Saksi: Harga Segel dari Hamid

Kalau kita bicara hukum, itu bicara fakta.

Direktur Utama PT Royal Standard Untung Sastrawijaya mengatakan harga segel surat suara pemilihan presiden 2004 ditentukan oleh anggota Komisi Pemilihan Umum, Hamid Awaludin. Pada pertemuan 14 Juni 2004, Pak Hamid menawarkan harga segel Rp 99 per keping dan saya menerima, ujar Untung saat memberi keterangan sebagai saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi kemarin. Untung menjadi saksi dalam sidang dugaan korupsi KPU dengan terdakwa Daan Dimara, Ketua Panitia Pengadaan Segel Surat Suara.

Untung menjelaskan, selain dia dan Hamid, pertemuan dihadiri oleh Sekretaris Pengadaan Segel Surat Suara Bakri Asnuri, dua anggota staf Komisi Pemilihan Umum, serta anggota staf Royal Standard. Saat pertemuan itu, kata Untung, Daan tidak hadir. Namun, kata Untung, dalam pertemuan itu Hamid menyatakan untuk proses selanjutnya diserahkan kepada Daan Dimara dengan alasan sibuk.

Menurut Untung, Royal Standard pada awalnya mengajukan harga segel Rp 131 per keping. Harga itu seperti harga segel pada pemilihan umum legislatif yang dilakukan sebelum pemilihan presiden. Tapi Hamid mengajukan penawaran Rp 99 per keping dengan catatan tidak termasuk ongkos kirim. Ongkos kirim akan dihitung tersendiri oleh KPU.

Untung kembali bernegosiasi bahwa harga Rp 131 per keping itu termasuk ongkos kirim. Karena itu, Untung meminta Hamid menaikkan harga penawaran. Tapi hal itu tetap ditolak Hamid. Walhasil, Untung menerima tawaran itu meski mengaku mendapat untung kecil.

Ketua majelis hakim Gusrizal sempat menanyakan berapa harga dasar yang diajukan KPU. Untung mengatakan tidak mengetahui. KPU tidak pernah membuat harga patokan sendiri, ujarnya.

Meski harga segel ditentukan pada 14 Juni, kata Untung, segel surat suara sudah dicetak sembilan hari sebelumnya. Alasannya, ada permintaan dari teman-teman di daerah. Kontrak dibuat sebelum pemilu presiden, ujarnya.

Setelah memberi keterangan, Daan Dimara menyatakan tidak keberatan atas semua keterangan Untung.

Sidang kasus Daan Dimara kemarin seharusnya menghadirkan Hamid Awaludin--kini Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia--sebagai saksi. Menurut Tumpak Simanjuntak, salah satu penuntut umum, Hamid tidak bisa hadir karena menghadiri rapat paripurna Rancangan Kewarganegaraan di gedung MPR/DPR. Pekan depan kami panggil kembali, ujarnya.

Di tempat terpisah, Hamid Awaludin mengatakan siap menjadi saksi. Sebagai warga negara, saya punya kewajiban memenuhi permintaan yuridis. Apa masalahnya di situ, biasa saja, ujarnya seusai sidang paripurna di gedung MPR/DPR kemarin.

Perihal pelbagai tudingan kepada dirinya dalam kasus segel surat suara, Hamid dengan nada tinggi menjawab, Kalau kita bicara hukum, itu bicara fakta, evidence (bukti). Kalau seseorang ngomong, si A, B, C itu tetap membutuhkan pembuktian. Pembuktian yang dimaksud, kata Hamid, pembuktian berupa dokumen. SUTARTO | AGUSLIA HIDAYAH

Sumber: Koran tempo, 12 Juli 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan