Saksi Popon Serahkan Tas Hitam

Pegawai Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Bagyono, mengakui bahwa Teuku Syaifuddin Popon, pengacara Abdullah Puteh Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam non-aktif menyerahkan tas hitam kepada Ramadhan Rizal, Wakil Panitera Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Saat itu Bagyono sedang berkunjung ke ruangan Ramadhan Rizal.

Demikian dikemukakan Bagyono dalam sidang Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi tingkat pertama, Senin (3/10) di Jakarta. Bagyono menjadi saksi dalam perkara transaksi pemberian dan penerimaan uang Rp 249,900 juta dari Popon kepada dua panitera PT DKI Jakarta, Ramadhan Rizal dan M Soleh.

Selain Bagyono, saksi lainnya adalah Ramadhan Rizal, M Soleh, dan tiga penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, yaitu Siswanto, Wisnu Baroto, dan Bambang Sukoco. Majelis hakim yang dipimpin Gusrizal menyidangkan perkara terdakwa Teuku Syaifuddin Popon.

Saat ditanyakan bagaimana proses penyerahan uang yang berada dalam tas hitam, Bagyono menjelaskan, Popon datang ke ruangan Ramadhan Rizal. Terdakwa menyerahkan tas ke Pak Ramadhan, tas itu diletakkan di meja,kata Bagyono.

M Soleh, panitera pengganti untuk perkara Abdullah Puteh di tingkat banding, menjelaskan, ia telah mengenal Popon sejak Popon menyerahkan kontra memori banding ke PT DKI. Saya lihat Teuku Syaifuddin membawa tas warna hitam, tetapi saya tak menyentuh dan tidak membukanya. Saat itu di ruangan Pak Ramadhan, di ruangan itu, ada Bagyono, kata Soleh.

Menurut Soleh, ia membenarkan menerima telepon Popon saat di ruang kerja Ramadhan. Teleponnya berbunyi, selamat sore, saya kuasa hukum Abdullah Puteh akan datang ke Pengadilan Tinggi DKI, ujar Soleh.

Soleh menjelaskan, Popon mengatakan bahwa ada titipan dari Said Salim, Wakil Panitera PT Medan. Namun, Soleh mengatakan, dirinya tidak tahu apa motivasinya uang itu diberikan. Saya tolak karena tidak tahu uang itu untuk siapa, kata Soleh.

Saat dikejar pertanyaan oleh Gusrizal, Soleh mengatakan bahwa dirinya menolak. Dengan gerakan tangan, saya katakan silakan karena tidak jelas uang itu untuk siapa, kata Soleh.

Gusrizal bertanya lagi, Kenapa Saudara katakan silakan? Kenapa Saudara tidak menolak saja, kenapa justru mengatakan silakan Soleh kembali menjelaskan, saat itu ia tidak tahu uang itu diperuntukkan bagi siapa sehingga ia menolak untuk menerima.

Setelah itu Soleh mengaku, ia kembali ke ruangannya untuk shalat. Ia baru tahu dari rekannya, Taufik Hais, bahwa ada penangkapan Wakil Panitera PT DKI malam hari. Ia menyerahkan diri keesokan harinya. (VIN)

Sumber: Kompas, 4 Oktober 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan