SBY Berkoalisi setelah 20 September [27/07/2004]
Calon presiden (capres) dari Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengaku telah membicarakan dan mengomunikasikan masalah koalisi dengan berbagai pihak untuk pemerintahan lima tahun mendatang. Namun, koalisi itu belum dapat diformalkan sebelum hasil pemilihan presiden putaran kedua 20 September 2004, diketahui.
Karena setelah tanggal 20 September itulah kita mengetahui kehendak rakyat. Ini merupakan sikap politik saya. Terlalu dini untuk bilang koalisi dengan siapa, tetapi peluang terbuka bagi siapa saja jika saya terpilih, kata SBY usai Silaturahmi Nasional Relawan Pro SBY di Hotel Cempaka, kemarin.
Sedangkan cawapres Jusuf Kalla membantah anggapan yang mengatakan pembicaraannya tentang koalisi dengan Ketua Umum Partai Golkar tidak konkret.
Justru saat itu, Akbar sendiri yang meminta agar secara konkret dibicarakan tanggal 26 September nanti. Namanya koalisi tentu ada yang memberi dan diberikan, tetapi bukan dagang sapi, tegas Kalla, Minggu (25/7), di Jakarta Selatan, usia pembuatan iklan ucapan terima kasih di kantor Hotline Advertising.
Menanggapi soal koalisi menjelang pemilihan presiden putaran kedua itu, pengamat hukum Satya Arinanto mengatakan capres dan cawapres terpilih sebaiknya mengedepankan koalisi program untuk membangun pemerintahan yang kuat dan efektif daripada koalisi partai politik yang cenderung mengedepankan kepentingan kelompok.
Ada tiga alternatif yang dapat dikoalisikan, yakni koalisi partai, koalisi program, atau kombinasi dari keduanya, kata pengamat hukum dan politik di Jakarta, kemarin.
Ia mengatakan, pemerintah mendatang hendaknya mementingkan kepentingan rakyat dalam rangka membangun pemerintahan yang kuat, efektif, bersih, dan berwibawa untuk mengatasi berbagai krisis multidimensi yang masih berkepanjangan. Salah satu bentuk koalisi program itu, menurut Satya, adalah dalam penyusunan kabinet bayangan.
Memang kita belum terbiasa dengan kabinet bayangan, tetapi masyarakat perlu tahu apa yang akan dilakukan calon presiden dan wakil presidennya jika terpilih nanti, katanya.
Sedangkan pengamat politik Maswadi Rauf mengatakan koalisi yang efektif adalah koalisi jangka panjang, yakni koalisi partai-partai politik dalam rangka menghasilkan satu pasangan capres dan cawapres dalam pemilu.
''Dengan demikian akan muncul koalisi partai pemerintah dan koalisi partai oposisi, sehingga tidak terjadi lagi seorang presiden harus bersaing dengan wapres atau menterinya yang menjadi capres dalam pemilu seperti sekarang ini,'' kata pengamat politik dari UI Maswadi Rauf di Jakarta, kemarin.
Sedangkan fungsionaris Partai Golkar Ferry Mursyidan Baldan mengatakan Partai Golkar dalam menentukan pilihan koalisinya didasarkan pada pertimbangan apakah yang mengajak berkoalisi itu membutuhkan Partai Golkar atau tidak.
Partai Golkar tentu tidak akan memaksa parpol tertentu atau capres/cawapres untuk berkoalisi dengan Partai Golkar. Tapi dari dua kandidat yang akan bertarung pada putaran kedua pilpres, capres dari PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri cenderung lebih terbuka dalam membangun koalisi, tegas Ferry. (Nur/Hil/Ant/P-3)
sumber;Media Indonesia, 27 Juli 2004