Saksi Korupsi Komisi Pemilihan Umum Jakarta Beratkan Terdakwa

Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan dalam kasus itu menemukan penyelewengan sekitar Rp 29 miliar.

Lima saksi yang diperiksa dalam sidang kasus korupsi di Komisi Pemilihan Umum Daerah DKI Jakarta di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kemarin memberatkan para terdakwa.

Saksi yang diperiksa dalam sidang yang dipimpin hakim Lief Sofijullah itu adalah Wajib Setiyaji, staf bagian rumah tangga; Madsani, staf pengantar surat; Ade, kepala subbagian keuangan; Juri Ardiyantoro, pelaksana tugas Ketua KPUD; serta Mufrizal, anggota KPUD.

Kasus korupsi itu melibatkan Ketua KPUD Mohamad Taufik, Ketua Divisi II Bidang Logistik KPUD Ariza Patria, dan Bendahara KPUD Neneng Euis Susi Palupi. Ketiganya sudah menjadi terdakwa. Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan dalam kasus itu menemukan penyelewengan sekitar Rp 29 miliar. Penyelewengan itu terjadi dalam 12 item pengadaan barang untuk pemilihan umum, antara lain rompi, papan tulis, dan tiang bendera.

Wajib dan Madsani menyatakan menandatangani berita acara pemeriksaan barang-barang untuk keperluan pemilihan umum tanpa melakukan pemeriksaan barang. Madsani mengaku melakukan hal itu karena diminta oleh Eni, seorang staf KPU, yang menjadi atasan Wajib dan Madsani. Eni menyuruh saya tanda tangan atas perintah Pak Riza (Ariza Patria), katanya.

Wajib mengaku menandatangani berita acara itu tanpa tahu isi persisnya. Selama dua hari ia ditelepon terus-menerus oleh Eni untuk diminta menandatangani berita acara tersebut. Akhirnya, Wajib menandatangani berita acara itu tanpa memeriksa barang, di ruang kantor KPUD, berdua saja dengan Eni. Saat saya memberi tanda tangan, Pak Riza sudah keluar ruangan, ujar Wajib.

Wajib juga menyatakan tidak pernah tahu ada barang-barang untuk kepentingan pemilihan umum dan tidak pernah ikut rapat. Saya tidak tahu ada pengadaan barang, katanya.

Wajib baru diberi tahu oleh Eni bahwa dia termasuk anggota tim pemeriksaan barang pada saat BPK sudah selesai melakukan pemeriksaan. Penandatanganan berita acara pemeriksaan barang tersebut dilakukan setelah audit BPK pada 25 Februari 2005. Padahal pengadaan barang logistik pemilu sudah dilakukan sejak 2004.

Ade mengaku tidak tahu apa-apa meskipun menjabat sebagai Kepala Subbagian Keuangan KPUD. Dia mengaku tidak pernah ikut mencairkan keuangan, tidak tahu alur keuangan, dan tidak pernah dilibatkan dalam pembuatan anggaran. Saya juga tidak pernah memegang pembukuan. Yang mengerjakan laporan itu Bu Neneng, ujarnya.

Dia juga tidak pernah menanyakan secara langsung kepada atasan mengapa tidak pernah diberi kewenangan tersebut. Padahal, berdasarkan job description, tugasnya adalah melakukan verifikasi, membuat perencanaan program keuangan, dan membuat laporan keuangan. NIEKE

Sumber: Koran Tempo, 2 Februari 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan