Said Agil Divonis 5 Tahun
Fatimah Abu Abdullah Assegaf, istri mantan Menteri Agama Said Agil Husein Al-Munawar, kemarin menangis begitu hakim membacakan vonis untuk suaminya di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dengan menyandarkan kepala di bahu anak perempuannya, ia pun keluar sebelum sidang berakhir.
Dalam putusannya, majelis hakim menjatuhkan vonis lima tahun penjara kepada Said Agil, 54 tahun, yang terbukti secara sah dan meyakinkan menyelewengkan penggunaan Dana Abadi Umat dan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji. Terdakwa tetap ditahan, kata ketua majelis hakim Cicut Sutiarso.
Hakim juga mewajibkan Said Agil membayar denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan dan uang pengganti Rp 2 miliar. Jika dalam satu bulan setelah vonis memperoleh kekuatan hukum tetap uang pengganti belum dibayar, harta benda Said Agil akan disita dan dilelang untuk melunasi. Bila tidak cukup, diganti dengan pidana penjara selama satu tahun, kata Cicut.
Hakim memaparkan, ketika menjadi menteri, Said Agil terbukti menggunakan dana itu bukan hanya untuk penyelenggaraan ibadah haji, melainkan juga untuk keperluan lain, seperti membiayai perjalanan anggota Komisi VI DPR, ongkos haji atau umrah sejumlah tokoh masyarakat, membiayai perjalanan hakim agama Mahkamah Agung, serta memberikan sumbangan yang tidak sesuai dengan peruntukan.
Hakim juga menilai Said Agil menggunakan dana di luar ketentuan, seperti membiayai tunjangan menteri dan direktur jenderal, atau membayar uang lelah, honor, dan insentif bagi pegawai Badan Penyelenggaraan Ibadah Haji.
Tindakan Said Agil itu, menurut hakim, tidak sah karena menyalahi Undang-Undang Nomor 17/1999 tentang Penyelenggaraan Haji dan Keputusan Presiden Nomor 22/2001 tentang Badan Pengelola Dana Abadi Umat.
Mengenakan baju koko putih dan kopiah hitam, Said Agil menolak putusan hakim dan langsung mengajukan banding. Tim pengacaranya yang dipimpin M. Assegaf menilai tidak seharusnya majelis menyatakan Said Agil bersalah karena hanya meneruskan kebijakan menteri terdahulu.
Di mata hakim apa yang dilakukan Said Agil bertentangan dengan hukum dan undang-undang. Hakim menilai ini bertentangan dengan asas kepatutan, kata Assegaf. Tapi hakim mengakui kebijakan itu berkesinambungan.
Dengan demikian, menurut Assegaf, menteri yang dulu dan sekarang mestinya juga bersalah. Jika tidak dinyatakan bersalah tentu diskriminatif.
Sekalipun kecewa dengan pertimbangan hukum hakim, Assegaf tidak akan melaporkan hakim perkara ini ke Komisi Yudisial. Menurut dia, putusan majelis sudah benar dan tidak ada indikasi permainan. THOSO PRIHARNOWO
Sumber: Koran Tempo, 8 Februari 2006