RUU Pengadilan Antikorupsi; Pembahasan Dicurigai Tak Serius

Presiden perlu mengeluarkan perpu.

Koalisi Pemantau Peradilan menilai jadwal pembahasan Rancangan Undang-Undang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi hanya kamuflase Dewan Perwakilan Rakyat dalam memenuhi permintaan masyarakat. Sebab, menurut koalisi yang terdiri atas beberapa lembaga swadaya masyarakat itu, hingga saat ini pembahasan rancangan pembentukan pengadilan khusus antikorupsi itu tidak termasuk prioritas legislasi pada masa sidang keempat DPR tahun 2008/2009.

”Dari jadwal yang telah disampaikan, ini hanya kamuflase kepada masyarakat yang selalu menanyakan komitmen DPR dalam pembahasan rancangan undang-undang tersebut,” ujar Koordinator Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Asfinawati, kepada wartawan di gedung LBH, Jakarta, kemarin. Menurut dia, sampai masa sidang ketiga berakhir, RUU tersebut berhenti pada proses penyusunan daftar inventarisasi masalah per fraksi.

Pembentukan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi merupakan amanat putusan Mahkamah Konstitusi pada Desember 2006. Dalam putusannya, Mahkamah meminta Dewan merampungkan pembahasan RUU tersebut sebelum 19 Desember 2009.

Masa sidang ketiga anggota DPR telah berakhir pada awal April. Masa sidang keempat dimulai pada 22 April hingga 1 Juni mendatang. Seusai rapat konsultasi tertutup antara para pemimpin DPR, komisi, dan panitia khusus dalam penyelesaian legislasi pada 16 April lalu, Ketua DPR Agung Laksono menyatakan Dewan mentargetkan 16 rancangan undang-undang selesai pada masa sidang ini. Sebanyak 23 rancangan lainnya diselesaikan hingga masa akhir jabatan DPR pada September mendatang. Tapi RUU Pengadilan Tindak Pidana Korupsi tidak termasuk prioritas. Alasannya, RUU itu baru diserahkan pemerintah dan mulai ditangani DPR sekitar enam bulan lalu.

Nur Solikhin dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan menyatakan, masa sidang keempat yang berlangsung pada April dan Juni merupakan masa kritis. ”Anggota panitia khusus berkonsentrasi pada pemilu,” ujarnya di tempat yang sama. Meski dibahas di luar jam kerja Dewan, alokasi waktu hanya tiga sampai empat jam tetap tak efektif.

Peneliti hukum Indonesia Corruption Watch, Febridiansyah, mengatakan, untuk mengantisipasi tidak selesainya pembahasan RUU Pengadilan Antikorupsi, Presiden harus menggunakan hak konstitusionalnya dengan mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu). ”Darurat korupsi telah memenuhi substansi unsur kegentingan yang memaksa,” ujarnya.

Adapun Ketua Panitia Khusus RUU Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Dewi Asmara, hingga berita ini ditulis belum bisa dimintai komentar. Tapi beberapa waktu lalu Dewi menegaskan, panitia khusus bakal mempercepat pembahasan. Yakni, membahas secara paralel antara rapat dengar pendapat umum, proses inventarisasi masalah, dan pembahasan substansi dengan pemerintah.CHETA NILAWATY | EKO ARI WIBOWO | REH ATE

Sumber: Koran Tempo, 28 April 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan