RUU RN Sudah ke DPR; Politik Perundang-undangan Pemerintah Dipertanyakan
Di tengah perdebatan perlunya pemerintah memiliki aturan tentang rahasia negara, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah menunjuk Menteri Pertahanan serta Menteri Hukum dan HAM untuk mewakili pemerintah membahas RUU Rahasia Negara, yang telah dikirim ke DPR pada 12 September.
Penunjukan wakil pemerintah itu diungkapkan Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono dalam rapat kerja dengan Komisi I DPR, Senin (25/9). Mendengar hal itu, sejumlah anggota DPR mempertanyakan politik perundang-undangan serta komitmen pemerintah terhadap reformasi.
Hajriyanto Y Thohari dari Fraksi Partai Golkar mempertanyakan kebijakan politik pemerintah. Pemerintah tak menyiapkan RUU yang diamanatkan UUD 1945 atau Tap MPR, tetapi malah mengedepankan RUU Rahasia Negara yang selama ini dikhawatirkan bisa menghalangi kebebasan memperoleh informasi.
Menurut Hajriyanto, RUU Kebebasan Memperoleh Informasi Publik (KMIP) yang jelas merupakan amanat UUD 1945 justru dibahas secara lambat. Begitu juga RUU Peradilan Militer yang merupakan amanat Tap MPR No VII/2000. Saya belum melihat urgensi dan alasan ideologis RUU Rahasia Negara, ujarnya.
Effendy Choirie pun mempertanyakan komitmen Departemen Pertahanan dan TNI melakukan reformasi TNI. Dia juga mempertanyakan pernyataan Menteri Pertahanan yang pernah mengatakan Tap MPR No VII/2000 tidak berlaku dan UU TNI No 34/2004 yang mengatur prajurit TNI yang melakukan pidana umum harus tunduk pada peradilan umum sebagai substansi yang dipaksakan. Kok jadi begini. Ada apa di balik ini semua, kata Choirie.
Tidak semua transparan
Juwono Sudarsono dalam rapat menegaskan, berdasarkan rapat dengan Menteri Komunikasi dan Informatika, sudah tercapai kesimpulan bahwa tidak semua persoalan di era reformasi ini bisa serta-merta terbuka. Tidak mungkin atas nama kebebasan semua orang bisa tahu setiap langkah pemerintah, apalagi soal gelar pasukan. Tidak semua tahap bisa transparan, katanya.
Menurut Juwono, ada ruas-ruas yang perlu diketahui umum, tetapi ada juga ruas-ruas yang harus dijaga ketat karena menyangkut kelangsungan negara. Beberapa teman LSM masih bersikeras semuanya harus terbuka sesuai UU KMIP. Kalau demikian halnya, tidak usah ada pemerintah, ujarnya.
Namun, Theo L Sambuaga selaku pemimpin rapat langsung meluruskan pernyataan Juwono. Menurut Theo, RUU KMIP yang sekarang dibahas tidak seluruhnya terbuka, tetapi tetap ada yang dikecualikan.
Sejumlah LSM dari Koalisi Kebebasan Informasi menyatakan sudah menduga ketidakseriusan pemerintah dalam membahas RUU KMIP di DPR. Ini merupakan upaya mengulur-ulur waktu sehingga pembahasan bisa dilakukan bersamaan dengan RUU Rahasia Negara. (sut)
Sumber: Kompas, 26 September 2006