RUU Rahasia Negara Membahayakan; Leo Batubara: Musuh Bersama Kita adalah Korupsi

Keinginan pemerintah mengegolkan Rancangan Undang-Undang Rahasia Negara memunculkan pertanyaan dari berbagai pihak.

Upaya pemerintah agar Rancangan Undang-Undang Rahasia Negara itu segera dibahas di DPR dinilai menunjukkan sikap yang tidak konsisten dan paradoksal, terutama terkait keinginan pemerintah menyelenggarakan suatu pemerintahan yang bersih sekaligus memberantas korupsi.

Selain itu, keberadaan RUU Rahasia Negara juga diyakini dapat membahayakan kebebasan berekspresi dan mematikan kebebasan pers. Hal itu disampaikan Ketua Dewan Pers bidang Pengaduan Masyarakat dan Penegakan Etika Pers Leo Batubara, Jumat (2/6), di sela-sela diskusi publik Tarik Ulur Pembahasan RUU KMIP, RUU Rahasia Negara, dan RUU Intelijen di Jakarta.

Bagaimana kalau pers mau mengungkap indikasi korupsi di satu instansi pemerintahan tertentu, sementara kepala instansi itu punya kewenangan menentukan apa saja informasi yang masuk kategori rahasia? Akhirnya yang dirugikan masyarakat. Seharusnya musuh utama kita adalah korupsi, ujar Leo.

Leo mengaku heran dengan sikap pemerintah, yang dicurigai banyak pihak, sekadar membuat RUU untuk mengantisipasi keberadaan RUU Kebebasan Memperoleh Informasi Publik (KMIP). RUU KMIP itu sebelumnya telah diajukan legislatif dan sekarang tengah dibahas oleh Panitia Khusus RUU KMIP di DPR.

Menurut Leo, hal itu menunjukkan masih banyak pihak di dalam pemerintahan yang mengkhawatirkan RUU KMIP. Mereka menganggap keterbukaan akan memperlemah pemerintah.

Ada suatu sikap tidak konsisten dan paradoksal yang ditunjukkan pemerintah dalam kasus ini. Pada satu sisi, kebijakan makro mereka menginginkan adanya pemberantasan korupsi sekaligus menyelenggarakan pemerintahan yang bersih. Namun, kebijakan yang mereka buat malah bersifat tertutup, ujar Leo.

Wakil Ketua Panitia Antardepartemen RUU Rahasia Negara Ruly Nursanto dalam diskusi itu membantah RUU Rahasia Negara sebagai langkah pemerintah menghadapi RUU KMIP. Menurut dia, draf RUU Rahasia Negara sudah ada sejak 1997. Rancangan itu justru membatasi dan mengatur instansi agar tidak sembarangan menyatakan suatu informasi sebagai rahasia, ujar Ruly.

Dalam kesempatan sama anggota Pansus RUU KMIP DPR Soeripto mempertanyakan soal kompetensi kepala instansi atau penjabat negara yang diberi kewenangan menentukan suatu informasi atau kebijakan mana yang harus dirahasiakan dan mana yang bisa dikecualikan.

Jadi, masih harus didiskusikan terlebih dahulu soal kompetensi yang menjadikan penjabat negara sebagai penentu kebijakan mana yang dirahasiakan atau mana yang dikecualikan. Harus dipastikan pula masalah rahasia negara itu tidak mengganggu soal HAM dan penegakan hukum, ujar Soeripto.

Dengan begitu, tambah Soeripto, masyarakat bisa mengetahui informasi apa saja yang bisa mereka akses dan mana yang dikecualikan. Selain itu perlu juga didefinisikan secara jelas soal kategori mengancam kedaulatan dan keselamatan negara, yang menjadikan suatu informasi atau benda masuk dalam kategori rahasia negara.

Soeripto mencontohkan dalam pengadaan peralatan utama sistem persenjataan Departemen Pertahanan, sejauh terkait masalah anggaran atau jenis barang yang dibeli, masyarakat berhak tahu dan bahkan memberi masukan. (DWA)

Sumber: Kompas, 3 Juni 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan