Satgas Benahi Penjara

Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum saat ini mengupayakan perbaikan sistem pengawasan rumah tahanan di mana pun. Hal itu dilakukan agar kasus Gayus HP Tambunan yang keluar-masuk Rutan Markas Komando Brimob tidak terulang lagi.

Hal itu dikemukakan Ketua Satgas Pemberantasan Mafia Hukum Kuntoro Mangkusubroto, yang juga Kepala Unit Kerja Presiden untuk Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan, seusai mengikuti rapat koordinasi mengenai penanganan bencana di Istana Wapres, Jakarta, Jumat (19/11).

Ditanya seperti apa perbaikan sistem pengawasan rutan tersebut, Kuntoro mengatakan, hal itu masih harus dimatangkan.

Masalahnya, transparansi manajemen pemenjaraan dan sistem pengawasan rutan ataupun lembaga pemasyarakatan dinilai memprihatinkan dan cenderung lepas kontrol.

”Pengawasan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia terhadap rumah tahanan yang ada di kepolisian atau kejaksaan rendah dan cenderung lepas kontrol,” kata Indriyanto Seno Adji, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Krisnadwipayana, Jakarta.

Ia mengatakan, fungsi koordinasi dan pengawasan terhadap rutan yang ada di kepolisian dan kejaksaan masih lemah. Akibatnya, secara administratif, pertanggungjawaban pengelolaan rutan menjadi kurang jelas. ”Kalau secara administratif pertanggungjawaban tidak jelas, dampaknya mudah terjadi kasus-kasus, seperti Gayus yang keluar dari tahanan,” kata Indriyanto.

Oleh karena itu, menurut Indriyanto, rutan-rutan yang ada di kejaksaan atau kepolisian seharusnya memiliki sistem pengawasan yang terintegrasi dengan Kementerian Hukum dan HAM sehingga mekanisme pertanggungjawaban pun menjadi jelas.

Hal sama diungkapkan Petrus Bala Pattyona, praktisi hukum. Menurut Petrus, rutan yang berada di kejaksaan ataupun kepolisian sebenarnya berada di bawah koordinasi Kementerian Hukum dan HAM. ”Misalnya, rutan di Kejaksaan Agung, sebenarnya cabang dari Rutan Salemba atau Cipinang,” katanya.

Akan tetapi, menurut Petrus, penempatan rutan cabang di Kejaksaan Agung itu sebenarnya menyalahi prosedur. Rutan cabang itu sebenarnya ditentukan berdasarkan wilayah. Misalnya, rutan di kecamatan merupakan cabang dari rutan induk yang berada di sebuah kabupaten.

Dengan adanya rutan-rutan cabang itu, menurut Petrus, pengawasan menjadi lemah. Petrus menilai manajemen pemenjaraan, baik di rutan maupun LP, tidak transparan. Akibatnya, lanjut Petrus, seorang tahanan, khususnya yang memiliki uang, bisa mencari sendiri kemudahan-kemudahan di rutan dan LP.

”Manajemen pemenjaraan perlu dilihat dari hulu. Orang terlalu mudah ditahan karena kewenangan penahanan oleh penyidik yang tidak terkontrol dan tidak akuntabel,” kata Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Nurkholis Hidayat secara terpisah. (FER/HAR)
Sumber: Kompas, 20 November 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan