Rekomendasi Komisi I Soal MI-17 Diam-diam Berubah Arah, Kini Malah Menyetujui; F-PAN Akan Laporkan P
Rekomendasi Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat tentang skandal pengadaan empat pesawat helikopter angkut buatan Rusia, MI-17, ternyata telah berubah arah. Apabila sebelumnya, Komisi I DPR merekomendasikan pemerintah membatalkan kontrak jual beli dengan Swift Air & Industrial Supply Pte Ltd, kini justru sebaliknya. Mereka diam-diam menyetujui proses itu dilanjutkan.
Hal itu tertuang dalam butir pertama Surat Komisi I Nomor 17/Kom.I/I/2005. Surat ditandatangani Ketua Komisi I Theo L Sambuaga (Fraksi Partai Golkar, Sulawesi Utara)
Komisi I DPR menyetujui agar proses pengadaan empat unit Helikopter MI-17-IV TNI AD dilanjutkan sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku, demikian tertulis dalam surat tertanggal 28 Januari 2005 itu. Surat ditujukan kepada Wakil Ketua DPR Koordinator Politik Ekonomi dan Keuangan Soetardjo Soerjogoeritno.
Selanjutnya, pada tanggal 14 Februari 2005, oleh Soetardjo surat itu dikirimkan kepada Menteri Pertahanan RI.
Bunyi keputusan itu berbeda dengan rekomendasi yang tertuang dalam Kajian Komisi I DPR tertanggal 28 April 2004 yang saat itu masih dipimpin Ibrahim Ambong yang juga dari F-PG.
Pada butir ketiga disebutkan: Komisi I DPR meminta Menteri Pertahanan untuk membatalkan Kontrak Jual Beli dengan Swift Air dan menuntut pengembalian dana sebesar 3,24 juta dollar AS ditambah penggantian kerugian negara, kemudian memasukkan Andy Kosasih dan Swift Air dalam rekanan hitam. Andy Kosasih adalah wakil Swift Air & Industrial Supply Pte Ltd Singapura di Jakarta, yang bertanggung jawab sebagai penyuplai.
Pada butir kelima, Komisi I DPR juga waktu itu secara eksplisit menyebutkan, Komisi I DPR mendukung pengadaan Heli MI-17 melalui rekanan baru yang profesional.
Dalam butir ketiga dan keempat Surat Komisi I, yang ditandantangani Theo, memang menyebutkan juga bahwa proses hukum terhadap semua pihak yang diduga terlibat penyimpangan dalam proses pengadaan empat helikopter itu agar dilanjutkan sesuai peraturan hukum dan dimasukkan dalam daftar hitam. Tapi, di sana sama sekali tidak dicantumkan tuntutan pengembalian kerugian negara.
Sementara itu, sampai berita ini diturunkan, Ketua Komisi I Theo L Sambuaga belum dapat dikonfirmasi. Ketika dihubungi melalui telepon selulernya, hanya terdengar bunyi mail box.
Lapor polisi dan KPK
Khawatir rekomendasi ini akan membuat para pejabat dan pengusaha yang terlibat akan melenggang dari sanksi hukum, Fraksi Partai Amanat Nasional (F-PAN) berencana melaporkan persoalan ini kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Markas Besar Kepolisian RI untuk ditindaklanjuti.
Kami khawatir kalau rekomendasi seperti ini tidak ditindaklanjuti, maka akan membuat para pejabat dan pengusaha yang terlibat bisa begitu saja melenggang, kata Wakil Ketua F-PAN Djoko Susilo yang juga Panitia Anggaran Komisi I, Jumat (4/3).
Ditanya apakah dia mencium bau tidak sedap dari keluarnya keputusan yang berubah arah tersebut, Djoko tidak berkomentar. Dia hanya mengaku bahwa saat keputusan itu diputuskan, dirinya sedang melaksanakan ibadah haji.
Berdasarkan kajian di Komisi I, menurut Djoko, Andy Kososasih telah melakukan serangkaian perbuatan yang bertentangan dengan hukum berupa penggelembungan dana. Harga empat helikopter yang seharusnya 17,6 juta dollar AS digelembungkan menjadi 21,6 juta dollar AS.
Keputusan Komisi I waktu itu, juga menilai Andi telah merekayasa Jaminan Pelaksanaan dan ingkar memberikan jaminan uang muka. Andi juga telah menerima uang muka dari pemerintah sebesar 15 persen dari 21,6 juta dollar AS, yaitu 3,24 juta dollar AS. Seharusnya, hanya menerima 15 persen dari 17,6 juta dollar AS atau 2,64 juta dollar AS.
Jadi, kalau proyek ini diteruskan, pertama negara akan rugi sekitar 3 juta dollar AS. Belum lagi perusahaan ini ternyata bodong, kata Djoko.
Penyimpangan dari proyek ini mengemuka setelah banyak diberitakan media massa tahun 2004. Namun, setahun berlalu tidak kunjung selesai. (sut)
Sumber: Kompas, 5 Maret 2005