Satgas Pemberantasan Mafia Hukum Cegah Pengunduran Diri Irjen Pol Herman Effendi

PPATK Tolak Beber Rekening Jenderal Polisi

Satgas Pemberantasan Mafia Hukum berupaya mencegah pengunduran diri Irjen Pol Herman Effendi. Saat ini lembaga yang diketuai Kuntoro Mangkusubroto itu juga berupaya mendamaikan perselisihan antara Denny Indrayana dan Herman yang menyebabkan wakil Polri di satgas tersebut mengundurkan diri.

''Pak Kuntoro lebih cenderung mempertahankan Pak Herman. Saya belum bertemu dengan Pak Herman, tapi (dengan) Pak Kuntoro sudah,'' kata anggota Satgas Yunus Husein di sela diskusi wartawan tentang RUU Pemberantasan Pencucian Uang di Bogor kemarin (31/7).

Yunus yang juga menjadi ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) itu mengakui adanya perbedaan pendapat dan perselisihan di antara anggota satgas. Hal itu terjadi dalam rapat yang membahas laporan rekening bermasalah di Polri. Ketika itu, Herman berupaya mencegah satgas menyebut nama, sementara Denny bersikeras menyebut nama.

Karena itu, seluruh anggota satgas kini tengah berupaya menyelesaikan permasalahan yang menjadi pokok perbedaan pendapat antara Denny dan Herman. ''Rencananya, besok (hari ini, Red) pukul 16.00 akan ada keterangan pers. Mudah-mudahan kami bisa selesaikan. Berikanlah kami waktu untuk bekerja,'' katanya.

PPATK kini juga tengah mengklarifikasi ulang terhadap berkas rekening gendut perwira Polri. Itu dilakukan lantaran Mabes Polri telah mengirimkan kembali belasan rekening ke PPATK untuk dianalisis. ''Kapolri juga sudah mengundang kami untuk klarifikasi lagi,'' ujar Yunus.

Meski demikian, Yunus tidak bersedia mengungkapkan hasil klarifikasi tersebut. Sebab, PPATK tidak berwenang mengungkapkan hasil analisis rekening mencurigakan yang dibuatnya. ''Bukan kewenangan kami untuk menjawab. Kewenangan itu ada di kejaksaan dan kepolisian,'' tuturnya.

Yunus berharap, Polri mampu menyelesaikan masalah tersebut secara transparan dan mendahulukan kepentingan masyarakat di atas kepentingan korps. ''Masih banyak lembaga yang lebih mementingkan korps daripada kebenaran,'' katanya.

RUU PPATK
Sementara itu pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) tidak akan lagi bergantung kepada Polri dan Kejaksaan Agung untuk menindaklanjuti hasil analisis transaksi keuangan yang mencurigakan. Sebab, RUU PPATK yang kini tengah dibahas DPR menyebutkan ada empat lembaga yang berwenang dalam menyidik transaksi mencurigakan.

''Kalau dulu hasil analisis rekening mencurigakan hanya bisa ditindaklanjuti Polri dan Kejaksaan Agung, kini bisa ditindaklanjuti oleh empat lembaga. Yaitu, KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), Polri, Kejaksaan Agung, dan BNN (Badan Narkotika Nasional),'' ujar Ketua PPATK Yunus Husein dalam diskusi di Bogor, Jawa Barat, kemarin (31/7).

Laporan PPATK berisi hasil analisis transaksi keuangan yang mencurigakan. Transaksi tersebut diselidiki PPATK berdasar laporan dari penyelenggara jasa keuangan. Dalam UU PPATK saat ini disebutkan bahwa lembaga pencegah tindak pencucian uang itu hanya bisa memberikan laporan ke Polri dan Kejagung.

Yunus menuturkan, pasal 79 dalam RUU PPATK yang sedang dibahas DPR juga tidak menutup kemungkinan bagi Ditjen Bea dan Cukai serta Ditjen Pajak untuk meminta laporan dari PPATK. ''Tentu kalau membutuhkan analisis terhadap transaksi keuangan yang mencurigakan, mereka bisa meminta ke kami,'' terangnya.

Meski begitu, Yunus mengatakan kecewa atas sejumlah kewenangan yang sepatutnya dimiliki PPATK dipangkas DPR. Misalnya, kewenangan memanggil pemilik rekening mencurigakan dan kewenangan memblokir rekening yang mencurigakan. DPR menghendaki PPATK meminta bantuan Polri bila hendak memblokir rekening. ''Kami seperti melawan angin,'' keluh Yunus.

Banyaknya lembaga yang kini bisa mengakses laporan PPATK diharapkan mampu meningkatkan efektivitas laporan tersebut. Sesuai dengan penelitian Transparency International Indonesia (TII), selama ini hanya delapan persen hasil analisis PPATK yang ditindaklanjuti. ''Sebanyak 92 persen didiamkan. Padahal, dari keseluruhan hasil analisis PPATK, sekitar 42 persen berhubungan dengan korupsi,'' tutur Deputi Sekjen TII Rezki Wibowo.

Menurut Rezki, tahun lalu PPATK menemukan 2.442 transaksi keuangan yang mencurigakan. Sebanyak 1.030 transaksi di antaranya diduga berkaitan dengan tindak pidana korupsi. Laporan tersebut telah disampaikan ke Polri dan Kejagung, namun mayoritas tidak ditindaklanjuti.

''PPATK akan bisa berfungsi maksimal kalau kewenangannya diperluas dengan penyelidikan atau pembekuan aset. Kalau tidak, PPATK tidak berbeda dengan bank-bank yang ada sekarang,'' ujar Rezki.

Dia mencontohkan, kasus rekening gendut milik perwira Polri yang bersumber dari hasil analisis PPATK. Hasil analisis tersebut diberikan kepada polisi, namun tidak ditindaklanjuti. ''Polisi bilang semua rekening itu wajar, sementara PPATK yang punya data tidak punya mandat untuk menyelidiki,'' katanya. (owi/c4/dwi)

Perlu Damaikan Satgas-Polri
Pada bagian lain, sikap Mabes Polri yang terkesan ''menantang'' Denny Indrayana, anggota Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Mafia Hukum, mendapat dukungan. Bahkan, posisi satgas terpojok. Sebab, sejumlah anggota Komisi III (bidang hukum dan kepolisian) DPR mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) segera membubarkan satgas karena dianggap mengganggu hubungan antarlembaga penegak hukum.

''Kewenangannya rancu sekali dan cenderung mengganggu kewenangan lembaga lain. Kita lihat sampai saat ini belum ada satu pun langkah satgas yang konkret,'' ujar anggota Komisi III Bambang Soesatyo kemarin (31/7). Saat itu Bambang ditemani Ahmad Yani dari PPP dan Syarifudin Suding dari Partai Hanura.

Menurut Bambang, polemik antara Polri dan satgas adalah puncak gunung es ketidakharmonisan antara satgas dan lembaga-lembaga hukum lain. ''Kalau ditanyakan kepada lembaga lain, barangkali mereka juga punya kekesalan yang sama dengan Polri. Satgas, terutama Denny, terkesan hanya mencari sensasi di media,'' kata politikus dari Partai Golkar tersebut.

Secara khusus Bambang menjuluki Denny sebagai jenderal bintang enam. ''Dia layak disebut jenderal bintang enam karena seolah-olah selalu datang sebagai pahlawan,'' sindirnya.

Sebelumnya, Jumat lalu (30/7) Kadiv Humas Polri Irjen Edward Aritonang meminta Denny Indrayana datang ke Mabes Polri untuk duduk bersama dalam membicarakan perkembangan penyelidikan rekening perwira. Polri menilai pernyataan Denny soal adanya mafia hukum dalam pengusutan rekening tidak berdasar data.

Menurut Bambang, jika dibiarkan, konflik yang sama bisa berulang. ''Kami menilai ada kepentingan pribadi yang dominan dalam satgas. Jadi, sangat tidak sehat antara satu dengan yang lain,'' ujarnya.

Dia mencontohkan, sebelum muncul ketegangan antara Polri dan satgas, pernah mencuat polemik tentang posisi Darmono, wakil jaksa agung yang menjadi bagian dari satgas. ''Itu membuktikan bahwa secara internal memang ada masalah,'' katanya.

Bambang juga menyoroti tebang pilih tindak lanjut laporan masyarakat. ''Ada kasus-kasus dan laporan tentang mafia tambang di Kalimantan yang selama ini tidak disentuh satgas. Ada apa? Kepentingan siapa yang dilindungi?'' tuturnya.

Ahmad Yani dari PPP mengusulkan agar SBY mengevaluasi kinerja anggota satgas. ''Ini demi nama baik dan kewibawaan presiden,'' kata politikus yang pernah dihardik penyidik Polri saat menjenguk Komjen Susno Duadji itu.

Dia juga meminta Polri tidak reaksioner. ''Karena itu, daripada menanggapi satgas secara berlebihan, alangkah bijak jika Kapolri bersedia menjelaskan ulang soal rekening di depan DPR. Kemarin sudah kami minta datang, tetapi tak hadir,'' ujar Yani.

Suding dari Partai Hanura mengamini pernyataan dua rekannya. ''Lama-kelamaan satgas bisa melebihi penegak hukum formal yang sudah ada. Agar sistem hukum kita tak kacau, lebih arif kalau SBY segera membubarkannya,'' sarannya.

Secara terpisah, pengamat politik dari Lembaga Survei Indonesia Burhanuddin Muhtadi menilai, jika konflik dibiarkan, citra SBY dalam penegakan hukum akan melorot. Pakar survei politik jebolan Australia National University itu menilai langkah cepat untuk mendamaikan dua lembaga tersebut bisa dilakukan SBY. ''Bisa dipertemukan di istana atau tempat lain yang lebih netral,'' katanya.

Burhan menilai esensi konflik adalah polemik soal pengusutan rekening yang berlarut-larut. ''Tetapi, seperti ada pihak-pihak yang memanfaatkan untuk kepentingan tertentu,'' ujarnya.

Pada Kamis lalu (29/7) Denny mengirimkan sejumlah pesan singkat kepada wartawan di Jakarta. Isi lengkap pesan itu berbunyi: Terkait masalah dugaan praktik mafia hukum dalam kepemilikan rekening di kepolisian, yang sering disebut rekening gendut perwira polri, Presiden SBY telah memanggil dan meminta penjelasan dari Kapolri pada Sabtu lalu (24/7). Presiden memerintahkan agar kepolisian kembali memperjelas, mempertegas keterangan terkait masalah rekening tersebut kepada publik. Dipahami bahwa penjelasan yang diberikan kepolisian sebelumnya masih mengundang pertanyaan. Presiden menegaskan adalah sangat penting kepolisian menuntaskan masalah ini, agar masyarakat tidak kehilangan kepercayaan kepada kepolisian. Bagaimanapun tanpa kepercayaan masyarakat, kerja-kerja kepolisian akan banyak yang terkendala. Salam hormat, Denny Indrayana, staf khusus presiden bidang hukum, HAM, dan pemberantasan KKN - Sekretaris Satgas Pemberantasan Mafia Hukum.

Polri, agaknya, terusik dengan pesan itu karena seolah-olah ada mafia hukum dalam penyelidikan rekening. Polri meminta Denny membuktikannya.

Secara kebetulan, wakil Polri dalam satgas Irjen Herman Effendi mengajukan surat pengunduran diri. Itu semakin memperuncing silang pendapat antara Denny dan Polri.

Sebelum kasus itu, Denny juga tersinggung karena disebut Kabidpenum Mabes Polri Kombes Marwoto Soeto bahwa dirinya hadir dalam pembubaran tim independen yang ditugasi Kapolri mengusut kasus Gayus Tambunan. Padahal, menurut Denny, dirinya sama sekali tidak tahu.

Saat dihubungi kemarin, Irjen Edward Aritonang menolak berkomentar soal Denny. ''Saya tidak mau komentar lagi. Yang kemarin (Jumat lalu) itu sudah cukup,'' katanya.

Denny sehari kema­rin juga be­lum bisa dikonfirmasi. P­onselnya tidak diaktifkan. Dia sulit dikon­tak se­jak Ju­mat setelah Edward me­nyam­paikan per­nyataan di media. Pagi ini lang­kah mediasi akan dilakukan Polri dan satgas. So­re­nya, satgas akan menyam­paikan sikap resmi kepa­da media. Saat dikonfirmasi, anggota satgas Mas Achmad Santosa minta agar sikap resmi satgas ditunggu. (owi/rdl/c2/c4/dwi/agm)
Sumber: Jawa Pos, 1 Agustus 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan