RUU Pengadilan Tipikor; DPR Janji Pengesahan September

ICW mengkritik rapat Panitia Kerja yang tertutup.

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat berjanji Rancangan Undang-Undang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi akan disahkan pada akhir September. Pimpinan DPR meminta pemerintah berkomitmen dan bekerja sama merampungkan pembahasan rancangan undang-undang itu.

"Kalau dilakoni dengan sungguh-sungguh, paling lambat 29 atau 30 September bisa disahkan. Kami harap pemerintah mau seperti itu," kata Ketua DPR Agung Laksono di sela buka bersama di rumah pribadinya pada Sabtu lalu.

Agung menegaskan, DPR sepakat menyelesaikan pembahasan RUU itu sebelum masa jabatan berakhir. Saat ini, katanya, masih ada beberapa butir pembahasan yang belum disepakati dalam rapat Panitia Kerja DPR. "Masih ada tiga atau empat butir krusial. Misalnya perbandingan hakim ad hoc dan karier serta tempat peradilan," katanya.

Rapat paripurna DPR dijadwalkan pada 29 dan 30 September mendatang. Menurut dia, rancangan itu akan disahkan pada salah satu sidang itu.

Anggota Panitia Kerja RUU Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Gayus Lumbuun, optimistis beberapa butir krusial segera rampung. Salah satunya soal komposisi hakim ad hoc. DPR, kata dia, lebih condong pada jumlah hakim ad hoc lebih banyak dari hakim karier. "Seluruh fraksi sudah setuju komposisi hakim ad hoc lebih banyak," ujar Gayus kemarin.

Panitia kerja terdiri atas lima unsur pemerintah dan DPR. Menurut dia, hanya unsur pemerintah yang belum menyetujui komposisi tiga hakim ad hoc dan dua hakim karier. Pemerintah justru menginginkan komposisi tiga hakim karier dan dua hakim ad hoc. "Hakim ad hoc harus lebih banyak untuk menunjukkan kekhususan Pengadilan Tipikor," kata Gayus.

Masalah tersebut akan diselesaikan oleh tim sinkronisasi. Panitia Kerja rencananya membentuk tim sinkronisasi untuk menyelesaikan rancangan yang belum diselesaikan oleh Panitia Kerja. Pemilihan anggota tim akan dilakukan di Hotel Santika, Jakarta, hari ini.

Tim juga akan menentukan lima tempat dibentuknya Pengadilan Tindak Pidana Korupsi sebelum dapat dibentuk di seluruh kabupaten dan kota. Rencananya, Pengadilan Tipikor akan dibentuk di Sumatera Utara, DKI Jakarta, Jawa Timur, Bali, dan Sulawesi Selatan atau Kalimantan.

Lembaga pegiat antikorupsi Indonesia Corruption Watch juga mengusulkan agar komposisi hakim terdiri atas tiga hakim ad hoc dan dua hakim karier. Namun, ICW menolak pembentukan pengadilannya di seluruh kabupaten dan kota. Selain sulit dikontrol, itu berpotensi memboroskan keuangan negara.

"Butuh dana Rp 553 miliar untuk menggaji hakim jika pengadilan ada di seluruh kabupaten/kota," kata peneliti ICW, Febri Diansyah, dalam siaran pers kemarin. ICW mengusulkan agar Pengadilan Tipikor hanya dibentuk di lima daerah, yang hanya akan menghabiskan biaya Rp 12,1 miliar untuk menggaji hakim.

ICW juga mengkritik Panitia Kerja yang mengadakan rapat pembahasan secara tertutup. "Pembahasan secara tertutup merupakan bentuk sikap anti-pengawasan publik dan anti-transparansi," kata Febri. Namun, hal ini dibantah Gayus. Menurut Gayus, pembahasan dilakukan secara tertutup untuk menghindari salah persepsi terhadap jalannya rapat. Kurniasih Budi | Famega Syavira

Sumber: Koran Tempo, 31 Agustus 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan