Responden TII Diduga Pengusaha Kalah Tender

Gubernur DKI Sutiyoso menilai hasil survei indeks persepsi korupsi oleh Transparency International Indonesia (TII) yang menempatkan Jakarta sebagai kota paling korup merupakan hal yang wajar. Karena, yang dimaksud bukan indeks DKI melainkan indeks Kota Jakarta. Namun, Sutiyoso menduga responden yang dilibatkan dalam survei itu adalah mereka yang kalah tender.

Di Kota Jakarta itu bukan pemda saja, melainkan ada pemerintah pusat, bea cukai, unsur-unsur institusi legislatif, yudikatif, dan sebagainya,'' ujar Sutiyoso di Jakarta kemarin.

Menurut Sutiyoso, salah satu penyebab Jakarta dikatakan sebagai daerah terkorup karena sekitar 70% transaksi ekonomi Indonesia berada di Jakarta. Sehingga hasil survei itu wajar, katanya.

Sebagaimana diketahui, hasil survei TII yang diumumkan Rabu (16/2) mengenai indeks persepsi korupsi di Indonesia pada 2004 menempatkan Jakarta sebagai kota terkorup, diikuti Surabaya dan Medan. Survei dilaksanakan pada Oktober hingga Desember 2004 dengan melibatkan 21 kota dan kabupaten terhadap 1.305 responden. Mereka adalah para pelaku bisnis di tingkat lokal, nasional, dan internasional. TII menemukan interaksi korupsi yang paling banyak dilakukan pelaku bisnis di Kota Jakarta berada di bea cukai, kepolisian, militer, dan pengadilan.

Tetapi, kata Sutiyoso, tidak tertutup kemungkinan penelitian yang dilakukan itu melibatkan responden dari kalangan pengusaha yang kalah tender di institusi pemerintah. Sehingga, kata dia, para responden itu menjawab bahwa yang menang tender adalah mereka yang melakukan suap.

Misalnya, proyek di PU itu berjumlah ratusan yang ditender. Kalau misalnya responden yang diminta komentar adalah pengusaha yang kalah tender pasti dia mengatakan yang menang yang menyuap, kata Sutiyoso.

Sementara itu, Menteri Keuangan Jusuf Anwar menyatakan tidak peduli dengan hasil survei itu. Menurut Jusuf Anwar, yang dipedulikannya adalah penciptaan good governance dan tindakan langsung di lapangan dengan memecat mereka yang terlibat dengan berbagai penyelewengan keuangan negara.

Posisi Tangerang yang ditempatkan dalam urutan ke-9 mengejutkan sejumlah kalangan di kota maupun kabupaten. Wali Kota Tangerang Wahidin Halim melihat bahwa metodologi survei itu harus dipertanyakan. Karena, hanya dengan mengambil contoh 21 kabupaten atau kota dan memberi kesimpulan dengan peringkat tebersih dan terkorup, hasil survei akan memberi stigma yang negatif.

Dengan hanya melibatkan 21 kabupaten dan kota, sementara di Indonesia terdapat ratusan kabupaten dan kota, survei TII ini menjadi terdistorsi, ungkap Wahidin, yang menjabat wali kota sejak sekitar 11 bulan lalu kepada Media kemarin.

Bagi Wahidin, dia tidak keberatan jika kota yang ia kelola menempati peringkat 9, asal metodologi surveinya jelas. Survei seperti ini bisa menjadi positif, jika dikerjakan dengan niat untuk membangun pemerintahan yang bersih. Tetapi, juga akan berdampak negatif jika tidak dikerjakan dengan cara-cara yang tepat, tukas adik Menlu Hassan Wirayudha itu.

Kami akan segera menanyakan kepada TII tentang kriteria survei yang telah mereka lakukan. Tetapi, kami menyambut positif dari hasil survei tersebut untuk kemajuan Kota Tangerang, katanya.

Wakil Ketua DPRD Kota Tangerang M Bonnie Mufidjar mengaku terkejut atas hasil survei itu. Namun, Bonnie menilai, tingginya tingkat korupsi di Kota Tangerang itu tidak terlepas dari perilaku para pejabat.

Di Surabaya, Kepala Subdinas Humas Infokom Pemerintah Kota Surabaya Tasmudji Chamsun mengatakan hasil survei itu dinilai sebagai kritik membangun yang perlu diperhatikan demi kemajuan Surabaya.

Sedangkan anggota Komisi XI DPR RI Vera Febyanthy mengusulkan Badan Pusat Statistik mengadakan survei serupa secara reguler. Sehingga, pemerintah dapat memantau perkembangan persepsi pebisnis dan segera melakukan perbaikan. (Tia/Hnr/Ssr/Eae/Ndy/HS/SM/KH/X-7)

Sumber: Media Indonesia, 18 Februari 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan