Samuel Ismoko Mulai Disidangkan
Memberi persetujuan untuk tidak melakukan penyitaan.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mulai menyidangkan terdakwa Brigadir Jenderal Samuel Ismoko. Jaksa penuntut umum Sahat Sihombing mendakwa mantan Direktur II Ekonomi Khusus Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian RI itu diduga menerima suap saat penyidikan kasus pembobolan Bank Negara Indonesia Cabang Kebayoran Baru. Terdakwa diduga menerima delapan lembar traveler cheque senilai Rp 200 juta, ujar Sahat dalam persidangan yang dipimpin hakim Henry Sasongko kemarin.
Selain diduga menerima uang, jaksa Sahat dalam dakwaannya mengatakan Samuel Ismoko sekitar Oktober 2003-Desember 2004 diduga menyalahgunakan kewenangan karena memerintahkan tim penyidik kasus letter of credit (L/C) fiktif BNI untuk memberi kemudahan kepada para tersangka dan saksi kasus tersebut.
Pada saat penyidikan kasus pembobolan BNI senilai Rp 1,7 triliun itu, kata jaksa, Samuel meminta tim penyidik, yakni Komisaris Besar Irman Santoso, Komisaris Siti Komalasari, dan Ajun Komisaris Siti Zubaidah, memeriksa Dicky Iskandar Di Nata di Hotel Kemang, Jakarta Selatan.
Dalam penyidikan di hotel tersebut, kata Sahat, tim penyidik diduga menerima tiga amplop berisi uang masing-masing sebesar US$ 10 ribu dari Suharna--kurir Dicky--dan Rp 10 juta dari Sudiarto. Keseluruhan uang itu berasal Dicky, ujar Sahat.
Selain itu, jaksa mengatakan terdakwa Samuel memberikan persetujuan untuk tidak melakukan penyitaan terhadap semua aset milik PT Brocolin Internasional--perusahaan penerima dana L/C fiktif BNI. Aset itu di antaranya tiga perkebunan dengan total sekitar Rp 51 miliar yang dibeli dari hasil pencairan L/C fiktif.
Seharusnya, kata Sahat, aset tersebut termasuk yang disita dan dijadikan barang bukti kasus dugaan korupsi dan pencucian uang L/C fiktif BNI 46 Cabang Kebayoran Baru. Akibatnya, negara diduga mengalami kerugian sebesar Rp 21 miliar dan US$ 380 ribu, ujar Sahat.
Seusai pembacaan dakwaan, Samuel keberatan atas dakwaan itu. Dia akan mengajukan eksepsi (bantahan) atas dakwaan jaksa. Juniver Girsang, pengacara Samuel Ismoko, menilai jaksa telah memutarbalikkan fakta. Menurut Juniver, jaksa tidak bisa membuktikan kapan kliennya menerima uang yang diduga suap itu. Persetujuan yang dibuat antara klien kami dan para tersangka serta saksi kasus BNI kan tidak ada buktinya, ujarnya.
Juniver menegaskan uang sebesar Rp 200 juta yang diterima Samuel Ismoko tidak terkait dengan penyidikan kasus BNI. Uang itu, kata Juniver, terkait dengan keberhasilan Samuel Ismoko menuntaskan pemulihan aset kasus Bank Pembangunan Daerah di Bali.
Juniver mengatakan kliennya tidak menikmati uang itu, tapi diberikan ke institusi kepolisian. Karena itu, kata dia, jika kasus ini hendak benar-benar dituntaskan, semua pihak yang terkait harus dipanggil untuk diperiksa sebagai saksi. Di antaranya, kata Juniver, Direktur Kepatuhan BNI Mohamad Arsjad dan mantan Kepala Kepolisian RI Jenderal Da'i Bachtiar. AGOENG WIJAYA
Sumber: Koran Tempo, 23 Mei 2006