RUU Tipikor; Pemerintah Diharapkan Lebih Aktif
Komisi Pemberantasan Korupsi mengharapkan pemerintah membuat kebijakan kreatif untuk lebih mengefektifkan pembahasan Rancangan Undang-Undang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di DPR. Hal itu karena konsentrasi sebagian besar anggota legislatif saat ini telah dicurahkan ke pemilihan umum sehingga pembahasan peraturan itu dikhawatirkan tidak akan selesai hingga batas waktu yang ditetapkan Mahkamah Konstitusi, yaitu 19 Desember 2009.
”Kami telah berusaha mendorong pembahasan RUU itu, yang beberapa waktu lalu antara lain dilakukan dengan memberi masukan kepada DPR. Namun, itu belum cukup, pemerintah dan masyarakat juga harus lebih aktif mendorong agar pembahasan RUU itu dapat lebih cepat. Sebab, peraturan itu merupakan kebutuhan bangsa,” kata Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi M Jasin, Senin (2/2) di Jakarta.
Peran yang lebih aktif dari pemerintah, lanjut Jasin, misalnya dengan menyiapkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu) yang memberikan dasar hukum bagi keberadaan pengadilan tindak pidana korupsi (tipikor). Perpu ini dimaksudkan sebagai antisipasi jika pembahasan RUU Pengadilan Tipikor macet atau tidak selesai pada waktunya.
Pansus RUU Pengadilan Tipikor di DPR memang menargetkan peraturan itu sudah selesai dibahas pada April 2009 atau sebelum Pemilu Legislatif 2009. Namun, pembahasan RUU tersebut di DPR masih dalam taraf mengundang sejumlah ahli dan pihak terkait untuk diminta masukan. Setelah itu baru akan memasukkan dan kemudian membahas daftar isian masalah (Kompas, 2/2).
Dengan kondisi seperti ini, ahli hukum tata negara, Irman Putra Sudin, tidak yakin bahwa DPR dapat memenuhi targetnya. Apalagi sebagian dari mereka sudah jarang menghadiri persidangan karena sibuk mempersiapkan pemilu. ”Apalagi nanti setelah hasil pemilu legislatif dketahui, komposisi DPR akan semakin kocar-kacir karena sebagian dari mereka ada yang terpilih dan tidak terpilih lagi. Mereka juga akan disibukkan dengan pemilihan presiden,” ujar Irman.
DPR hasil Pemilu 2009 juga sulit diharapkan dapat menyelesaikan pembahasan RUU tersebut. Selain waktu yang dimiliki amat terbatas, risiko politik dari penyelesaian peraturan itu juga tidak ringan.
”Bagi sebagian anggota DPR dan elite politik Indonesia, menyelesaikan RUU Pengadilan Tipikor, apalagi yang isinya seperti harapan masyarakat selama ini, seperti membesarkan macan. Sebab, peraturan itu dapat menerkam mereka sendiri. Jadi, hal yang wajar apabila pembahasan RUU tersebut selama ini dirasakan agak tersendat,” tutur Irman.
Untuk itu, pemerintah perlu bertindak lebih maju, misalnya, segera mengeluarkan perpu tentang pengadilan tipikor. (NWO)
Sumber: Kompas, 3 Februari 2009