RUU Rahasia Negara Hanya untuk Proteksi Pejabat

Rancangan Undang-Undang Rahasia Negara yang diajukan oleh pemerintah dinilai sebagai langkah mundur dan kontra produktif terhadap pembangunan demokrasi di Indonesia. Selain dilihat sebagai keragu-raguan pemerintah untuk memberikan informasi secara luas kepada masyarakat, RUU itu disinyalir hanya untuk melindungi pejabat publik dari berbagai kesalahan yang dilakukan. Karena itu, pembahasan RUU Rahasia Negara harus ditolak.

Demikian kesimpulan Seminar RUU Rahasia Negara yang diselenggarakan Lembaga Pengembangan Studi Hukum dan Advokasi HAM, Infid, Imparsial, dan Koalisi Kebebasan Masyarakat Sipil, di Palu, Sabtu (22/7).

Tiga pembicara yang tampil adalah Direktur Operasional Imparsial Rusdi Marpaung, Staf Pengajar Hukum Tata Negara Universitas Tadulako Abdul Rasyd Thalib, dan Aktivis Perkumpulan Bantaya, Hedar Laujeng.

Thalib mengatakan, RUU Rahasia Negara diduga mengandung maksud-maksud untuk melindungi kepentingan pejabat yang saat ini berkuasa maupun setelah berkuasa. Itu tampak dari lemahnya pasal-pasal pada RUU ini.

Dalam RUU itu tidak jelas apa definisi rahasia negara, kriteria rahasia negara, dan batas waktu rahasia negara, kata Thalib.

Rusdi mengatakan, DPR telah mengajukan RUU Kebebasan Memperoleh Informasi Publik (KMIP). Sejumlah pasal dalam RUU KMIP itu juga mengatur soal rahasia negara. Karena itu, RUU Rahasia Negara dipandang sebagai pekerjaan yang buang waktu saja dan akan kontra produktif dengan RUU KMIP.

Sepertinya, pemerintah ketakutan jika KMIP disahkan menjadi UU, banyak kesalahan-kesalahan pemerintah akan dikorek. Karena itu, pemerintah buru-buru mengajukan RUU Rahasia Negara, kata Rusdi.

Rusdi menambahkan, Jika seorang pejabat membuat kesalahan, maka ia bisa berlindung dengan UU Rahasia Negara untuk tidak diperiksa atau memberikan keterangan kepada polisi dan jaksa, kata Rusdi.

Hedar menambahkan, RUU ini langkah mundur bagi Indonesia yang tengah membangun demokrasi. RUU ini sama sekali tidak memiliki urgensi bagi publik. Karena itu, RUU ini harus ditolak, kata Hedar.(REI)

Sumber: Kompas, 25 Juli 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan