Rekomendasi Saat Yusuf Pimpin Komisi IV DPR

Yusuf Erwin Faishal membenarkan, rekomendasi dari Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat tentang pemanfaatan penggunaan sistem komunikasi radio terpadu di Departemen Kehutanan dikeluarkan saat dia menjadi ketua komisi itu.

Namun, ia menyatakan belum pernah diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus ini untuk tersangka Direktur PT Masaro Anggoro Widjojo. ”Saat rekomendasi sistem komunikasi radio terpadu (SKRT) Anggoro itu, saya sudah menjadi ketua komisi,” kata Yusuf, Senin (13/7), seusai diperiksa di Gedung KPK, Jakarta.

Saat ini KPU memasukkan Anggoro dalam daftar pencarian orang. Dia tak diketahui keberadaannya setelah ditetapkan sebagai tersangka karena diduga memberikan uang kepada Yusuf sebesar 60.000 dollar Singapura dan Rp 75 juta.

Pemberian itu diduga terkait rekomendasi yang dikeluarkan Komisi IV DPR pada 12 Februari 2007, yang meminta pemerintah memaksimalkan penggunaan SKRT yang nilai investasinya sejak 1991 mencapai Rp 2 triliun.

Terkait rekomendasi itu, PT Masaro lalu diminta melakukan penambahan peralatan agar SKRT dapat digunakan. Namun, peralatan seperti radio komunikasi yang diadakannya ternyata spesifikasi tahun 2002 dan harganya ditentukan sendiri oleh PT Masaro. Padahal, nilai proyek yang diterima PT Masaro dalam proyek ini tahun 2006-2007 sebesar Rp 180 miliar.

KPK pernah menggeledah kantor PT Masaro, Juli 2008. Namun, saat itu Anggoro sudah pergi ke luar negeri. Terakhir, dia diketahui berada di Singapura.

Dalam pemeriksaan, Yusuf mengaku belum ditanya tentang persoalan SKRT. Dia baru ditanya tentang kasus pelepasan kawasan hutan lindung Pantai Air Telang, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, menjadi Pelabuhan Tanjung Api-api dengan tersangka tiga anggota Komisi IV DPR, yakni Hilman Indra, Azwar Chesputra, dan Fachri Andi Leluasa. Sejak ditetapkan sebagai tersangka pada 12 Mei 2009, mereka tak ditahan.

Yusuf dalam kasus alih fungsi hutan lindung dan SKRT ini, awal April lalu, divonis hukuman empat tahun enam bulan penjara dan denda Rp 250 juta. (nwo)

Sumber: Kompas, 14 Juli 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan