Rusadi Sebut Valina Menyesatkan; Bacakan Pleidoi Sidang Korupsi KPU
Persidangan lanjutan kasus korupsi di KPU (Komisi Pemilihan Umum) kemarin digelar dengan terdakwa anggota KPU Prof Dr Rusadi Kantaprawira. Agendanya adalah pembacaan pleidoi.
Rusadi membacakan pleidoi (pembelaan) setebal 37 halaman berjudul Manajemen Persiapan Pemilihan Umum, Perlombaan Antara Tindak-Bijak-Rasional dengan Keterbatasan Waktu.
Dia menilai, hak-hak asasinya telah dilanggar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Terdakwa kasus korupsi proyek pengadaan tinta itu juga menuding KPK tidak konsisten dalam menetapkan jumlah kerugian negara yang dituduhkan kepada dirinya.
Saat saya ditangkap, sama sekali belum siap gelar perkara. Bahkan, semua bukti harus dicari-cari dahulu. Tapi, penahanan yang melenyapkan kemerdekaan manusia sudah jauh-jauh hari dilakukan, katanya.
Menurut Rusadi, KPK juga berbeda dalam menentukan besar kerugian negara sejak dirinya ditahan pada 18 Juli 2005. Saat saya ditahan, berlangsung ekspose liputan pers dari pejabat KPK yang menyatakan Rusadi diduga merugikan negara Rp 8 miliar, ujarnya.
Lalu, dalam berkas perkara no BP/09/XI/2005/KPK yang ditandatangani penyidik Yurod Saleh, kerugiannya berubah menjadi Rp 1,3 miliar. Dalam dakwaan, kerugian negara berubah jadi Rp 4.661.572.766,1. Bahkan, 1 sen pun sampai dihitung, tuturnya.
Selain soal besar kerugian negara, Rusadi mengatakan mencermati perbedaan pasal yang dijeratkan kepadanya sejak ditahan. Sesungguhnya perkara saya secara teknis hukum belum layak digelar. Namun, sementara hak saya sebagai warga negara seperti dicabut, tegasnya.
Dia juga berkeluh kesah soal kerjanya menyukseskan pemilu. Rasanya, jerih payah menyukseskan pemilu lalu dibalas dengan air tuba, kata Rusadi.
Dia bersikukuh tidak melakukan korupsi. Tindakan panitia itu adalah tindakan kolektif, bukan perseorangan Rusadi Kantaprawira. Semua itu sudah dibenarkan dan diterima pleno KPU, tegasnya. Terlebih, panitia tak punya hak menguasai uang/anggaran, katanya.
Bahkan, kerja panitia hanya sampai pengusulan calon pemenang rekanan. Setelah itu, kontrak ditandatangani Wakil Sekjen KPU Sussongko Suhardjo.
Rusadi juga menuding rekannya sesama anggota KPU, Valina Sinka Subekti, yang menjadi wakil ketua panitia proyek tinta, memberikan keterangan menyesatkan. Itu dikaitkan dengan keterangan kepada KPK maupun di persidangan. Saat itu, Valina sering mengatakan tidak tahu karena dirinya beberapa kali tidak mengikuti pertemuan dengan rekanan.
Itu tak berarti, sebagai wakil ketua panitia pengadaan tinta sidik jari pemilu, dia bisa berdalih tidak tahu atau lupa, ujarnya, memberikan penekanan.
Sebelumnya, Rusadi dituntut pidana 4 tahun 3 bulan penjara, denda Rp 200 juta subsider 2 bulan kurungan, dan membayar uang pengganti kerugian negara Rp 1,38 miliar. Menurut jaksa, Rusadi bersalah karena menunjuk langsung rekanan tinta impor maupun lokal kepada tujuh perusahaan. Bahkan, salah satu rekanan, yaitu PT Mustika Indra, tidak memiliki izin impor. (lin)
Sumber: Jawa Pos, 10 Februari 2006