Saksi Kasus Korupsi Rentan Ancaman

Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban menilai, saksi, khususnya saksi kunci dalam kasus tindak pidana korupsi, rentan terhadap berbagai bentuk ancaman. Karena itu, penegak hukum, baik penyidik maupun penuntut umum, perlu mempertimbangkan keamanan dan perlindungan terhadap saksi kunci dalam kasus tindak pidana korupsi.

Hal itu dikatakan Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Abdul Haris Semendawai, Kamis (10/6) di Jakarta. ”Dari permohonan perlindungan saksi kepada LPSK, 25 persen terkait dengan korupsi,” katanya.

Terkait penyebab kematian Hengky Samuel Daud, terpidana kasus korupsi pengadaan mobil pemadam kebakaran di 22 daerah, yang diduga tidak wajar, menurut Abdul Haris, LPSK tidak berkompetensi untuk menanggapinya. ”Itu kewenangan polisi untuk mengusut jika ada indikasi seperti itu,” katanya.

Seperti diwartakan, advokat Adnan Buyung Nasution mengusulkan jenazah Hengky diotopsi untuk memastikan penyebab kematiannya. ”Jangan sampai ada dugaan saksi kunci dihilangkan dengan cara tak manusiawi,” katanya (Kompas, 9/6).

Abdul Haris menjelaskan, permohonan perlindungan yang diterima LPSK pada 2009 ada 74 laporan. Ancaman yang dilaporkan umumnya terkait fisik, seperti tindakan kekerasan, kriminalisasi, pembunuhan, penyiksaan, dan penganiayaan. Ancaman nonfisik, seperti intimidasi, teror, dan pertanyaan menjerat. Ancaman yang dilaporkan pemohon kepada LPSK bisa meliputi fisik ataupun nonfisik.

Oleh karena itu, kata Abdul Haris, untuk mengantisipasi perlindungan terhadap saksi, penegak hukum, polisi ataupun jaksa, perlu menyadari pentingnya perlindungan terhadap saksi kunci.

Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch Emerson Yuntho mengatakan, penegak hukum, terutama Komisi Pemberantasan Korupsi, perlu memerhatikan perlindungan dan keamanan saksi kasus korupsi. Saksi kunci kasus korupsi sangat mungkin dihilangkan. (fer)
Sumber: Kompas, 11 Juni 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan