SBY: Kita Akan Bersihkan Korupsi

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membantah anggapan bahwa korupsi tengah merajalela. Dia mengatakan penegak hukum, pers, dan lembaga swadaya masyarakat terus memantau adanya pelanggaran hukum yang dilakukan pejabat baik di eksekutif, legislatif, maupun yudikatif di pusat dan daerah.

Gencarnya pengawalan pers dan LSM, SBY meyakini, membuat mereka yang selama ini bersembunyi dan berlindung di balik kekuasaan tidak ada lagi. Sedikitnya, kata dia, sudah ada 150 pejabat, seperti gubernur dan bupati, yang diproses. "Jika kita temukan, maka kita bersihkan kotoran itu," kata Presiden dalam wawancara khusus dengan salah satu radio swasta di Jakarta kemarin.

Yudhoyono mengakui sistem desentralisasi membuat pejabat daerah memiliki kekuasaan yang lebih kuat. Menurut dia, bukan sistem yang salah, melainkan yang menggunakan kekuasaan.

Mengenai kemungkinan dirinya ikut turun tangan dalam kemacetan di bidang hukum maupun bidang lainnya, SBY mengaku telah melakukannya. Dia menuturkan sering kali turun langsung ke lapangan bahkan saat menjadi menteri.

Namun Yudhoyono memastikan tidak akan sering turun ke lapangan. "Saya selektif, tidak mengobrak-abrik peran menteri, politikus, dan jaksa," katanya. "Jangan sampai mengganggu sistem dan mengurangi wibawa pejabat yang seharusnya menangani masalah itu."

Menanggapi pidato SBY ini, Koordinator Indonesia Corruption Watch Emerson Yuntho mengatakan tidak ada yang istimewa. Emerson mencontohkan kasus bekas Bendahara Umum Partai Demokrat M. Nazaruddin justru membuktikan korupsi masih merajalela, bahkan melibatkan kader partai Yudhoyono sendiri.

Menurut Emerson, beberapa hal yang bisa dilakukan SBY antara lain menegaskan bahwa pemeriksaan kasus korupsi tidak perlu lagi izin presiden, tidak mengistimewakan para koruptor dengan memberi sel khusus korupsi, serta tidak memberi pengurangan hukuman, bebas bersyarat, dan grasi kepada para koruptor.

"Jika tidak, korupsi masih akan merajalela kalau kebijakannya masih seperti ini," kata Emerson. EKO ARI WIBOWO | ALWAN RIDHA RAMDANI
Sumber: Koran Tempo, 5 Juli 2011

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan