Saksi Cabut Keterangan

Calon Bupati Bengkulu Selatan, yang didiskualifikasi Mahkamah Konstitusi, Dirwan Mahmud, mencabut seluruh keterangannya yang disampaikan kepada Tim Investigasi Internal MK pimpinan Refly Harun. Dirwan adalah saksi pelapor dugaan praktik suap di MK.

Seluruh pernyataan tersebut diungkapkan oleh kuasa hukum Dirwan, Muspani, kepada Kompas, Kamis (23/12) di Jakarta.

Dirwan kecewa karena MK, khususnya Ketua MK Moh Mahfud MD, tidak menghargai dan melindunginya sebagai saksi pelapor sekaligus pengungkap dugaan praktik suap di tubuh lembaga pengawal konstitusi tersebut. Alih-alih melindungi, MK malah melaporkan Dirwan ke polisi. Selain itu, Dirwan juga dipastikan tidak akan memenuhi panggilan Panel Etik MK yang kini tengah memeriksa dugaan pelanggaran kode etik oleh hakim konstitusi Arsyad Sanusi.

Tindakan Mahfud tersebut diduga melanggar Pasal 33 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan Konvensi Antikorupsi Perserikatan Bangsa-Bangsa 2003 terkait perlindungan pelapor. Mahfud diduga juga melanggar Pasal 10 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Pasal 10 Ayat (1) UU No 13/2006 menyatakan, Saksi, korban, dan pelapor tidak dapat dituntut secara hukum baik pidana maupun perdata atas laporan, kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikan.

Kepada Tim Investigasi Internal MK, Dirwan mengungkapkan terjadinya praktik pemerasan secara sistematis oleh Zaimar, adik ipar Arsyad Sanusi, dan Neshawaty Arsyad, anak kandung Arsyad.

Dirwan mengaku dimintai uang senilai Rp 3,5 miliar—pengakuan kepada tim—dan memberikan uang Rp 20 juta kepada Neshawaty, atas permintaan Zaimar, melalui Edo. Ia juga mengaku memberikan uang Rp 35 juta kepada bekas panitera pengganti Makhfud dan sertifikat rumah di Ciledug Indah. Makhfud telah mengakuinya dan mengembalikan uang dan sertifikat itu.

Saat hal ini dikonfirmasi kepada Mahfud MD, Ketua MK itu belum bersedia memberikan komentar. ”Saya tak menanggapi dulu. Yang jelas, MK wajib melapor kalau ada tindak pidana,” ujar Mahfud melalui pesan singkat.

Secara terpisah, Direktur Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Zaenal Arifin Mochtar menilai, pencabutan keterangan yang dilakukan Dirwan bukan berarti tidak ada perkara di MK dan bukan pula karena bohong. Pencabutan itu lebih karena tidak adanya perlindungan dari Mahfud MD.

Oleh karena itu, Zaenal mendesak MK untuk melindungi Dirwan jika masih ingin menegakkan kesucian MK. ”MK harus melindungi Dirwan supaya bisa menangkap tikus yang ditunjuk Dirwan,” lanjutnya. (ANA)

Sumber: Kompas, 24 Desember 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan