Satu Anggota DPR Langgar Etika

Irma Hutabarat memenuhi undangan.

Ketua Badan Kehormatan DPR Slamet Effendy Yusuf mengatakan, seorang anggota DPR dipastikan melanggar kode etik dalam kasus dugaan percaloan dana bantuan untuk daerah korban bencana alam. Dia memberi fasilitas kepada stafnya, katanya di gedung MPR/DPR, Jakarta, kemarin.

Ia menjelaskan, anggota DPR dari Komisi Perhubungan itu mengizinkan stafnya menggunakan logo DPR di kartu namanya. Akibatnya, staf itu mengaku sebagai anggota DPR untuk memperlancar urusan anggaran dana bencana alam.

Slamet menolak menyebutkan inisial dan partai anggota DPR tadi. Nggak bisa kami umumkan sekarang, ujar politikus Partai Golkar itu.

Menurut sumber Tempo di Badan Kehormatan, anggota DPR itu adalah Mudahir dari Fraksi PDI Perjuangan dan stafnya, Mustakim.

Namun, Mudahir mengaku tak ambil pusing soal penyalahgunaan logo DPR. Apa bedanya dengan logo yang dijual koperasi? tuturnya. (Di jalur) three in one, sopir-sopir (anggota) DPR juga lolos, katanya.

Itu sebabnya, ia menilai alasan Badan Kehormatan hanya dicari-cari. Mestinya Darus Agap yang menyebarkan berita bohong (yang melanggar etika), ujar Mudahir.

Ia menganggap Mustakim banyak membantu membereskan persoalan teknis, seperti proposal dari para bupati. Mustakim disebutnya sebagai, Anak muda yang mau maju dan mau diarahkan.

Wakil Ketua Badan Kehormatan dari PDIP, Gayus Lumbuun, mengatakan, pelanggaran etika yang dilakukan tak terkait dengan tindak pidana. Belum ada kerugian negara, ujarnya. Tapi DPR terus menyelidiki kemungkinan mengarah pada tindak pidana.

Dugaan percaloan dana bantuan untuk daerah bencana dimunculkan oleh Mohammad Darus Agap dalam Sidang Paripurna DPR, 29 Agustus. Ia menyerahkan dokumen berjudul Rekapitulasi Dana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Korban Bencana Departemen Pekerjaan Umum Tahun 2005 berisi alokasi dana 174 kabupaten Rp 609 miliar, beserta sederet nama koordinator. Nama-nama itulah yang dimintai keterangan Badan Kehormatan.

Anggota DPR yang pernah diperiksa badan itu adalah Darus Agap (PBB), Mudahir, Anwar Fatta, Emir Moeis, Aria Bima (PDIP), Tamsil Linrung (PKS), Toto Daryanto (PAN), dan Ali Yahya (Golkar); sedangkan saksi bukan anggota DPR, seperti Irma Hutabarat, Andi Mustakim, Setyanto Nugroho (staf Sekretariat Panitia Anggaran).

Kemarin, Badan Kehormatan meminta keterangan aktivis lembaga swadaya masyarakat, Irma Hutabarat, dan Darus Agap. Sebelumnya, Irma diundang pada 26 dan 29 September tapi tak hadir karena belum siap.

Irma mengelak dituduh sebagai calo dan mengetahui sisa dana bencana. Saya hanya memperjuangkan daerah saya (Kabupaten Tapanuli Utara), ujarnya. Ketika ditanya kesiapan diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi, ia menjawab, Apakah sudah benar-benar ada percaloan?

Menurut Tiurlan Basaria Hutagaol, Wakil Ketua Badan Kehormatan dari Fraksi Partai Damai Sejahtera, Irma bersaksi percaloan terjadi di hampir semua lembaga, termasuk DPR. Tapi (calonya) bukan teman-teman saya, kata Tiurlan menirukan Irma.

Agap mengaku dihubungi rekan sedaerahnya, Sulawesi Selatan, berinisal N sehari sebelum Sidang Paripurna DPR, 29 Agustus. Menurut N, yang anggota Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) Sulawesi Selatan, seorang anggota DPR menjanjikan komisi 7 persen dari nilai proyek bencana alam Rp 28 miliar, jika berhasil menggolkan anggaran.

Pengusaha itulah penghubung kepala daerah dengan AF, anggota DPR yang juga anggota Gapensi. Menurut Slamet, N mengaku tak pernah mendapat komisi itu. YOPHIANDI | RENGGA DAMAYANTI

Sumber: Koran Tempo, 19 Oktober 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan