Rusdi Taher Melawan

Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Rusdi Taher terus melakukan perlawanan atas hukuman disiplin berat berupa pencopotan jabatan yang dijatuhkan kepadanya.

Selasa (12/9) sekitar pukul 8.00 hingga pukul 8.30, Rusdi datang ke Kejaksaan Agung, bersama konsultan hukumnya, Ibrahim dan Iriyanto A Baso Ence. Rusdi menyerahkan nota keberatan kepada Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh melalui pelaksana tugas Jaksa Agung Muda Pengawasan Togar R Hoetabarat.

Siangnya, Rusdi Taher menggelar jumpa pers di Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, menjelaskan sikapnya yang secara pribadi tidak menghendaki konflik dan perseteruan dengan pimpinan Kejaksaan. Rusdi menjelaskan perihal nota keberatan atas sanksi yang diterimanya, sesuai Berita Acara Penyampaian Pemberitahuan Hukuman Disiplin pada 31 Agustus lalu.

Rusdi juga memaparkan sikapnya ingin hadir di dalam rapat kerja Kejaksaan dengan Komisi III DPR,untuk menjelaskan fakta-fakta yang ia alami dan ia yakini kebenarannya. Sehari sebelumnya, dalam rapat kerja Kejaksaan Agung dan Komisi III DPR yang berlangsung hingga pukul 23.30, Jaksa Agung berkeras tidak mengizinkan Rusdi Taher hadir, dengan alasan proses pemeriksaan belum selesai.

Dalam nota keberatannya, Rusdi mempersoalkan berita acara penyampaian hukuman disiplin yang tidak menyebut alasannya. Berita acara itu hanya memuat pemberitahuan hukuman disiplin pembebasan dari jabatan, sesuai pasal 6 ayat (4) huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980, karena bersalah melanggar pasal 2 huruf g dan x PP 30/1980. Menurut Rusdi, berita acara yang tidak memuat substansi yuridis harus dianggap tidak sah dan batal demi hukum.

Mengenai rencana tuntutan terhadap Terdakwa perkara sabu 20 kilogram, Hariono Agus Tjahjono, Rusdi Taher mengatakan, ia menerima pengajuan rencana tuntutan dari Asisten Tindak Pidana Umum Kejati DKI Jakarta, Noor Rochmad pada 5 Desember 2005 di Hotel Yasmin, Cipanas. Saat itu saya memang menandatangani rencana tuntutan Kajati, dari 5 tahun menjadi 6 tahun, yang sebelumnya diusulkan Kajari Jakarta Barat, kata Rusdi.

Angka 6 tahun itu, menurut Rusdi, ia berikan atas laporan bahwa Hariono hanya kurir, bukan pengedar. Namun,setelah diberitahu Noor Rochmad bahwa Hariono tidak sebatas kurir, Rusdi mengaku memerintahkan Noor Rochmad untuk membuat rencana tuntutan 15 tahun. Setelah dari Cipanas hingga 7 Desember 2005, Rusdi menuju China bersama jajaran Kejaksaan untuk mengikuti konferensi Jaksa Agung ASEAN-China.

Menurut Rusdi, selama ia tidak berada di Jakarta, kendali internal berada di tangan wakil Kejati DKI Jakarta. Dengan demikian, mestinya rencana tuntutan diteruskan ke Kejagung oleh Wakil Kajati. Namun hal itu tidak dilakukan karena tidak ada usul dari staf. Soal tuntutan tiga tahun terhadap Hariono yang dibacakan jaksa di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, 12 Desember 2005, Rusdi menegaskan, di luar persetujuan dirinya. Tuntutan itu merupakan inisiatif jaksa.

Rusdi membantah pernyataannya soal intervensi Kejaksaan Agung bertujuan mengalihkan fokus dari sanksinya. Iriyanto A Baso Ence menambahkan, bila situasi merugikan Rusdi Taher, dia akan menggugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara.

Di Kejaksaan Agung, Selasa sore, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung I Wayan Pasek Suartha menjelaskan, pengajuan rencana tuntutan diatur dalam Surat Edaran Jaksa Agung tentang Pedoman Tuntutan Pidana. Rencana pengajuan tuntutan harus dilakukan ebrjenjang dari jaksa, kepala seksi, kepala kejaksaan negari, asisten tindak pidana, kepala kejaksaan tinggi, jaksa agung muda sampai jaksa agung, sebelum diajukan tuntutan pidana.

Selain itu, ada pula Surat Edaran Jaksa Agung tahun 2003 yang mengatur sejumlah perkara penting, yang rencana tuntutannya harus disampaikan kepada Jaksa Agung. Perkara penting itu, seperti dikatakan Wakil Jaksa Agung Basrief Arief kepada Komisi III DPR, Senin malam, antara lain korupsi, pembalakan liar, perbankan, psikotropika dan narkotika, terorisme, uang palsu, penyelundupan dan perbankan.

Menurut Pelaksana tugas Jaksa Agung Muda Pengawasan Togar R Hoetabarat, Rusdi dijatuhi sanksi berat karena tidak melaporkan rencana tuntutan secara berjenjang ke Kejaksaan Agung dan menyetujui rencana tuntutan 6 tahun yang dinilai ringan.

Dalam rapat kerja Komisi III DPR dan Kejaksaan Agung yang diskors Senin (11/9) malam, kembali dibuka Selasa (12/9) pukul 20.00, Jaksa Agung mengakui telah menerima keberatan Rusdi.

Namun, menurut Hoetabarat tim bagian Pengawasan Kejagung akan membahas keberatan itu sebelum Jaksa Agung memutuskan, apakah menerima atau menolak keberatan Rusdi, sehingga sanksi itu dapat berubah dari semula atau tetap.

Dalam rapat yang dipimpin Ketua Komisi III Trimedya Panjaitan itu, berbagai pertanyaan lain diajukan soal kinerja Kejaksaan Agung membongkar berbagai kasus korupsi.

Bukan Dukung Rusdi
Sementara itu mahasiswa yang tergabung dalam Geram BUMN --yang Senin lalu melakukan aksi melempar telur busuk ke arah Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Hendarman Supandji-- membantah aksi mereka terkait Rusdi Taher. Mereka kecewa terhadap buruknya kinerja Jampidsus Kejaksaan Agung dalam mengungkap kasus-kasus korupsi besar.

Geram BUMN telah aktif menyoroti praktik korupsi di BUMN sejak tahun lalu, sedangkan kasus Rusdi Taher baru saja terjadi. Jadi tidak benar tudingan aksi kami sebagai bentuk kekecewaan atasdicopotnya Rusdi Taher, tegas Kurnia juru bicara Geram di kantor LBH Jakarta. Geram BUMN terdiri dari mahasiswa Universitas Jayabaya, IISIP, Formasi Trisakti, FIS Mercubuana, STMIK Jayakarta, STMA Trisakti, Universitas Nasional, Universitas Muhammadiyah Jakarta, Universitas Negeri Jakarta, Formatara.

Geram BUMN kecewa karena banyak kasus korupsi yang ditangani Kejaksaan Agung luput, seperti pemberian SKP3 kepada Suharto, pemberian SP3 banyak kasus BLBI, vonis bebas ECW Neloe akibat lemahnya dakwaan jaksa, dan lepasnya Direktur Utama PT PLN Eddy Widiono karena habisnya penahanan.

Sementara itu, Hendarman Supandji yang dilempari telur busuk, ketika diminta komentarnya kemarin menyatakan tidak akan memperpanjang kasus tersebut.

Mereka kan tidak tahu apa yang telah dilakukan, jadi saya maafkan. Dan itu memang risiko jabatan sebagai jaksa. Orang yang puas dan tidak puas selalu ada, kata Hendarman di Gedung Bundar Kejaksaan Agung.

Hendarman mengaku, kemarin ia sudah meminta Polda Metro Jaya agar si pelempar telur dibebaskan. Dia kan mahasiswa, saya anggap anak sendiri, jadi saya minta dibebasin saja, ujar Hendarman. (IDR/VIN)

Sumber: Kompas, 13 September 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan