RUU Pengadilan Tipikor Kandas

Komitmen DPR dalam menyelesaikan Rancangan Undang-Undang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (RUU Pengadilan Tipikor) terus dipertanyakan.

DPR bahkan dinilai sudah tidak mampu lagi menyelesaikan RUU tersebut sebelum jangka waktu kerja DPR berakhir. ”Sudah tidak ada harapan lagi untuk menyelesaikan RUU Pengadilan Tipikor sampai batas waktu yang ditentukan yakni 19 Desember 2009 karena masa bakti anggota Dewan sudah hampir berakhir,” kata Wakil Koordinator Bidang Hukum Indonesian Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho dalam keterangan pers yang diterima Seputar Indonesiakemarin.

SelainDPR,lanjutEmerson,partai politik (parpol) dan fraksi yang ada di DPR juga dipandang tidak punya komitmen dalam pemberantasankorupsitermasukmenyelesaikan RUU tersebut. ”Sejauh ini belum ada pernyataan resmi dari masingmasing pimpinan parpol bahwa mereka mendukung keberadaan Pengadilan Tipikor dan mendesak kadernya yang menjadi anggota pansus DPR untuk segera merampungkan RUU tersebut,”kata dia.

Emerson memandang, pimpinan parpol terkesan membiarkan proses pembahasan ini dibiarkan tanpa ada kepastian. Pimpinan parpol juga mungkin bisa membiarkan Pengadilan Tipikor dibubarkan dan kembali ke Pengadilan Umum. Belum tuntasnya RUU ini, lanjut Emerson,karena ada konflik kepentingan antara DPR, KPK, dan Pengadilan Tipikor.

Banyak anggota DPR yang telah diperiksa oleh KPK, di samping delapan anggota Dewan yang diadili dan divonis oleh Pengadilan Tipikor. Emerson mengaku khawatir, DPR akan membiarkan RUU Pengadilan Tipikor tidak dibahas hingga jangka waktu berakhir (artinya Pengadilan Tipikor bubar dan KPK ”mandul”) atau sebatas mengesahkan RUU namun secara substansi justru berpotensi melemahkan Pengadilan Tipikor dan KPK.

Lebih berbahaya lagi adalah muncul wacana untuk meleburkan RUU Pengadilan Tipikor kedalam RUU Peradilan Umum. Artinya menjadikan Pengadilan Tipikor menjadi bagian kecil dari Peradilan Umum dan menempatkan Pengadilan Tipikor hanya sebagai ”kamar khusus” yang ada di Pengadilan Umum.

Tak hanya itu,para anggota Pansus Pembuat RUU itu juga tidak fokus dalam menyelesaikannya karena lebih sibuk dengan kepentingan mereka dalam mempersiapkan pelaksanaan pemilu legislatif dan presiden.”Proses awal yang dilakukan oleh pansus dengan mengadakan sejumlah rapat dengar pendapat (RDP) dengan sejumlah kalangan merupakan upaya mengulur- ulur waktu saja,”jelasnya.

Peneliti hukum ICW Febri Diansyah mengatakan,nasib Pengadilan Tipikor tinggal lima bulan lagi. Dia meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak mainmain dan segera menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu). ”Presiden jangan main-main dan harus siap menerbitkan perppu karena DPR sudah tidak bisa diharapkan,” kata Febri Diansyah.

Menurut Febri, jika perppu tidak keluar dan RUU Pengadilan Tipikor juga tak kunjung disahkan, presiden akan menjadi salah satu pihak yang harus bertanggung jawab atas matinya Pengadilan Tipikor. Jika hingga 19 Desember 2009 DPR masih belum dapat menyelesaikan pembahasan dan mengesahkan RUU, Pengadilan Tipikor otomatis bakal bubar.

Wakil Ketua Bidang Penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bibit Samad Rianto menegaskan KPK tetap akan terus bekerja. ”SelamaKPKmasihada,pengadilan ada atau tidak,kami terus bekerja,” kata Bibit saat dihubungi kemarin. Disinggung soal kunjungan KPK ke presiden kemarin, Bibit menjawab bahwa hal tersebut hanya peringatan.

”Warning, itu kan kasih tahu kalau RUU-nya belum selesai,”ujar Bibit. Ketua Panitia Khusus RUU Pengadilan Tipikor Dewi Asmara berjanji akan berusaha maksimal menyelesaikan penyusunan RUU Pengadilan Tipikor. ”Kami tidak akan menghentikan pembahasan ini dan tidak ada kata berhenti,” kata Dewi Asmara. (m purwadi)

Sumber: Seputar Indonesia, 31 Mei 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan