SBY Jangan Lari Dari Tanggung Jawab!

Pernyataan Pers

- Penundaan penerimaan hasil dari Pansel Capim KPK dapat menyebabkan Proses Seleksi di DPR menjadi mundur dan akan terjadi kekosongan 1 pimpinan KPK -

Proses seleksi Calon Pimpinan (capim) KPK calon pengganti Busyro Muqodas yang sudah dimulai Agustus 2014 lalu akan segera berakhir pada Oktober ini.  Proses seleksi ini dilakukan oleh Tim Panitia Seleksi (Pansel) - yang dibentuk melalui Keputusan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono - diketuai Menteri Hukum dan HAM, Amir Syamsudin.

Dari enam kandidat yang mengikuti proses wawancara (Busyro Muqodas, Robby Arya Brata, Subagyo, I Wayan Sudirta, Jamin Ginting, Ahmad Taufik) Pansel Capim KPK telah mengantongi 2 (dua) nama calon yang akan disodorkan ke Presiden. Dari Presiden selanjutknya diserahkan ke DPR guna memilih pimpinan KPK pengganti Busyro Muqoddas.

Jika merujuk pada jadwal yang telah ditetapkan, pansel seharusnya menyerahkan kedua nama tersebut Senin, tanggal 13 Oktober 2014 kepada Presiden SBY. Namun niat tersebut urung dilakukan karena padatnya jadwal Presiden. Hingga saat ini belum ada kejelasan jadwal ulang Tim Pansel KPK dapat menyerahkan dua nama tersebut kepada SBY.

Muncul kesan SBY mulai lepas tanggung jawab dalam jabatannya sebagai Presiden. Padahal masa jabatan Presiden SBY hanya tinggal 5 hari lagi. Sisa masa jabatan yang hanya tinggal hitungan hari tersebut seharusnya menjadi pertimbangan Presiden SBY untuk merespon cepat hasil seleksi pansel Capim KPK.

Jika kepadatan jadwal yang dijadikan alasan Presiden SBY tentu menjadi alasan yang tak dapat dipertanggungjawabkan. Dan rasanya kurang logis jika melihat dipenghujung masa jabatannya ia malah mementingkan agenda yang sifatnya seremonial dan pribadi dibanding isu strategis seperti pemilihan capim KPK. Misalkan saja Acara Pisah Sambut Presiden lama dan baru dalam waktu dekat ini maupun Acara jumpa fans atau Kopi Darat (Kopdar) di Yogyakarta 16 Oktober nanti.  

Langkah Presiden SBY yang belum mau menerima hasil dari Pansel KPK pada akhirnya dapat menimbulkan kecurigaan publik. Muncul pertanyaan apakah memang dua nama Capim KPK yang diusulkan Pansel tak sesuai dengan keinginan Presiden SBY, sehingga terkesan ada upaya mengulur-ulur waktu atau enggan menerima hasilnya?

Tak hanya itu kecurigaan publik tersebut dapat bermuara pada pandangan Presiden SBY tak punya komitmen kuat dalam upaya pemberantasan korupsi. Mengapa demikian? Hal ini dikarenakan Presiden SBY terkesan tak konsisten dengan tindakan-tindakannya. Disatu sisi ia berkeras dibentuknya pansel capim KPK sebagai upaya menghindari KPK dari upaya pelemahan. Kekhawatiran yang timbul akibat kekosongan satu kursi pimpinan KPK menjadi potensial untuk melemahkan kerja KPK.

Apa yang dilakukan Presiden SBY akan melahirkan resiko yang cukup serius. Dengan berakhirnya masa jabatan Busyro Muqoddas 17 Desember 2014 nanti berarti –waktu yang tersisa dipastikan sangat pendek atau sekitar 2 (dua) bulan bagi pemerintah dan DPR untuk segera menetapkan satu nama pimpinan KPK pengganti Busyro Muqodas.

Langkah Presiden SBY yang menunda proses penyerahan nama capim KPK hanya akan mempersempit waktu pemilihan capim KPK di DPR. Hal ini amat beresiko karena belajar dari pengalaman sebelumnya proses pembahasan di DPR membutuhkan waktu tak sebentar. Alhasil pemilihan capim KPK dipastikan dapat melebihi tenggat waktu Desember 2014 ini. Dan pastinya ada kekosongan di pimpinan KPK, selama dua bulan atau bahkan lebih.

Hal ini bukan tanpa alasan. Berdasarkan Pasal 30 UU No 30 Tahun 2002 khususnya Ayat 9 hingga Ayat 14 pada intinya setelah hasil diserahkan kepada Presiden, maka selambatnya 4 bulan 3 minggu proses seleksi sudah harus diselesaikan baik di DPR maupun hingga proses penetapan. Pasal 30 Ayat 9-14 UU KPK  secara lengkap sebagai berikut:  
(9)         Panitia seleksi menentukan nama calon Pimpinan yang akan disampaikan kepada Presiden Republik Indonesia.
(10)      Paling lambat 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya daftar nama calon dari panitia seleksi, Presiden Republik Indonesia menyampaikan nama calon sebagaimana dimaksud pada ayat  (8) sebanyak 2  (dua) kali jumlah jabatan yang dibutuhkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
(11)       Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia wajib memilih dan menetapkan 5 (lima) calon yang dibutuhkan sebagaimana dimaksud pada ayat (9), dalam waktu paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya usul dari Presiden Republik Indonesia.
(12)       Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia wajib memilih dan menetapkan di antara calon sebagaimana dimaksud pada ayat (10), seorang Ketua sedangkan 4 (empat) calon anggota lainnya dengan sendirinya menjadi Wakil Ketua.
(13)      Calon terpilih disampaikan oleh pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia kepada Presiden Republik Indonesia paling lambat 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal berakhirnya pemilihan untuk disahkan oleh Presiden Republik Indonesia selaku Kepala Negara.
(14)      Presiden Republik Indonesia wajib menetapkan calon terpilih paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya surat pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.

Jika hal itu terjadi, bukan mustahil kekhawatiran banyak pihak menjadi kenyataan. Kerja KPK bisa terhambat karena kekurangan seorang komisionernya. Lebih jauh ini akan dapat dimanfaatkan koruptor untuk melakukan serangan balasan balik terhadap KPK. Pada akhirnya publik akan mengenang SBY sebagai presiden yang tidak punya komitmen dalam upaya pemberantasan korupsi dan menjadi bagian pelemahan terhadap KPK.

Oleh karena itu, Indonesia Corruption Watch mendesak SBY untuk tidak lari dari tangggung jawab dan segera menyelesaikan proses seleksi Capim KPK. Presiden SBY harus segera menerima 2 (dua) nama Capim KPK berdasarkan hasil Pansel yang dibentuk pemerintah dan mengajukan dua nama tersebut ke Dewan Perwakilan Rakyat.

Jakarta, 15 Oktober 2014
Indonesia Corruption Watch

 
Agus Sunaryanto
Wakil Koordinator Badan Pekerja
Hp 08128576873
 

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan