Satgas Usulkan Audit Prosedur Cegah-Tangkal
Anggota Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum, Mas Achmad Santosa, mengusulkan ada audit keamanan prosedur cegah-tangkal. Pentingnya audit ini, kata dia, karena terlalu sering rencana pencekalan terhadap seseorang bocor sebelum diberlakukan. "Sudah saatnya, karena ini sangat rahasia, proses cegah-tangkal harus steril," ujar Mas Achmad kemarin.
Perginya Muhammad Nazaruddin ke Singapura pada 23 Mei lalu diduga bagian dari bocornya rencana pencekalan. Bekas Bendahara Umum Partai Demokrat itu terbang ke Negeri Singa bersama istrinya, Neneng Sri Wahyuni, hanya berselisih sehari dari permintaan cegah-tangkal oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
Mas Achmad mencontohkan, kasus serupa terjadi pada Komisaris PT Sarana Rekatama Dinamika, Hartono Tanoesoedibjo. Dia ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus Sistem Administrasi Badan Hukum di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia pada 24 Juni 2010. Namun Hartono justru terbang ke Taiwan pada diniharinya.
Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch, Febri Diansyah, mengungkapkan ada fenomena sakit menjadi jurus menghindari proses hukum. Contohnya adalah Nazaruddin, yang mangkir dari panggilan KPK lantaran sakit dan sedang berobat di Singapura.
"Anehnya, tidak ada surat sakit yang dilayangkan ke KPK," ujar Febri. Menurut dia, harus ada pencegahan lebih awal terhadap mereka yang diduga terlibat dalam perkara korupsi agar tak bepergian ke luar negeri. "Yang kabur sudah banyak, masak mau dibiarkan lagi?" kata dia.
KPK hari ini menjadwalkan memeriksa Nazaruddin terkait dengan kasus dugaan suap proyek wisma atlet SEA Games di Palembang. Menurut juru bicara KPK, Johan Budi S.P., surat panggilan sudah dikirim ke rumah Nazaruddin pada Rabu pekan lalu. "Surat juga dikirim ke Sekretariat DPR dan ke rumah Nazaruddin," ujar Johan.
Pada Jumat pekan lalu, KPK menjadwalkan pemeriksaan Nazaruddin bersama istrinya dalam kasus berbeda. Nazaruddin akan dikorek terkait dengan kasus proyek di Kementerian Pendidikan Nasional senilai Rp 142 miliar pada 2007. Sedangkan Neneng dipanggil selaku saksi dalam perkara proyek di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada 2008. Keduanya mangkir. "Kami akan panggil untuk kedua kalinya," kata Johan tanpa menyebutkan kapan surat panggilan itu dikirim. RUSMAN PARAQBUEQ | MARTHA THERTINA | ISMA SAVITRI | DIANING SARI | SUKMA
Sumber: Koran Tempo, 13 Juni 2011