Rini Berkurang, Laks Bertambah

Sebagian besar kekayaan mantan menteri di era Presiden Megawati bertambah setelah pensiun dari kabinet. Ada beberapa menteri yang kekayaannya melonjak secara signifikan setelah menjabat tiga tahun. Pergerakan harta para mantan pejabat tinggi itu kemarin diumumkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Untuk tahap pertama itu, ada 12 harta bekas penyelenggara negara yang dipublikasi. Yakni kekayaan mantan Menkes Achmad Sujudi, mantan Menkop dan UKM Alimarwan Hanan, mantan Mentan Bungaran Saragih, mantan Mendagri Hari Sabarno, mantan Menbudpar I Gede Ardika, mantan Men PPN/Ketua Bappenas Kwik Kian Gie, mantan Men BUMN Laksamana Sukardi, dan mantan Men PAN (Pendayagunaan Aparatur Negara) Feisal Tamin.

Selanjutnya, kekayaan mantan Menhut M. Prakosa, mantan Menperindag Rini M.S. Suwandi, mantan Menkimpraswil Soenarno (kini menjadi menteri PU), dan Mendiknas/Menko Kesra Abdul Malik Fadjar.

Publikasi kekayaan 12 menteri Kabinet Gotong Royong itu dilakukan di Gedung KPK, Jalan Veteran III, Jakarta. Pimpinan KPK diwakili Wakil Ketua KPK Sjahruddin Rasul dan Direktur Pelaporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara KPK Mochamad Jasin.

Mantan menteri yang hadir adalah I Gede Ardika, Feisal Tamin, dan Abdul Malik Fadjar. Menteri PPN/Ketua Bappenas Sri Mulyani juga terlihat hadir karena harta kekayaannya juga diumumkan. Baik menteri maupun bekas menteri tersebut mengumumkan LHKPN (Lembar Harta Kekayaan Penyelenggara Negara) masing-masing.

Dari data yang dirilis KPK, kekayaan bekas menteri mengalami perubahan secara signifikan selama menjabat. Umumnya, total kekayaannya meningkat. Tetapi, ada satu menteri yang justru kekayaannya anjlok seperti dialami Rini M.S. Soewandi.

Harta kekayaan Rini yang mantan CEO PT Astra International itu berkurang hingga Rp 40 miliar. Awalnya Rp 73,987 miliar dan USD 351.361 (setara Rp 3,232 miliar dengan kurs USD 1 = Rp 9.200) semasa sebelum menjabat Menperindag/2001. Selanjutnya, pada 2004, jumlahnya tinggal Rp 48,072 miliar dikurangi utang USD 1,236 juta (setara Rp 11,371 miliar). Total semua kekayaan Rini setelah lengser dari kabinet adalah Rp 36,701 miliar.

Pada 2004, total kekayaan Rini sejatinya Rp 114,206 miliar dan USD 214.000. Jumlah itu dikurangi utang senilai Rp 66,133 miliar dan USD 1,45 juta. Rincian harta kekayannya adalah harta tidak bergerak Rp 28,505 miliar, harta bergerak berupa alat transportasi (mobil) Rp 3,393 miliar, dan bentuk lain senilai Rp 1,077 miliar dan USD 214.000. Aset Rini lainnya adalah surat berharga senilai Rp 75,704 miliar dan giro/setara kas lainnya senilai Rp 695,602 juta. Perempuan kelahiran Maryland, AS, itu ternyata juga mempunyai piutang Rp 4,830 miliar.

Kekayaan mantan Men BUMN Laksamana Sukardi mengalami kenaikan paling signifikan. Sebelum Rp 26,103 miliar, pada 2004 bertambah menjadi Rp 42,473 miliar. Kekayaan Laks -panggilan akrabnya- menjadi banyak karena meningkatnya simpanan dalam bentuk giro dan setara kas lainnya, dari Rp 10,102 miliar (2001) menjadi Rp 21,785 miliar (2004). Harta tidak bergeraknya dari Rp 12,887 miliar menjadi Rp 17,505 miliar.

Selain Laksamana, dari rilis KPK, kekayaan Hari Sabarno juga tercatat mengalami kenaikan yang melonjak. Pada 2001, kekayaan Hari tercatat Rp 1,314 miliiar. Setelah menjabat, kekayaan mantan Mendagri itu bertambah menjadi Rp 6,417 miliar. Artinya, ada kenaikan sekitar Rp 5 miliar.

Kekayaan mantan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Kwik Kian Gie juga naik sekitar Rp 5 miliar (dari Rp 7,877 miliar menjadi Rp 12,076 miliar).

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Sjahruddin Rasul menyatakan akan meneliti lebih lanjut harta kekayaan mantan anggota Kabinet Gotong Royong. Penelitian itu tidak terbatas hanya pada menteri yang jumlah kekayaannya bertambah siginifikan, tapi juga yang kekayaannya tetap dan berkurang, jelas Sjahruddin dalam jumpa pers kemarin.

KPK memang punya kewenangan menyelidiki harta kekayaan pejabat dan mantan pejabat. Dasarnya, pasal 5 ayat(3) UU No.28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, yang mewajibkan pejabat negara melaporkan kekayaannya, baik sebelum maupun sesudah menjabat. Selanjutnya, pasal 20 UU No.28/1999 mengatur sanksi administratif bagi pejabat yang tidak memenuhi ketentuan pasal 5 ayat(3) di atas.

Mantan salah seorang deputi di BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan) itu menegaskan, meski kekayaan mantan pejabat tidak bertambah secara signifikan, bukan berarti KPK tidak melakukan identifikasi dan penelitian. Sebab, kata Sjahruddin, bisa saja setelah verifikasi administrasi dilakukan akan ada laporan dari masyarakat yang tidak setuju dengan hasil verifikasi tersebut.

Untuk itu, Sjahruddin menegaskan, laporan dari masyarakat akan sangat membantu keseluruhan proses verifikasi faktual terhadap laporan kekayaan mantan menteri sebagai upaya pencegahan korupsi.

Saat ini, KPK telah menghubungi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) maupun Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) untuk membantu penelitian dan identifikasi tersebut.

Tak Otomatis Korupsi
Dikonfirmasi koran ini tadi malam soal penambahan kekayaannya, mantan Menteri PPN/Ketua Bappenas Kwik Kian Gie mengatakan bahwa dirinya bisa menjelaskan keseluruhan dari mana datangnya pertambahan kekayaannya itu.

Jangan didakwa korupsi, ya, kata Kwik tertawa. Walaupun sebenarnya dia tidak terlalu paham dengan pertambahan kekayaan itu. Alasannya, bukan dia yang mengurusi soal hitung-hitungan kekayaan itu.

Saya serahkan kepada keluarga saya. Dan, saya beri tahu ya, sejak orang tua saya meninggal, delapan orang anaknya malah berebut lari dari harta warisan itu, lanjutnya. Yang kemudian mengurusi adalah saudara dekatnya, Budi Darmawan, yang tinggal di Semarang.

Rumah warisan orang tua saya terjual sehingga mungkin dari sana ada bagian petambahan nilai kekayaan saya, imbuhnya. Pokoknya kalau ada yang menilai mencolok dan tidak beres, saya pasti bisa menjelaskan, tambahnya.

Kekayaan Sri Mulyani
Sementara itu, selain mengumumkan kekayaan mantan menteri, KPK memublikasikan kekayaan menteri yang sedang menjabat. Salah satunya Men PPN/Kepala Bappenas Sri Mulyani hanya memiliki satu buah mobil Kijang keluaran 1997. Nilai alat transportasi satu-satunya yang digunakan suaminya itu adalah Rp 50 juta.

Total kekayaan Sri Mulyani mencapai Rp 2,1 miliar. Kekayaan terbesar adalah harta tidak bergerak senilai Rp 1,2 miliar. Total tabungan yang dimiliki sebenarnya cukup untuk membeli mobil baru, yakni Rp 491 juta ditambah USD 234.844.

Ditanya wartawan dengan apa anak-anaknya diantar ke sekolah, Sri Mulyani menjawab sambil tersenyum, Dengan mobil pinjaman.

M.A. Rachman Belum Lapor Kekayaan
Sementara itu, sembilan mantan menteri Kabinet Gotong Royong (era Megawati) belum menyerahkan laporan kekayaan kepada KPK. Mereka adalah mantan Menko Perekonomian Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, mantan Menteri Percepatan Pembangunan Kawasan Indonesia Timur Manuel Kaisiepo, mantan Menkominfo Syamsul Muarif, dan mantan Men Pemberdayaan Perempuan Sri Redjeki Sumaryoto. Yang lain adalah mantan Men KLH Nabiel Makarim, mantan Menakertrans Jacob Nuwawea, mantan Menhub Agum Gumelar, mantan Jaksa Agung M.A. Rachman, dan Menhan Matori Abdul Jalil.

KPK tetap mengimbau para mantan menteri dan penyelenggara negara lainnya yang sudah mengakhiri masa jabatan dan belum melaporkan kembali perubahan harta kekayaannya untuk segera melaporkan kekayaannya, ujar Sjahruddin.

Sementara itu, enam menteri Kabinet Indonesia Bersatu (era SBY) belum bisa diumumkan kekayaannya, karena masih dalam proses perbaikan dalam pengisian formulir model KPK-B. Mereka adalah Menko Polhukam Widodo A.S., Menlu Hasan Wirayuda, Men Hukum dan HAM Hamid Awaluddin, Menakertrans Fahmi Idris, Menkop dan UKM Suryadarma Ali, dan Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh.

Sjahruddin menambahkan, dari total 550 anggota DPR RI, yang masih menunggu perbaikan pengisian formulir 162 orang. Yang tidak memenuhi persyaratan ketentuan pengisian 30 orang dan yang belum menyampaikan LHKPN dua orang, yakni Murdaya Poo dari PDIP dan Saadun Sibromalisi dari PPP.

Sementara dari total 128 orang anggota DPD (Dewan Perwakilan Daerah), delapan orang harus memperbaiki LHKPN, tujuh orang tidak memenuhi persyaratan ketentuan pengisian, sedangkan 16 anggota DPD belum menyampaikan LHKPN. Mereka, antara lain, BRA Mooryati Sudibyo dari DKI Jakarta, Laode Ida dari Sulawesi Tenggara, dan Muchtar Naim dari Sumatera Barat. (agm/naz)

Nama Jabatan Kekayaan 2001 Kekayaan 2004
Achmad Sujudi
Mantan Menteri Kesehatan Rp1.582.145.348
Rp 2.516.342.647

Ali Marwan Hanan Mantan Menteri Koperasi dan UKM
Rp1.747.214.000 dan USD 106.229
Rp 4.403.606.000 dan USD 298.017

Bungaran Saragih
Mantan Menteri Pertanian
Rp1.437.008.891 dan USD 159.254
RP 2.714.234.566 dan USD 215.848
Hari Sabarno
Mantan Menteri Dalam Negeri
Rp 1.314.999.000 dan USD 10.000
Rp 6.417.843.054 dan USD 45.000

I Gede Ardika Mantan Menteri Pariwisata
Rp 1.352.488.066
Rp 2.395.484.251 dan USD 7.650
Kwik Kian Gie
Mantan Menteri Perencanaan Bappenas
Rp 7.877.982.56 Rp12.076.914.242

Laksamana Sukardi
Mantan Meneg BUMN
Rp26.103.292.686
Rp42.473.336.756

Feisal Tamim
Mantan Meneg Pendayagunaan Aparatur Negara
Rp 8.238.502.420
dan USD 25.000
Rp 8.543.241.500 dan USD 51.363

Mohammad Prakosa
Mantan Menteri Kehutanan Rp 753.000.000
Rp 1.134.400.000

Rini M Soewandi
Mantan Menperindag
Rp.73.987.804.608 dan USD 351.361
Rp48.072.991.734 dan -USD1.236.000 (hutang)
Soenarno Mantan Menteri Pemukiman & prasarana Wilayah
Rp1.731.869.153 dan USD 48.683
Rp 4.49.692.029 dan USD 78.580

Abdul Malik Fadjar
Mantan Menteri Pendidikan & Kebudayaan

Rp3.706.346.048 dan USD 2.952
RP 5.308.214.599

USD 4.056

Sumber: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), 2005

Keterangan : Sisa Mantan Menteri Lainnya Belum Menyerahkan Data Kekayaan Terbaru

Sumber: Jawa Pos, 25 februari 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan