Said Dinilai Rugikan Negara Rp 700 Miliar

Mantan Menteri Agama (Menag) Said Agil Husin Al-Munawar, tampaknya, sulit berkelit. Said yang kini menjadi tersangka dana haji itu dinilai bertanggung jawab atas dugaan penyimpangan penggunaan Dana Abadi Umat (DAU) 2002-2005 yang merugikan keuangan negara sedikitnya Rp 700 miliar.

Proses audit BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan) masih berjalan. Temuan sementara, diduga merugikan negara Rp 700 miliar, kata Ketua Timtastipikor Hendarman Supandji dalam jumpa pers di Ruang Sasana Pradhana Gedung Kejagung, Jakarta, kemarin.

Acara jumpa pers dihadiri Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh dan Wakil Jaksa Agung Basrief Arief. Para eselon I yang hadir, antara lain, JAM (Jaksa Agung Muda) Intelijen Muchtar Arifin, JAM Pidana Umum Prasetyo, JAM Pengawasan Achmad Lopa, dan JAM Pembinaan Alex Sato Bya. Dalam acara yang di mulai pukul 15.00 WIB itu, Kapuspenkum R.J. Soehandoyo juga hadir.

Menurut Hendarman, nilai kerugian negara diyakini akan terus bertambah. Apalagi tim audit dan penyidik masih menelusuri pengelolaan komponen dana haji lain yang diduga menjadi sarang korupsi. Misalnya, komponen angkutan haji (penerbangan), pemondokan, dan katering. (Auditor) BPKP saja sampai stres karena banyaknya yang dihitung, jelas jaksa senior alumnus Hukum Undip itu.

Hendarman lantas membeberkan peran Said Agil dalam dugaan penyimpangan penggunaan DAU. Pengelolaan DAU didasari UU Nomor 17/1999 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji. DAU dikelola di bawah tanggung jawab Menag. Peruntukannya sudah ditentukan dalam Keppres Nomor 22/2001, beber Hendarman. DAU tersebut seharusnya hanya digunakan untuk membiayai pendidikan, sosial, ekonomi, ibadah haji, dan pembangunan tempat ibadah.

Namun, lanjut Hendarman, semasa Said Agil menjabat Menag, terjadi penyalahgunaan wewenang dengan menyimpangkan peruntukan DAU. Ada empat bentuk penyimpangan DAU. Pertama, bermodus pengeluaran fiktif; kedua, pengeluaran ganda; ketiga, pengeluaran kemahalan; dan keempat, pengeluaran utang yang hingga sekarang tidak dikembalikan. Semua memunculkan kerugian negara, tegas jaksa kelahiran Klaten tersebut.

Menurut dia, empat penyimpangan itu terjadi pada periode 2002-2005. Di tengah kepemimpinan Said Agil pada 2003 silam, juga terjadi penyimpangan sebagian DAU dengan menempatkan dana tersebut di tiga rekening. Tiga rekening itu adalah dana abadi haji (DAH), dana kesejahteraan karyawan (DKK), dan dana Korpri. Padahal, sesuai UU Nomor 17/1999, penempatan DAU harus pada satu rekening dengan peruntukan sesuai Keppres Nomor 22/2001. Apa relevansi penggunaan DAU untuk Korpri dengan peruntukan pendidikan, sosial, dan pembangunan tempat ibadah. Ini jelas bertentangan dengan UU Nomor 17/1999, jelasnya.

Hendarman lantas melanjutkan bahwa DAU merupakan akumulasi efisiensi penyelenggaraan haji dalam satu musim (satu tahun). Pungutannya menyatu dengan biaya perjalanan ibadah haji (BPIH) atau ONH. Setiap jamaah dikenakan biaya ONH Rp 25 juta. Dari penghitungan, ada efisiensi Rp 1 juta. Nah, itu yang masuk ke DAU. Padahal, sesuai penghitungan BPKP, riilnya seseorang bisa naik haji dengan ongkos Rp 22,5 juta. Sekarang kalau setiap tahun ada 200 ribu orang naik haji, tentunya tinggal dikalikan berapa yang terkumpul di DAU. Penghitungan sementara BPKP mencapai Rp 700 miliar, ungkap Hendarman.

Tapi bukankah pungutan itu tidak bersumber dari uang negara alias tidak diambilkan dari APBN? Hendarman mendasarkan definisi keuangan negara pada UU Nomor 31/1999 tentang Tindak Pidana Korupsi. Di situ ada klausul yang menjelaskan bahwa jika muncul kebocoran atas segala kekayaan negara dan segala hal yang terkait penguasaan pemerintah pusat atau daerah, itu disebut kerugian negara. Nah, dalam kasus DAU kan sudah jelas bahwa pengelolaannya oleh menteri agama, tegasnya.

Hendarman menjelaskan, seiring penetapan Said Agil sebagai tersangka, penyidik sudah memblokir rekening pihak terkait, termasuk rekening Said Agil. Yang bersangkutan juga akan diperiksa Selasa mendatang, tegas Hendarman. Tidak tertutup kemungkinan, penyidik menetapkan tersangka lain di luar Said Agil dan mantan Dirjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji Taufiq Kamil.

Said Agil Pilih Sembunyi
Bagaimana kondisi Said Agil pasca penetapannya sebagai tersangka? Mantan menteri yang pernah menggali harta karun itu seharian tidak menampakkan batang hidungnya di rumahnya, di Jalan Dewi Sartika Gg Masjid No 61 RT

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan