Saksi Kunci Eddie Tak Lagi di Australia

Direktur Utama PT PLN Eddie Widiono bakal makin sulit diseret ke tahanan dalam kasus dugaan korupsi PLTG Borang. Polri belum juga mengendus keberadaan saksi kunci David Mac Donald, warga Australia yang menjadi manajer Magnum Power -rekanan PLN dalam kasus tersebut.

Malah, Kepolisian Federal Australia (AFP) memastikan warganya itu sudah lama tidak tinggal di Australia. AFP terus membantu mencari David, kata Kadiv Humas Polri Irjen Pol Paulus Purwoko di Mabes Polri kemarin.

Jenderal bintang dua itu mengatakan, seharusnya, tanpa kesaksian David pun, kasus dugaan korupsi yang diduga melibatkan Eddie tersebut sudah jelas.

Paulus memastikan, David tidak berada di Indonesia. Kita juga akan gunakan kerja sama internasional dengan negara lain (untuk melacak, Red), tambahnya.

Polisi terpaksa melepaskan Eddie dari tahanan pada akhir Agustus. Hal itu dilakukan karena Kejaksaan Agung menyatakan bahwa berkas milik Dirut PLN itu belum lengkap. Polri diharuskan melengkapi berkas tersebut dengan menambahkan keterangan dari David. Awalnya, Polri meyakini bahwa David masih tinggal di Australia.

Aliran Dana
Kejaksaan Agung belum menemukan unsur kerugian negara terkait hasil (sementara) penyidikan kasus korupsi PLTGU Borang dengan tersangka Dirut PT PLN Eddie Widiono. Alasannya, belum ditemukan aliran dana ke rekening empat tersangka sebagai salah satu unsur memperkaya diri sendiri atau pihak lain. Itu merupakan dasar penuntutan kasus yang diduga merugikan negara Rp 122 miliar tersebut.

Saya telah meminta untuk menelusuri rekening tersangka korupsi PLN. Tapi, tidak satu pun yang mengalir ke rekening tersangka, kata Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Hendarman Supandji dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR di Jakarta kemarin.

Keempat tersangka tersebut adalah Dirut PLN Ali Herman Ibrahim (direktur pembangkit energi primer PLN), Agus Darnadi (deputi direktur pembangkitan), dan Johannes Kennedy Aritonang (Dirut PT Guna Cipta Mandiri/GCM).

Menurut Hendarman, pembelian mesin truck mounted untuk PLTGU Borang juga dilakukan secara kredit melalui Bank Mandiri. Sedangkan PT GCM hingga saat ini baru mencicil 14 kali. Dengan demikian, belum ada unsur memperkaya diri sendiri, jelas Hendarman. Itu juga diperkuat hasil pemeriksaan berkas penyidikan (sementara) di Mabes Polri oleh sepuluh jaksa.

Lebih lanjut Hendarman mengatakan, dengan fakta tersebut, kejaksaan minta polisi melengkapi penyidikan kasus tersebut. Mereka (10 jaksa) saja tidak yakin kesalahan tersangka. Bagaimana jaksa meyakinkan hakim kalau tidak bisa meyakinkan diri sendiri, ujarnya.

Jika tetap menolak melengkapi berkas penyidikan, dikhawatirkan polisi menghambat proses pembuktian yang pada gilirannya akan membebaskan para tersangka.

Menurut dia, di antara tiga unsur tindak pidana korupsi, hanya unsur perbuatan melawan hukum yang disertai alat bukti. Unsur lain, yakni merugikan negara, harus dibuktikan lebih jauh oleh penyidik, tegasnya.

Dalam tender kasus ini, lanjut Hendarman, PT GCM mengaku membeli mesin turbin tersebut USD 27 juta. Padahal, PT GCM membeli dari produsen, General Electric (GE), senilai USD 21 juta. GCM beralasan pihaknya harus membeli dari Magnum Power, perusahaan Australia seharga USD 27 juta. Sementara David John McDonald, Dirut Magnum, mengeluarkan avidavit (pernyataan di luar pemeriksaan) bahwa dia menjual ke GCM USD 23 juta. Kalau benar, polisi tinggal menghitung. Kalau avidavit itu rekayasa, McDonald perlu diperiksa, katanya.(naz/agm/aku)

Sumber: Jawa Pos, 12 September 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan