi kasus per kasus.
Menlu menyatakan sudah meminta perwakilan Bank Dunia di Jakarta untuk menjelaskan duduk perkara maksud inisiatif itu. Sebab, kalau tidak, itu akan menimbulkan harapan yang tidak realistis, jelas Menlu.
Dia menyatakan, Bank Dunia tidak bermaksud menyelesaikan kasus tersebut satu per satu. Tapi, lembaga itu akan meningkatkan kemampuan negara-negara berkembang, atas usahanya sendiri, mengembalikan aset-aset negara yang dicuri.
Selain itu, tambah Menlu, negara-negara maju yang menikmati manfaat atas dilarikannya aset-aset tersebut diharapkan untuk membantu. Sebab, ada negara yang tenang-tenang saja (menerima aset curian, Red), katanya.
Menlu tak menyebut negara itu, tapi saat ini Indonesia sedang bersitegang dengan Singapura soal ekstradisi para koruptor Indonesia di sana. (roy)
Laporan Rohman Budijanto, Dari New York, AS
Sumber: Jawa Pos, 27 September 2007