SBY, KPK, dan Governance
Kita anak-anak Bangsa tentu bersepakat bahwa good governance, Pemerintahan yang bersih dan bertanggungjawab adalah pondasi dasar yang mutlak harus kita miliki dalam konteks mensejahterahkan rakyat secara berkeadilan. Kebanggaan kita bangsa Indonesia, pasangan calon Presiden dan wakil Presiden SBY-Boediono telah secara tegas menjadikan good governance sebagai pilar dalam platform untuk membangun Indonesia 2009-2014, yaitu: menciptakan Pemerintahan yang Bersih dan Bertanggungjawab.
Kita tidak bisa membayangkan bagaimana penilaian masyarakat dunia, seandainya ketiga kandidat pasangan calon Presiden dan wakil Presiden tidak meletakkan good governance sebagai bagian dari platform mereka? SBY mengatakan tingkat korupsi Negara kita capaiannya masih jauh dari target yang hendak kita capai, masih harus banyak perbaikan disana sini meskipun tren capaiannya terus membaik.
Pernyataan SBY tentang KPK sangat menarik untuk dicermati. Polemik semakin gaduh ketika ketua BPKP meresponnya secara agak berlebihan. SBY mengatakan: Saya wanti-wanti benar power must not go uncheck. KPK ini sudah powerholder yang luar biasa. Pertanggungjawabannya hanya kepada Allah. Hati-hati. Dalam ilmu governance, sangat elegan ucapan ini di kemukakan oleh seorang Kepala Negara, tidak ada yang tidak tepat dalam pernyataan ini bahkan kalimat ini kaya dengan pesan agar KPK berjalan tetap dengan governance track, hati-hati jangan sampai melewati pagar praktik-praktik good governance. Presiden SBY sebagai kepala Negara ingin melakukan mekanisme check and balance antara KPK dan Presiden agar supaya penguatan KPK atas praktik-praktik good governance secara berkelanjutan. Jadi tidak tepat kalau pernyataan SBY tersebut diterjemahkan sebagai perintah untuk melakukan audit terhadap KPK.
Dalam konteks ilmu governance, kekuasaan harus dijaga keseimbangannya (balance of power). Kekuasaan tidak boleh sangat berlebihan karena berpotensi untuk mendistorsi penegakan keadilan dan kesejahteraan, pemanfaatan efisiensi dan efektifitas, serta daya saing dan pemberantasan korupsi. Dengan kata lain, apapun bentuk organisasinya, apabila kekuasaannya sangat besar maka organisasi tersebut cenderung untuk bertindak ke arah yang bad governance. Setiap organisasi harus ada mekanisme check and balance agar supaya kekuasaannya tidak berlebihan. Mekanisme check and balance tidak saja di lakukan dalam sistem internal organisasi tetapi juga dilakukan oleh institusi di luar organisasi itu sendiri. Untuk itu perlu ada instrumen pertanggungjawaban organisasi agar check and balance bisa berjalan secara efektif
KPK dan Governance
Prestasi KPK dalam pemberantasan korupsi selama ini cenderung terus membaik. Ketakutan akan adanya tebang pilih sudah terbantahkan dengan sudah banyak KPK menangkap dan menghukum beberapa Kepala Daerah, Pejabat, mantan Pejabat bahkan orang-orang dekat SBY sendiri termasuk beberapa anggota DPR. Strategi penggalian bukti dengan melakukan penyadapan telepon telah banyak membuahkan hasil, dan ini legal dilakukan karena ada dalam undang-undang. Beberapa anggota DPR sudah tertangkap dengan petunjuk melalui penyadapan telepon. Kita patut memberikan apresiasi kepada KPK atas kinerjanya ini.
Namun muncul kekhawatiran dari masyarakat atas potensi wewenang KPK yang begitu besar untuk melakukan penyadapan telepon. Bagaimana masyarakat mengetahui bahwa penyadapan telepon tidak disalahgunakan oleh oknum KPK? Apakah rahasia bisa terjaga sehingga tidak bocor ke masyarakat? Siapa yang bertanggungjawab seandainya informasi atas penyadapan tersebut bocor ke masyarakat? Apa kriteria seseorang akan dilakukan penyadapan teleponnya oleh KPK sehingga tidak timbul kegelisahan di masyarakat? Tentu semua pertanyaan ini spiritnya adalah ‘rasa sayang' masyarakat agar KPK terus-menerus melakukan penguatan atas praktik-praktik good governance secara terbuka dan akuntabel.
SBY sebagai kepala Negara tentu selalu mengamati kejadian-kejadian yang ada dalam masyarakat termasuk penilaian masyarakat atas KPK. Akhir-akhir ini adanya kekhawatiran masyarakat atas tindakan-tindakan penyadapan telepon telah membuat beberapa komponen bangsa menjadi gelisah dan mereka berbuat gaduh untuk memperlemah keberadaan KPK. Hal ini berbahaya bagi kelangsungan pemberantasan korupsi di Indonesia. Sebagai Pemimpin yang cerdas SBY memahami bahwa untuk menyejahterahkan rakyat Pemerintah membutuhkan KPK, Pemerintah harus memperkuat KPK untuk memberantas korupsi secara cepat dan bertanggungjawab. Menciptakan Pemerintahan yang bersih dan bertanggungjawab sebagaimana platform SBY-Boediono juga penting untuk bersinergi dengan KPK. Jadi, SBY tidak mungkin berkeinginan untuk memperlemah KPK. Pernyataan SBY atas KPK merupakan kepedulian beliau terhadap KPK agar secara konsisten menerapkan good governance dengan selalu menjunjung tinggi prinsip berkeadilan bagi masyarakat. Strategi penyadapan telepon oleh KPK harus terukur dan terstruktur, tidak boleh mencederai rasa keadilan bagi siapapun dan KPK harus dapat mempertanggungjawabkan atas tindakan tersebut.
Pembelaan SBY atas KPK untuk memberantas korupsi sudah sangat jelas dan terbuka. Penyelesaian undang-undang pengadilan tipikor oleh DPR terus didorong oleh SBY, bahkan dalam debat capres, SBY mengatakan apabila sampai dengan 30 September 2009 ini belum juga selesai maka akan mengeluarkan Perpu pengadilan Tipikor.
Ada sisi lain yang menarik tanggapan masyarakat atas pernyataan SBY. Begitu dominannya tanggapan negatip yang diberikan oleh para pengamat, politikus, dan tim sukses pasangan calon Presiden dan wakil Presiden. Apabila kita cermati, apakah pernyataan Presiden atau Kebijakan Pemerintah, tanggapan yang negatip cenderung mendapatkan ‘ruang' yang lebih baik di masyarakat. Hal ini memberikan indikasi bahwa masyarakat kita memiliki rasa ‘rendah diri-inferior", tidak yakin, kurang percaya diri sehingga sulit untuk mempercayai bahwa kita bisa. Sebagai akibatnya isu-isu negatip begitu cepatnya berkembang. Sebagai contoh ketika SBY menyatakan KPK untuk berhati-hati karena cenderung memiliki kekuasaan yang luar biasa sementara pertanggungjawabannya hanya kepada Allah.
Respon yang dominan berkembang adalah seakan-akan SBY berkeinginan untuk melemahkan tugas dan wewenang KPK. Jadi terindikasi bahwa kita tidak memiliki rasa keyakinan dan percaya diri untuk berbuat baik bagi penguatan governance KPK. Sebagai akibatnya energi anak-anak bangsa ini dihabiskan untuk membahas hal-hal yang kurang produktif. Akan lebih bijak jika kita membahas tentang mengapa SBY sampai mengeluarkan pernyataan tersebut? Apa dan bagaimana kontribusi kita untuk memperkuat praktek-praktek governance dan efektifitas kinerja KPK? Bagaimana KPK memberantas korupsi secara bertanggungjawab, terbuka dan berkeadilan? Dengan demikian tentu energi dan waktu kita dapat menghasilkan pada sesuatu yang konstruktif bagi kemajuan bangsa ini. Akhirnya penulis menyimpulkan bahwa KPK harus terus bekerja secara keras, profesional dan proporsional, SBY juga terus memberikan pencerahan kepada institusi Pemerintah dan Negara karena rakyat rindu akan kesejahteraan berkeadilan sebagaimana tertuang dalam platform SBY-Boediono. Bersama kita bisa, lanjutkan.
Akhmad Syakhroza, Ketua Dewan Pakar DPP Partai Demokrat
Tulisan ini disalin dari Jurnal Nasional, 30 Juni 2009