Saksi: Gugatan Perdata Tak Bisa Dipindah ke Ahli Waris
Bustanul Arifin, saksi ahli yang diajukan pihak Keluarga Cendana, membantah seluruh dalil hukum tim jaksa pengacara negara. Menurut dia, status tergugat yang telah meninggal dalam gugatan perdata tidak bisa dipindahkan ke ahli waris. Perkara ini tidak ada hubungannya dengan warisan, ujar Bustanul dalam sidang gugatan perdata pemerintah terhadap Yayasan Supersemar dan bekas presiden Soeharto di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kemarin.
Kendati begitu, Bustanul tidak menjelaskan alasan hukum tidak dibolehkannya ahli waris menggantikan posisi tergugat yang telah meninggal. Dia hanya berujar, Panjang penjelasannya. Itu bisa dua semester.
Pemerintah menggugat secara perdata Yayasan Supersemar dan Soeharto senilai US$ 420 ribu dan Rp 185 miliar serta imateril sebesar Rp 10 triliun. Kejaksaan sebagai jaksa pengacara negara menilai Yayasan Supersemar menyalahgunakan dana pemerintah. Sedangkan Soeharto dinilai melakukan perbuatan melawan hukum soal aturan dana pemerintah ke yayasan. Karena Soeharto meninggal pada 27 Januari lalu, kejaksaan mengajukan anak-anak Soeharto sebagai ahli waris dalam gugatan tersebut.
Bustanul mengatakan pengadilan negeri bukan tempat mempersoalkan ahli waris. Seharusnya pengadilan agama. Bustanul adalah bekas hakim agung. Dia pernah menjabat Rektor Universitas Islam Sultan Agung, Semarang, dan juga merupakan ketua penyusun kompilasi hukum Islam. Bustanul diajukan sebagai saksi ahli atas permintaan Sigit Harjojudanto, putra sulung Soeharto.
Menanggapi hal itu, jaksa pengacara negara Yoseph Suardi Sabda menilai pihak Soeharto berkelit dari hukum acara perdata. Menurut dia, dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata, secara tegas diatur bahwa saksi ahli tidak memiliki alasan konkret soal pengaturan waris. Yoseph juga menilai pendapat saksi ahli tersebut bersifat tidak mengikat sebagai acuan gugatan perdata. Semua nantinya tergantung hakim, ujarnya.
Adapun pengacara Soeharto, O.C. Kaligis, menyatakan setuju dengan pendapat Bustanul. Menurut dia, ahli waris tidak bisa mewakili dalam kasus perdata. Jadi tak ada kewajiban anaknya menggantikan posisi tergugat, katanya. Sandy Indra Pratama
Sumber: Koran Tempo, 5 Maret 2008