Satgas Antimafia Jangan untuk Cari Popularitas
Gebrakan Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum yang menemukan berbagai fakta mencengangkan dalam inspeksi mendadak ke Rumah Tahanan Pondok Bambu, Jakarta, diharapkan tidak sekadar untuk popularitas. Dasar pembentukannya berupa keputusan presiden juga membuat keefektifan langkah Satgas ini diragukan dapat optimal.
Demikian diutarakan anggota Komisi III DPR, T Gayus Lumbuun, dan Direktur Eksekutif Human Rights Working Group Rafendi Djamin di Jakarta, secara terpisah, Senin (11/1). Satgas Antimafia Hukum, yang dipimpin Kuntoro Mangkusubroto itu, dibentuk dengan keppres.
Rafendi mengatakan, inspeksi mendadak (sidak) Satgas Antimafia Hukum jangan sampai hanya untuk menciptakan citra tanpa menyentuh permasalahan sebenarnya. Sidak yang menemukan kondisi riil Artalyta Suryani dan Limarita (Aling), terpidana dalam kasus penyuapan dan narkotika, adalah hal jitu untuk pencitraan. Namun, ia melihat gegap gempita sidak yang diliput media cenderung hanya untuk mencari popularitas sesaat.
”Hentikan cara-cara infotainment dalam penegakan hukum,” kata Rafendi lagi.
Gayus memuji langkah Satgas yang melakukan sidak. Pembentukan Satgas bisa dilihat sebagai niat baik dari pemerintah. Namun, Satgas akan sulit bekerja secara optimal karena dasar hukumnya adalah keppres. Akibatnya, Satgas tidak bisa memasuki wilayah lembaga independen karena dasar hukumnya berada di wilayah eksekutif.
Kinerja aparatur
Gayus menyarankan, dasar hukum pembentukan Satgas Antimafia Hukum sebaiknya peraturan pemerintah (PP) dan melekat pada Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara. Sasaran Satgas adalah peningkatan kinerja aparatur negara.
Terkait sidak Satgas ke Rutan Pondok Bambu, Gayus menuturkan, ”Semestinya Direktur Jenderal Pemasyarakatan dan jajarannya menggunakan hasil sidak itu untuk evaluasi. Bukan justru berusaha menutup-nutupinya.”
Rafendi mengingatkan, Satgas harus kembali pada latar belakang kelahirannya, yakni berhubungan dengan rekaman percakapan Anggodo Widjojo dengan pejabat Polri dan Kejaksaan, yang diputar di Mahkamah Konstitusi pada 3 November lalu. Rekaman itu diduga terkait kasus kriminalisasi terhadap Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah.
”Sekelas Satgas yang dibentuk Presiden seharusnya dimulai dengan mereformasi penegak hukum di Polri dan Kejaksaan serta mulai memproses makelar kasus,” kata Rafendi. Langkah yang harus diambil, antara lain, adalah merombak pejabat bidang penegakan hukum. (EDN)
Sumber: Kompas, 12 Januari 2010