Satgas Siap Jemput Nazaruddin

Demokrat Merasa Dipermalukan

Satgas Pemberantasan Mafia Hukum siap menjemput mantan bendahara umum Partai Demokrat M Nazaruddin di Singapura jika diminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Sekretaris Satgas Pemberantasan Mafia Hukum, Denny Indrayana mengatakan, pihaknya akan melakukan segala upaya untuk membantu KPK, termasuk menjemput Nazaruddin yang mangkir dari panggilan KPK. Namun dia menegaskan bahwa KPK tetap berada di barisan terdepan dalam mengusut kasus suap Sesmenpora dan kasus lain yang diduga melibatkan Nazaruddin.

”Jika KPK mengundang, kami tentu akan mengupayakan (menjemput). Tapi sekarang kami menghormati upaya KPK. KPK tetap di depan karena lebih punya power dalam penyidikan dan penuntutan. Kami berkoordinasi dengan KPK, sambil melihat kemungkinan (penjemputan) itu. Kalau ada informasi, kami tetap sampaikan (ke KPK),” jelas Denny dalam Polemik ”Koruptor Ngeloyor, Negara Tekor” yang diselenggarakan Trijaya FM di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (11/6).

Menurutnya, kasus Nazaruddin agak beda dari kasus Gayus Tambunan. Dalam kasus Gayus, yang dijemput Satgas di Singapura, sejak awal Satgas menanganinya. Adapun kasus Nazaruddin dan Nunun sejak awal ditangani KPK.

Denny mengakui pihaknya berhati-hati dalam menyikapi kasus Nazaruddin. Sebab, bila ikut masuk dalam kasus itu, dikhawatirkan kontraproduktif. Hal itu berkaitan dengan posisi Satgas yang dibentuk oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang juga ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, tempat Nazaruddin menjadi salah satu kadernya.
”Kontraproduktif karena rentan dianggap terjadi conflict of interest (konflik kepentingan). Kami siap membantu, tapi harus tetap hati-hati,” katanya.

Menanggapi hal itu, KPK menyatakan belum akan meminta bantuan Satgas untuk mendatangkan Nazaruddin. KPK masih melakukan sejumlah langkah untuk memulangkannya.
”Kami belum akan meminta bantuan Satgas, karena masih ada prosedur dan tahapan-tahapan yang akan dilakukan terkait dengan pemanggilan Nazaruddin,” kata Juru Bicara KPK Johan Budi, Sabtu.
Menurut dia, KPK masih melihat situasi dan kondisi ke depan. Satgas akan dimintai bantuan bila Nazaruddin benar-benar tidak bisa menghadiri pemeriksaan.

”Tidak tertutup kemungkinan KPK berkoordinasi dengan Satgas apabila Nazaruddin tidak mau hadir dalam pemeriksaan,” tuturnya.
Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat, Ahmad Mubarok, mengatakan, tindakan Nazaruddin yang mangkir dari panggilan KPK menampar wajah partainya. Ia membantah Partai Demokrat melindungi Nazaruddin. Bahkan ia menilai koleganya itu tak perlu dibela lagi.

”Biasa kan, dipanggil sekali tidak hadir, (kalau) dipanggil kedua, ketiga (tidak hadir), dipanggil paksa. Kami tidak mau melindungi (Nazaruddin). Dia hanya mempersulit, tidak akan dibela,” kata Mubarok.
Menurut dia, tindakan Nazaruddin telah mempermalukan Partai Demokrat. Karena itu Mubarok mengimbau Nazaruddin agar segera memenuhi panggilan KPK.

”Masalah harus dihadapi, jangan ditinggal,” kata Mubarok.
Seperti diketahui, KPK menjadwalkan untuk meminta keterangan Nazaruddin dan istrinya, Neneng Sri Wahyuni, dalam dua kasus yang berbeda pada Jumat (10/6). Nazaruddin dimintai keterangan terkait kasus dugaan korupsi pengadaan dan revitalisasi sarana dan prasana di Ditjen PMPTK Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) tahun 2007, sedangkan istrinya dalam kasus dugaan korupsi pengadaan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) pada 2008. Keduanya kompak mangkir.

Akal-akalan
Partai Demokrat (PD) harus bertanggung jawab terhadap sikap Nazaruddin yang tidak mau memenuhi panggilan KPK dengan alasan masih sakit jantung di Singapura. Hal itu terkait dengan pemberian izin berobat Nazaruddin oleh Fraksi PD DPR.

”Padahal bila partai konsisten untuk mendorong KPK menuntaskan kasus yang membelit Nazaruddin, maka dekatkan saja Nazaruddin dengan penegak hukum kita. Kan cepat clear urusannya,” kata aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yunto di sela-sela diskusi di Warung Daun, kemarin.
Menurutnya, seharusnya izin itu tak mudah saja diberikan, mengingat di Indonesia banyak dokter spesialis penyakit jantung.

”Kita juga punya rumah sakit jantung yang lengkap seperti RS Harapan Kita, juga punya Yayasan Jantung Indonesia yang seharusnya bisa menjadi tempat rujukan untuk berobat. Memberikan izin berobat ke Singapura pertanda Demokrat memang tak serius menuntaskan kasus yang membelit kadernya itu,” tandasnya.

Emerson menilai alasan berobat ke Singapura hanya akal-akalan PD dan Nazaruddin untuk kabur dari kejaran penegak hukum. Tugas PD yang mendesak adalah membantu memulangkan Nazaruddin dengan serius serta mengatakan kepada publik secara tegas, kapan Nazaruddin kembali ke Indonesia.
”Jangan lagi petinggi PD memberi argumen menunggu Nazaruddin sembuh total. Sebab, alasan sakit itu bisa dibuat-buat,ì ujarnya.

Penilaian yang sama diutarakan Ketua Badan Pengurus Setara Institute Hendardi. Menurutnya, janji  kehadiran Nazaruddin untuk memenuhi panggilan KPK cuma isapan jempol belaka. Sikap itu diduga mendapat dukungan dari Partai Demokrat.
”Pilihan Nazar diduga mendapat dukungan PD, yang secara sengaja memproteksi Nazar dan tidak sungguh-sungguh menuntaskan masalah ini,” kata Hendardi.

Hendardi juga menganggap janggal panggilan KPK kepada Nazaruddin terkait kasus di Kemendiknas. KPK dianggap memilih kasus itu karena mengandung risiko kecil yang tidak melilit para aktor politik.
”Ini lanjutan dari skenario buying time untuk membuat publik lupa pada kasus Sesmenpora,” ujarnya.
Mantan Wapres Jusuf Kalla menganggap Nazaruddin memilih bersembunyi di Singapura karena takut ditangkap KPK. JK curiga ketakutan Nazaruddin itu karena ada sesuatu.

”Dia ke Singapura karena takut (ditangkap). Kalau takut, berarti ada masalah. Kalau tidak takut, kenapa dia pergi,” ujar JK usai meresmikan Markas PMI di Makassar, kemarin.
Sementara itu, keberadaan Nazaruddin di Singapura kian misterius. Belakangan rekan-rekannya di Fraksi Demokrat juga tidak tahu keberadaannya dan tidak bisa mengontak politikus berusia 33 tahun itu. (F4,dtc,ant-59)
Sumber: Suara Merdeka, 12 Juni 2011

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan