Said Agil Tenang, Keluarga Menangis; Dituntut 10 Tahun Penjara
Mantan Menteri Agama Said Agil Husen Almunawar dituntut pidana sepuluh tahun penjara. Dia juga harus membayar denda Rp 200 juta dan uang pengganti Rp 4,582 miliar.
Bila uang pengganti tersebut tidak dibayarkan dalam waktu sebulan setelah berketetapan hukum, harta bendanya akan disita dan dilelang. Bila harta bendanya tidak cukup untuk membayar uang pengganti, kewajiban itu diganti dengan pidana penjara setahun.
Jaksa juga menetapkan uang Rp 652 miliar yang berada di luar rekening DAU (dana abadi umat) dibuka pemblokirannya oleh penyidik. Untuk selanjutnya, uang tersebut dimasukkan ke rekening DAU, kata jaksa penuntut umum (JPU) Ranu Mihardja dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kemarin.
Said disidang dalam kasus dugaan penyalahgunaan DAU Rp 700 miliar. Diduga dia menyalahgunakan wewenang dan jabatan dengan menarik DAU dari sisa biaya penyelenggaraan ibadah haji sedikitnya Rp 652 miliar dan biaya bimbingan masyarakat Badan Penyelenggara Ibadah Haji Rp 67 miliar.
Jaksa menilai, Said terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut. Said menikmati aliran DAU Rp 4,58 miliar untuk diri sendiri.
Menurut Ranu, perbuatan yang dilakukan terdakwa secara tidak langsung mengakibatkan timbulnya beban ekonomi tinggi dalam pembiayaan haji. Terdakwa selaku menteri agama seharusnya memberikan contoh yang baik kepada bawahannya, tambahnya.
Perbuatan terdakwa juga dinilai dapat merusak citra Departemen Agama. Sebab, seharusnya terdakwa menaati aturan-aturan formal kenegaraan dalam mewujudkan moto Departemen Agama ikhlas beramal.
Terdakwa juga tidak merasa bersalah dengan berlindung di balik aturan yang diciptakan dan dibuat sendiri dengan mengatasnamakan kemaslahatan umat, ujar Ranu.
Meski demikian, ada hal-hal yang meringankan. Yaitu, Said belum pernah dihukum, bersikap sopan di persidangan, dan mempunyai tanggungan keluarga, serta memperlancar persidangan.
Mendengar tuntutan jaksa, salah seorang kerabat Said langsung menangis. Said tetap tenang. Dia masih akan mempelajari tuntutan jaksa sebelum mengajukan pembelaan. Saya tidak terima. Ini sangat zalim, kata Said setelah sidang.
Ketika ditanya apakah merasa bersalah, Said mengatakan telah menyerahkan segalanya kepada kuasa hukumnya. Kuasa hukum terdakwa, Muhammad Assegaf, menilai tuntutan tersebut sangat berat. Klien saya sudah bertanggung jawab. Jaksa hanya mencari-cari kesalahan, ungkap Assegaf.
Menurut dia, sebelum kasus terungkap, Said selaku menteri agama sudah mempertanggungjawabkan hasil kerjanya di hadapan presiden dan DPR. Pertanggungjawaban itu diterima dan tidak ada masalah.
Said bersikukuh, sebagai menteri, dirinya bertanggung jawab kepada presiden. Karena itu, yang berhak menilai benar atau salahnya keputusan menteri agama (KMA) adalah presiden, ujar Assegaf. Selama ini, presiden tidak mempermasalahkan KMA yang dikeluarkan Said.
Menurut dia, perbuatan yang dilakukan Said hanyalah perwujudan dari KMA nomor 484 butir 10 angka 6 bahwa menteri agama berwenang mengatur penggunaan DAU demi kemaslahatan umat.
KMA nomor 484 2001 yang mempertegas penggunaan DAU adalah merupakan penyempurnaan KMA nomor 384 tahun 2001 yang dibuat menteri agama sebelum Said.
Saat ditanya tentang penggunaan DAU oleh terdakwa, Assegaf mengatakan, menteri agama yang sekarang pun turut menggunakan dana tersebut. Sementara itu, pemberian dana untuk komisi-komisi di DPR atas permintaan resmi dari DPR. Masa hal tersebut dibilang korupsi? tanya Assegaf.
Dalam sidang sebelumnya, mantan Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji Departemen Agama RI (Dirjen BPIH) Taufik Kamil dituntut pidana penjara delapan tahun. Jaksa menyatakan terdakwa terbukti menikmati aliran DAU Rp 2,861 miliar.
Taufik pun dituntut untuk membayar uang pengganti kerugian negara Rp 2,861 miliar dan membayar denda Rp 200 juta. (eko)
Sumber: Jawa Pos, 19 Januari 2006