Sanksi Denda Belum Cukup; Badan Publik yang Hambat Akses Informasi
Jalan bagi publik untuk mengakses informasi dari badan publik kian terbuka. Itu seiring dengan segera berakhirnya pembahasan Rancangan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (RUU KIP) di tingkat Panja DPR. Badan publik yang menghambat akses informasi pun terancam sanksi.
Sayangnya, sanksi bagi badan publik yang menghambat akses informasi itu baru sebatas denda. Sanksi tersebut dirasa tidak menimbulkan efek jera yang cukup bagi badan publik. Seharusnya, ada ancaman sanksi pidana atau kurungan juga, ujar Josi Katharina, anggota tim perumus koalisi kebebasan informasi dalam diskusi Kriminalisasi Pengguna Informasi dalam RUU KIP di Hotel Nikko kemarin (12/9).
Meski badan publik tidak bisa dipenjarakan, lanjut dia, sanksi tersebut dapat dijatuhkan kepada pejabat publik yang paling berwenang di institusi tersebut. Dalam hal ini, harus dilihat siapa yang memiliki kewenangan secara de facto dan de jure soal akses informasi di suatu badan publik, jelas Josi. Dia menambahkan, jenis pidana tersebut telah dikenal dalam hukum lingkungan (UU 23/97) mengenai corporate liability.
Soal denda pun, seharusnya ada klausul yang menyebutkan bahwa uang denda tidak boleh dibebankan atau dialihkan sebagian atau seluruhnya kepada kas negara. Jadi, badan publik tidak membebankan pada APBN, kata Josi, yang juga peneliti ICEL (Indonesian Center for Environmental Law).
Sesuai dengan yang terdapat dalam daftar inventaris masalah (DIM), tindakan yang termasuk menghambat akses informasi publik adalah sengaja tidak memberikan informasi proaktif, tidak memberikan informasi secara berkala, tidak memberikan informasi secara serta-merta, dan tidak memberikan informasi setiap saat. Kemudian, sengaja merusak atau menghancurkan informasi dan sengaja membuat informasi publik yang tidak benar atau menyesatkan.
Josi juga mengatakan, dalam RUU itu, belum diatur perlindungan bagi mereka yang beriktikad baik membuka informasi yang dikecualikan, misalnya untuk membongkar korupsi melalui investigative journalism.
Ketua Panja RUU KIP Arif Mudatsir Mandan mengakui, beberapa hal memang belum selesai dibahas. Dia juga mengharapkan adanya masukan untuk menyempurnakan RUU KIP. Arif menargetkan, sebelum penutupan masa sidang kali ini, pembahasan bisa selesai. Nanti dilanjutkan di timus (tim perumus), katanya.
Meski demikian, lanjut dia, DPR dan pemerintah telah melakukan kompromi tentang waktu pemberlakuan UU tersebut. Disepakati mulai berlaku 1 Januari 2010, ungkap anggota Fraksi PPP itu. (fal)
Sumber: Jawa Pos, 13 September 2007