Romli Atmasasmita Dituntut Lima Tahun Penjara

"Saya tidak terima bagian uang itu," kata Romli.

Mantan Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Romli Atmasasmita dituntut lima tahun penjara. Jaksa menilai Romli bersalah dalam perkara dugaan korupsi Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) di Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Romli, menurut jaksa, terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi, sebagaimana diatur dalam Pasal 12-e Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. "Menuntut majelis agar menjatuhkan pidana penjara lima tahun," kata Fadhil Jumhana, jaksa penuntut umum, saat membacakan tuntutan terhadap Romli di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kemarin.

Selain itu, Romli dituntut membayar denda Rp 500 juta subsider enam bulan penjara. Majelis hakim juga diminta memerintahkan agar uang Rp 1,316 miliar yang dikumpulkan dari access fee Sisminbakum diserahkan kepada negara.

Masih menurut jaksa, Sisminbakum seharusnya diselenggarakan oleh pemerintah. Nyatanya, PT Sarana Rekatama Dinamika ditunjuk sebagai rekanan untuk menangani proyek tersebut tanpa tender. "Semestinya pungutan Sisminbakum sebagai pemasukan negara, tapi malah untuk kepentingan PT Sarana, Koperasi Pengayoman, dan pegawai di lingkungan Departemen Hukum dan HAM," kata Fadhil.

Total pungutan access fee sejak diberlakukan April 2001 hingga November 2008, Fadhil menambahkan, mencapai sekitar Rp 420 miliar. Dari jumlah itu, PT Sarana mendapat 90 persen atau sekitar Rp 379 miliar. Sisanya dinikmati Koperasi Pengayoman, Departemen Hukum, sebesar Rp 18,867 miliar. Sedangkan Direktorat Administrasi Hukum Umum menerima Rp 18,838 miliar. Selama Romli menjabat, besarnyaaccess fee yang dikumpulkan mencapai Rp 1,316 miliar.

Menurut Fadhil, Romli juga menerima jatah uang access fee tersebut. "Terdakwa menerima Rp 5 juta untuk kepentingan pribadi," kata Fadhil, “Ia juga menerima uang perjalanan dinas ke luar negeri, yakni ke Praha, sebesar US$ 2.000.”

Romli Atmasasmita menilai tuntutan lima tahun penjara tersebut keterlaluan. "Saya tidak pernah tunjuk langsung PT Sarana dan tidak terima bagian uang itu," kata Romli seusai sidang.

Menurut dia, seharusnya Menteri Hukum dan HAM Yusril Ihza Mahendra serta Hartono Tanoesoedibyo, salah satu kuasa pemegang saham PT Sarana, yang diseret ke pengadilan. "Dia (Yusril) yang tunjuk PT Sarana," kata Romli. “Pembagian access fee yang diterima Koperasi Pengayoman dan Direktorat AHU juga ditetapkan Yusril.” SUTARTO | DWI WIYANA
----------------
Dituntut 5 Tahun, Romli Laporkan Jaksa

Romli Atmasasmita dituntut hukuman pidana lima tahun penjara dan denda Rp 500 juta, yang jika tidak dibayarkan diganti dengan enam bulan kurungan.

Mantan Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia itu juga dituntut hukuman tambahan berupa pencabutan seluruh keuntungan yang telah atau akan dibayarkan oleh pemerintah dari layanan Sistem Administrasi Badan Hukum sebesar Rp 1,316 miliar.

Tuntutan itu dibacakan tim jaksa di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (26/8), dalam sidang yang dipimpin ketua majelis hakim Ahmad Yusak. Berkas tuntutan setebal 500 halaman dibacakan bergantian oleh jaksa Fadil, Kuntadi, Yunita, dan Syahnan.

Jaksa berkeyakinan Romli— yang juga guru besar hukum Universitas Padjadjaran—bersalah korupsi biaya akses Sisminbakum. Perbuatan itu dilakukan dengan memaksa pemohon badan hukum untuk menggunakan Sisminbakum yang diakses melalui elektronik dan membayar biaya secara melawan hukum. Pemohon dikenai biaya Rp 1,35 juta.

”Tuntutan lima tahun itu keterlaluan!” kata Romli kepada wartawan seusai sidang.

”Saya tidak pernah memberi perintah untuk membagi uang dari hasil biaya akses. Semua uang itu ada di Aan Danu Giartono, Sekretaris Ditjen AHU. Aan Danu harus jadi tersangka,” ujar Romli.

Sisminbakum diawali dengan surat keputusan yang ditandatangani Menteri Kehakiman dan HAM saat itu, Yusril Ihza Mahendra. Yusril pula yang menentukan PT Sarana Rekatama Dinamika (SRD) sebagai pelaksana Sisminbakum dan Koperasi Pengayoman Pegawai Departemen Kehakiman (KPPDK) sebagai pengelola Sisminbakum.

Romli membantah dirinya menandatangani perjanjian dengan KPPDK perihal pembagian uang. Menurut dia, jaksa memanipulasi perjanjian tertanggal 25 Juli 2001 yang dijadikan bukti itu. Oleh karena itu, Kamis ini pukul 10.00, Romli akan melaporkan Ketua KPPDK Basuki serta jaksa Faried Harianto dan Esther Sibuea ke Kepolisian Daerah Metro Jakarta Raya.

Romli kembali menyebut nama Yusril yang dinilai berperan dalam proses penunjukan PT SRD sebagai pelaksana Sisminbakum. ”Kalau saya jadi tersangka, Yusril juga,” katanya. (IDR)

Sumber: Kompas, 27 Agustus 2009

--------------------

Dituntut Lima Tahun, Romli Melawan
Korupsi Biaya Akses Sisminbakum

Sidang kasus korupsi biaya akses Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) Depkum HAM mulai masuk tahap akhir. Jaksa penuntut umum (JPU) kemarin (26/8) menuntut terdakwa mantan Dirjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Romli Atmasasmita dengan pidana penjara lima tahun.

Jaksa menganggap Romli terbukti melakukan tindak pidana ko­rupsi sesuai dakwaan pertama, yakni pasal 12 huruf e jo pasal 18 UU Pemberantasan Tipikor jo pa­sal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. "Un­sur-unsur dalam pasal itu ter­penuhi," kata JPU Fadil Zumhana dalam pembacaan tuntutan di Peng­adilan Negeri Jakarta Selatan.

Unsur-unsur tersebut, antara lain, pegawai negeri, sengaja me­ngun­tungkan diri sendiri dan orang lain, dan melawan hukum. Selain pidana lima tahun, Romli didenda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. Terdakwa juga dikenai pidana tambahan berupa pencabutan seluruh keuntungan dalam layanan Sisminbakum senilai Rp 1,31 miliar. Uang senilai itu setara dengan jumlah penerimaan layanan Sisminbakum selama Romli menjabat Dirjen AHU. Yakni, sejak April 2001 hingga April 2002.

Menurut jaksa, Romli menerima aliran dana Rp 5 juta untuk kepentingan pribadi dan USD 2 ribu untuk perjalanan dinas ke Praha. "Uang itu diterima dari Sesditjen AHU Aan Danu Giartono," terang jaksa Kuntadi.

Dalam layanan Sisminbakum, jaksa menyebut telah dilakukan pungutan dengan dalih biaya akses senilai Rp 1,35 juta di luar biaya penerimaan negara bukan pajak (PNBP) Rp 200 ribu. Pungutan tersebut dinilai menguntungkan PT Sarana Rekatama Dinamika, rekanan, yang mendapat bagian 90 persen. Sisanya, 10 persen, menjadi bagian Koperasi Pengayoman Pegawai Depkeh dan HAM (KPPDK).

Jumlah 10 persen itu dibagi an­tara Ditjen AHU dan Koperasi Pengayoman dengan porsi 60 : 40. Hal itu berdasar perjanjian an­tara Ditjen AHU dan Koperasi. "Jumlah itu lalu dibagi-bagikan ke pejabat di lingkungan Ditjen AHU," urai jaksa.

Menanggapi tuntutan itu, Romli membantah semua uraian jak­sa. "Saya tidak pernah terima uang itu. Sesditjen yang terima," tegas Romli seusai sidang. Dia juga membantah perintah membagi-bagikan uang bagian dari layanan Sisminbakum itu.

Guru besar Uni­versitas Padjadja­ran itu akan balik melapor ke Pol­­da Metro Ja­ya terkait bukti pal­su. Bukti yang dimaksud adalah perjanjian antara Koperasi Pengayoman dan Ditjen AHU tertanggal 25 Ju­li 2001. "Itu palsu. Saya nggak per­nah tanda tangan itu," kata Romli. Pihak terlapor, antara lain, Faried Haryanto, ketua tim penyidik kasus Sisminbakum. "Besok (hari ini, Red) saya laporkan."

Bukan hanya itu. Romli juga menyebut mantan Menteri Kehakiman dan HAM Yusril Ihza Mahendra harus ditetapkan sebagai tersangka. Alasannya, penunjukan PT SRD sebagai rekanan Sisminbakum. "Saya tidak mengetahui penunjukan PT SRD," katanya. (fal/agm)

Sumber: Jawa Pos, 27 Agustus 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan