RUU Pengadilan Tipikor; Ketua Dewan Jamin Selesai Sebelum Oktober

"Undang-undang ini menjadi salah satu tolok ukur komitmen DPR dalam pemberantasan korupsi.”

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Agung Laksono memastikan pembahasan Rancangan Undang-Undang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi akan selesai sebelum pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih pada Oktober mendatang. "Tidak benar pembahasan rancangan undang-undang ini terhenti," katanya dalam pidato pembukaan masa sidang Dewan Perwakilan Rakyat di gedung DPR, Jakarta, kemarin.

Agung menyatakan, pembahasan Rancangan Undang-Undang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi masuk agenda prioritas bersama 34 rancangan undang-undang lainnya yang harus kelar sebelum masa bakti anggota Dewan berakhir. Lamanya pembahasan, kata Agung, karena ada sejumlah variabel yang memerlukan pertimbangan panjang.

Saat ini, Agung melanjutkan, Panitia Khusus RUU Pengadilan Tindak Pidana Korupsi masih menampung masukan dari aparat penegak hukum dan kalangan akademisi serta berbagai organisasi profesi. Agung optimistis panitia khusus akan menuntaskan pembahasan rancangan undang-undang ini sebelum Oktober, meski ada jadwal pemilu. "Sebagai komitmen kita terhadap pemberantasan korupsi," kata Agung.

Penuntasan pembahasan RUU Pengadilan Tindak Pidana Korupsi secara tepat waktu, kata Agung, penting karena rancangan undang-undang tersebut akan jadi landasan hukum bagi upaya pemberantasan korupsi.

Pembentukan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi merupakan amanat putusan Mahkamah Konstitusi pada Desember 2006. Dalam putusannya, Mahkamah meminta Dewan merampungkan pembahasan RUU Pengadilan Tindak Pidana Korupsi sebelum 19 Desember 2009.

Sebelumnya, anggota Panitia Khusus RUU Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Gayus T. Lumbuun, yakin panitia bisa menyelesaikan RUU Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dalam tiga bulan. “Bulan Maret bisa selesai. Sebab, lebih dari itu, anggota Dewan sudah sibuk dengan pemilu," ujarnya.

Apalagi, kata Gayus, materi krusial dalam rancangan ini hanya tiga poin. Poin itu, penempatan pengadilan khusus itu apakah di pengadilan negeri tiap provinsi atau dibentuk lain; komposisi hakim ad hoc dan hakim karier; serta kewenangan ketua pengadilan dan Mahkamah Agung dalam penentuan jumlah dan komposisi hakim.

Koordinator Bidang Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch Emerson Yuntho meminta Dewan Perwakilan Rakyat segera menyelesaikan Undang-Undang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. "Undang-undang ini menjadi salah satu tolok ukur komitmen DPR RI dalam pemberantasan korupsi," kata dia.

Emerson mengatakan pembahasan undang-undang ini harus benar-benar dikawal dan dikaji dengan baik. “Jangan sampai belakangan malah menyebabkan ‘pembusukan’ pada upaya pemberantasan korupsi di Indonesia,” ujarnya. DWI RIYANTO AGUSTIAR | EKO ARI | TITIS

Sumber: Koran Tempo, 20 Januari 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan