Satgas Antimafia Hukum Siap Lindungi Gayus Tambunan

Saksi Kunci Ungkap Mafia Perpajakan

Peran Gayus Tambunan dalam membongkar mafia perpajakan sangat vital. Pegawai pajak bergolongan III A itu berpeluang menyeret sejumlah pejabat (Ditjen Pajak dan Polri) yang terlibat penggelapan. Karena itu, Satuan Tugas Antimafia Hukum mengaku siap melindungi keselamatannya.

"Kalau Gayus mendengar saya, menyerah saja. Kami pastikan keselamatannya. Nanti kita berkoordinasi dengan Polri dan Lembaga Perlindungan Saksi," ujar anggota Satgas Mas Achmad Santosa seusai berdiskusi di Jakarta kemarin (27/3). Pria yang akrab dipanggil Ota itu mengaku bahwa satgas kecolongan karena Gayus pergi ke Singapura Rabu malam (24/3) setelah paginya sempat bertemu untuk membicarakan kasusnya.

Satgas tidak berupaya menahan atau mencegah Gayus pergi karena saat itu masih berstatus orang bebas. Gayus baru ditetapkan sebagai tersangka pada Kamis petang (25/3) oleh Mabes Polri. Menurut Ota, dari mulut Gayus bisa diketahui siapa saja dan modus apa saja yang dilakukan oknum-oknum di Dirjen Pajak.

Ota mengaku ingat benar saat Gayus mengakui cara yang dilakukannya sebagai sesuatu yang lazim dilakukan teman-teman dan atasannya. "Gayus bilang modus yang dia lakukan itu biasa. Masih banyak orang lain di sini," kata Ota.

Pengakuan itu disampaikan Gayus pada pertemuan Rabu sebelum terbang ke Singapura. Mereka yang melakukan modus sejenis di kantor pajak itu lebih dari satu orang. "Kurang lebih ada 10 orang," kata mantan anggota KPK itu.

Pengakuan lain Gayus juga cukup krusial. Yakni, pegawai pajak yang golongannya lebih tinggi, maka pendapatan dari "makelar pajaknya" juga lebih besar. "Semakin tinggi golongannya tentu kasus pajak yang dimakelarkan upahnya akan lebih tinggi," kata Ota.

Gayus juga mengatakan menjadi makelar kasus di perusahaan wajib pajak yang masih dalam ukuran kecil. Perusahaan yang lebih besar ditangani golongan yang lebih tinggi. "Karena itu, kemarin kita sudah bertemu Dirjen Pajak untuk berbicara soal ini. Berarti ada yang salah di sistem," katanya.

Saat ini pengadilan pajak, termasuk vonis banding wajib pajak, tidak bisa dipantau Mahkamah Agung. Hal itu rawan terjadi penyelewengan wewenang. "Setelah kami berkoordinasi dengan Mahkamah Agung, ternyata MA hanya mengawasi empat pengadilan," katanya.

Empat pengadilan yang dimaksud adalah pengadilan negeri, agama, militer, dan pengadilan tata usaha negara. "Tidak ada pengadilan pajak. Sementara, hakim di pengadilan pajak itu bukan hakim karir dari MA, tapi pensiunan pegawai pajak sendiri," tegasnya.

Satgas akan berkoordinasi masalah ini dengan MA, Departemen Keuangan, dan Komisi Yudisial. "Ini untuk mengawasi pengadilan pajak yang menjadi entry point untuk makelar pajak," ujar Ota.

Secara terpisah, mantan anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Adnan Buyung Nasution meragukan bahwa Gayus lari ke luar negeri atas inisiatif sendiri. Guru besar ilmu hukum itu menduga Gayus sengaja disembunyikan pihak tertentu agar tidak membuka mulut. Dia juga tidak percaya sepenuhnya bahwa dalam kasus pajak Rp 25 milliar ini hanya Gayus yang menjadi sumber masalah.

"Gayus dan Andi Kosasih (partner Gayus, Red) ini mungkin sengaja dijadikan kambing hitam. Ini supaya jaringan mereka ditutup rapi," ujar Buyung. Larinya Gayus membuat kasusnya mengambang. Hal itu menguntungkan kelompok tertentu. "Masih ingat Yulianto (kasus Anggodo) yang entah siapa dan di mana keberadaaannya, kita tidak tahu. Modusnya sekarang masyarakat menyalahkan Gayus ini hanya menambah misteri," katanya.

Advokat senior ini yakin ada oknum polisi dan kejaksaan yang bermain dalam kasus ini seperti yang dituduhkan Susno. "Semua harus diperiksa ulang dari level paling bawah sampai atasannya," ujarnya.

Di Mabes Polri, Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri Komjen Ito Sumardi meminta Gayus segera menyerahkan diri. "Kami minta iktikad baik yang bersangkutan jika memang tak merasa bersalah," kata Ito.

Sebaliknya, jika Gayus tak kooperatif, Bareskrim akan menempuh segala cara untuk menangkap PNS bergolongan III A itu. Meski Gayus berada di luar negeri, penyidik Bareskrim bisa membawanya pulang dengan berkoordinasi dengan Interpol. "Kami sudah kontak Interpol dan mereka siap membantu," katanya.

Saat ini tim independen bentukan Kapolri masih bekerja. Menurut Ito, tim itu juga melibatkan anggota Komisi Kepolisian Nasional dan para hukum independen. "Masyarakat silakan mengawasi," kata mantan Kapolwiltabes Surabaya itu.

Tadi malam status partner Gayus, yakni Andi Kosasih, resmi menjadi tersangka dan ditahan. Dia dijerat pasal 21, 22, dan 28 UU No 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi serta UU 15 Tahun 2002 tentang Pencucian Uang.

''Ditahan di Mabes Polri sejak pukul 18.00 tadi," ucap Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Edward Aritonang melalui pesan singkat.

Edward menambahkan, selain jeratan pasal di atas, kepolisian menjerat Andi dengan pasal 456 KUHP jo pasal 266 KUHP. "Andi masih akan diperiksa oleh tim sampai selesai," katanya.

Anggota Komisi Kepolisian Nasional Adnan Pandupraja kemarin diundang Bareskrim untuk melihat langsung pemeriksaan Andi. Menurut dia, pemeriksaan Andi telah sesuai prosedur. Pandu menjelaskan, Andi diperiksa oleh Direktur Direktorat III Tindak Pidana Korupsi Bareksrim Polri Brigjen Yoviannes Mahar serta Kepala Polda Kalimantan Timur Irjen Matius Salempang. "Ada jenderal bintang dua (Matius) ikut memeriksa. Polri cukup serius (memeriksa)," ujar Pandu setelah memantau pemeriksaan di Mabes Polri.

Matius Salempang dikenal sebagai penyidik andal Bareskrim. Saat Bambang Hendarso Danuri masih menjabat Kabareskrim, Matius ditugasi menyidik kasus pembunuhan aktivis HAM Munir. Dari hasil penyidikan Matius-lah nama Polycarpus muncul dan skenario pembunuhan Munir mulai terkuak.

Yovianes Mahar adalah penyidik kasus Bibit Chandra yang akhirnya dihentikan penuntutannya oleh Kejaksaan Agung. Yovianes disebut Susno Duadji sebagai orang dengan sandi Truno 3 di Bareskrim.

Menurut Pandu, tim pemeriksa membutuhkan waktu lama untuk menyelesaikan kasus ini. Dia memperkirakan pengusutan perkara dugaan adanya praktik mafia kasus yang melibatkan Andi serta Gayus memakan waktu satu bulan. "Menurut durasi waktu ini akan berlangsung sekitar satu bulan. Kita akan tetap mengawasinya," katanya.

Secara terpisah, penasihat hukum Kapolri Dr Kastorius Sinaga menjelaskan, penyidik Mabes Polri saat ini mendalami aliran dana Gayus yang ditarik tunai dari rekeningnya setelah blokir dibuka. "Ini sedang dicari ke mana dan pada siapa uang itu digunakan. Apakah untuk pribadi atau untuk orang lain yang berkepentingan," jelasnya.

Berdasar penyelidikan Polri, kata Kastorius yang juga guru besar Universitas Indonesia, Gayus tiga kali menarik uang dari rekeningnya dalam waktu berbeda. Rinciannya, penarikan pada 4 Desember 2009 sebesar Rp 4.724.500.000, 30 Desember 2009 sebesar Rp 1 miliar, dan 12 Januari 2010 sebesar Rp 490 juta. (rdl/aga/c2/iro)
Sumber: Jawa Pos, 28 Maret 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan