Rumah Sakit Belum Berpihak Kepada Pasien Miskin

buku rsDengan menggunakan CRC (Citizen Report Card) ICW melakukan survey tentang kualitas layanan kesehatan, pada bulan November 2009. Survey ini mengambil sampel 738 pasien miskin (pasien rawat inap dan jalan yang memegang kartu Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), Keluarga Miskin (Gakin) dan Surat Keterangan Tidak Mampu(SKTM)) di 23 rumah sakit yang ada di lima daerah (Jakarta Bogor Depok Tanggerang, Bekasi). Dengan jumlah sampel ini diprediksi MOE (Margin of Error) sebesar 3 sampai 4 persen. Metode penarikan sampel menggunakan two stage random sampling with pps. Berikut adalah press release tersebut...

Press Release
RUMAH SAKIT BELUM BERPIHAK KEPADA PASIEN MISKIN
-    67 % pasien miskin keluhkan pelayanan Rumah Sakit -

Rumah sakit (pemerintah dan swasta) belum ramah terhadap warga dan pasien miskin. Hal ini terbukti dengan banyaknya keluhan pasien miskin terutama dari kelompok perempuan terhadap pelayanan rumah sakit. Keluhan tersebut antara lain terkait dengan buruknya pelayanan perawat, sedikitnya kunjungan dokter pada pasien rawat inap, serta lamanya pelayanan oleh tenaga kesehatan (apoteker dan petugas laboratorium). Selain itu, pasien juga mengeluhkan buruknya kualitas toilet, tempat tidur, makanan pasien dan rumitnya pengurusan administrasi  serta mahalnya harga obat.

Demikian kesimpulan yang diperoleh melalui survey CRC (Citizen Report Card) ICW pada bulan November 2009. Survey ini mengambil sampel 738 pasien miskin (pasien rawat inap dan jalan yang memegang kartu Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), Keluarga Miskin (Gakin) dan Surat Keterangan Tidak Mampu(SKTM)) di 23 rumah sakit yang ada di lima daerah (Jakarta Bogor Depok Tanggerang, Bekasi). Dengan jumlah sampel ini diprediksi MOE (Margin of Error) sebesar 3 sampai 4 persen. Metode penarikan sampel menggunakan two stage random sampling with pps.

Lebih lanjut, pasien miskin menyatakan bahwa pengurusan administrasi rumah sakit masih rumit dan berbelit-belit (28,4 persen) dengan antrian yang panjang (46,9 persen). Pasien rawat inap misalnya mengeluhkan rendahnya kunjungan dan disiplin dokter terhadap mereka. Sedangkan, pasien perempuan rawat inap mengeluhkan sikap perawat yang kurang ramah dan simpatik terhadap mereka (65,4 persen).

Penolakan RS Dan Uang Muka
Pasien miskin juga menyatakan bahwa dalam setahun terakhir mereka pernah diminta uang muka oleh pihak rumah sakit sebagai syarat dalam mendapatkan pelayanan rumah sakit (10,2 persen). Besarnya uang muka tersebut rata-rata sebesar Rp 794 ribu.

Penetapan uang muka merupakan salah satu faktor penghambat warga miskin mendapatkan pelayanan rumah sakit. Hal ini juga dibuktikan oleh pengakuan oleh 12,8 persen pasien miskin yang menyatakan bahwa mereka pernah ditolak oleh rumah sakit. Salah satu alasannya karena pihak rumah sakit menetapkan uang muka sebagai syarat kelengkapan administrasi.

Selain itu penolakan dan uang muka, pasien rawat inap juga mengeluhkan tentang pengurusan administrasi. Pengurusan administrasi awal dinilai rumit dengan antrian panjang. Rata-rata lama waktu pengurusan administrasi satu orang pasien 1 jam 45 menit. Hal ini memaksa sebagian mereka mengambil jalan pintas dengan menggunakan jasa pihak ketiga (calo).

Dokter dan Obat Generik
Hasil survey CRC juga menunjukkan masih ada pasien miskin pemegang kartu jaminan kesehatan (jamkesmas, gakin dan sktm) harus membeli obat (22,1) persen. Hal ini dilakukan karena sebagian obat tidak masuk list yang dijamin oleh jaminan kesehatan dan habisnya stok obat rumah sakit.

Obat tersebut dibeli dengan harga yang relatif tinggi dibandingkan dengan pendapatan mereka. Hal ini terjadi lantaran dokter tidak menyampaikan atau memberikan resep obat generik pada pasien miskin. Ditaksir, pasien miskin mengeluarkan biaya berkisar Rp 400 ribu – Rp 500 ribu untuk mendapatkan obat tersebut.

Warga dan Akses Terhadap Rumah Sakit
Meski telah mendapatkan layanan rumah sakit, namun pasien miskin ternyata juga menghadapi kendala mendapatkan kartu jaminan kesehatan. Hal ini terjadi karena rumitnya persyaratan administrasi dan adanya berbagai pungutan untuk mendapatkan keringanan atau berobat gratis.

Dari 738 pasien miskin, 7,9 persen diantaranya mengaku dipungut biaya untuk mendapatkan kartu jaminan kesehatan. Besarnya biaya tersebut cukup variatif bergantung jenis kartu. Pasien jamkesmas mengeluarkan biaya rata-rata yakni sebesar Rp 345 ribu, pasien Gakin Rp 101 ribu, dan pasien SKTM Rp 89 ribu.

Kesimpulan dan Rekomendasi
Berdasarkan hasil survey ini dapat disimpulkan bahwa rumah sakit belum ramah/berpihak terhadap pasien miskin. Hal ini ditunjukkan oleh masih banyaknya pasien miskin yang mengeluhkan pelayanan rumah sakit. Keluhan tersebut antara lain terkait dengan:

1.    

Rendahnya kunjungan dokter, perawat tak ramah, petugas kesehatan yang lamban.

2.    

Pengurusan administrasi yang rumit dengan antrean panjang serta calo pengurusan administrasi.

3.    

Rumah sakit masih melakukan penolakan terhadap pasien miskin dengan berbagai alasan. Beberapa alasan diantaranya tidak dapat diterima seperti tidak ada tempat tidur, peralatan tidak lengkap, dokter tidak tersedia dan harus ada uang muka.

4.    

Rendahnya kualitas fasilitas dan sarana rumah sakit terutama pada kelas III seperti wc, tempat tidur dan ruang rawat inap dan ruang tunggu rawat jalan.

5.    

Pasien miskin masih mengeluarkan biaya cukup besar untuk kesembuhannya terutama untuk pembelian obat. Kartu jaminan kesehatan tidak menjamin biaya tersebut menjadi gratis.

Berdasarkan kesimpulan ini kami merekomendasikan kepada:

1.    

Rumah Sakit

a.

meningkatkan kualitas pelayanan terhadap pasien miskin terutama meningkatkan kunjungan dokter, keramahan perawat, kecepatan pelayanan kesehatan dan peningkatan kualitas sarana dan prasarana rumah sakit.

b.

menyampaikan informasi tentang hak-hak pasien terutama terkait dengan standar pelayanan rumah sakit sesuai dengan pasal 18 UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik dan pasal 29 ayat 1(a) UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.

c. 

membuka mekanisme keluhan/pengaduan (complaint mechanism) serta menindaklanjuti keluhan tersebut secara transparan dan bertanggung jawab sesuai pasal 36 dan 37 UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

2.    

Menteri Kesehatan

a.

segera membentuk Badan Pengawas Rumah Sakit sebagaimana diatur dalam UU Rumah Sakit. Badan ini diharapkan mampu mengawasi pelayanan rumah sakit dan pemenuhan hak-hak pasien.

b.

mengambil tindakan administratif terhadap Rumah Sakit yang memberikan pelayanan yang buruk terhadap pasien miskin. Berdasarkan UU Rumah Sakit, Menteri Kesehatan dapat mengambil tindakan berupa peringatan tertulis,pencabutan izin sementara atau izin tetap.

Jakarta, 20 Desember 2009
Indonesia Corruption Watch
1.    Ade Irawan, Koordinator Divisi Monitoring Pelayanan Publik (081289486486);
2.    Febri Hendri, Peneliti Senior (087877681261);
3.    Ratna Kusumaningsih, Peneliti Korupsi Kesehatan (081390294533).

klik di sini untuk mengunduh file presentasi...

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan